Sectoral Insight

Jokowi Buka Keran Ekspor Pasir, Awas RI Bakal Rugi Banyak

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
31 May 2023 11:55
Distrik pesisir timur terlihat dalam debu yang mengambang di Kota Lianyungang, provinsi Jiangsu, China Timur pada 11 April 2023.
Foto: Distrik pesisir timur terlihat dalam debu yang mengambang di Kota Lianyungang, provinsi Jiangsu, China Timur pada 11 April 2023. (Future Publishing via Getty Imag/Future Publishing)

Pembukaan keran ekspor pasir laut dikhawatirkan bakal menimbulkan kerusakan lingkungan yang masif. Bukan hanya risiko merusak ekosistem laut, kebijakan tersebut juga mengancam keberadaan pulau-pulau kecil.

Dalam jangka panjang, tambang pasir laut tentu bakal memunculkan bencana iklim, menenggelamkan pulau karena aktivitas tersebut dapat mengubah kontur dasar laut yang bakal mempercepat dampak mempengaruhi gelombang laut.

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meminta Presiden Jokowi untuk membatalkan izin ekspor pasir laut.

Protes itu disampaikan Susi melalui akun Twitter pribadinya @susipudjiastuti. "Semoga keputusan ini dibatalkan. Kerugian lingkungan akan jauh lebih besar," kata Susi dikutip Selasa (30/5/2023).

Susi menerangkan saat ini perubahan iklim atau climate change sudah terasa. Ia mengatakan ekspor pasir laut tersebut akan memperparah kondisi iklim Indonesia.

Lantas, dampak lingkungan seperti apa sih? Pertama, penambangan pasir laut dapat meningkatkan kekeruhan perairan, akibat pengadukan sedimen dasar laut. Kekeruhan perairan dapat menyebabkan hilangnya mikrobiologi, organisme, dan sumber daya ikan di dalamnya.

Sudah banyak penelitian yang mengungkapkan mengenai penambangan pasir laut telah mengungkapkan dampak yang ditimbulkan terhadap ekosistem.

Tidak ada yang tahu berapa banyak kerusakan yang terjadi pada lingkungan karena ekstraksi pasir merupakan ancaman yang sebagian besar tersembunyi, kurang diteliti dan sering terjadi di tempat-tempat terpencil.

"Kami kecanduan pasir tetapi tidak mengetahuinya karena kami tidak membelinya sebagai individu," kata Aurora Torres, ahli ekologi Spanyol yang mempelajari efek ekstraksi pasir global di Pusat Penelitian Keanekaragaman Hayati Integratif Jerman dikutip dari The Guardian.

Pembangunan perkotaan semakin membebani simpanan yang terbatas yang dapat diakses, menyebabkan konflik di seluruh dunia. Pengerukan pasir mendegradasi karang, rumput laut dan padang lamun dan merupakan penyebab hilangnya keanekaragaman hayati, mengancam spesies yang sudah di ambang kepunahan. Konsumsi pasir kita melampaui pemahaman kita tentang dampak lingkungan dan sosialnya.

Perlu diketahui, di Asia Tenggara, pasir merupakan unsur penting dalam geopolitik.

Ambisi kekaisaran China di Laut China Selatan dilanjutkan dengan pembangunan pulau pasir buatan yang menampung pangkalan militer yang dimaksudkan untuk memperkuat klaimnya di wilayah tersebut.

Bentuk baru dari ekspansi teritorial ini juga dilakukan oleh Singapura yang kaya tapi kecil, yang mengakibatkan konflik dengan tetangganya yang lebih besar.

Seperti yang sudah disebutkan tadi, bahwa pengimpor pasir terbesar di dunia, Singapura telah membuat peningkatan 20% di wilayah daratannya dengan menggunakan pasir yang bersumber dari Indonesia, Malaysia, Kamboja, dan Thailand, sebagian besar secara ilegal.

Pada tahun 2008, mereka mengklaim hanya mengimpor 3 juta ton pasir dari Malaysia, tetapi angka sebenarnya, menurut pemerintah Malaysia, adalah 133 juta ton, hampir semuanya diselundupkan.

Seiring pertumbuhan Singapura, tetangganya yang luas, Indonesia menyusut. Ekstraksi pasir ilegal mengancam keberadaan sekitar 80 pulau kecil dataran rendah Indonesia yang berbatasan dengan Singapura, yang merusak ekologi laut.

Bukannya Pemerintah Sedang Merangkai Roadmap Blue Economy?

Saat ini pemerintah Indonesia tengah memberikan perhatian penuh terhadap pengembangan energi baru dan terbarukan dalam skala nasional maupun global. Salah satu upayanya dengan mengantisipasi perubahan iklim melalui penandatanganan Paris Agreement sebagai bentuk keterlibatan dalam komitmen global untuk menanggulangi perubahan iklim.

Seiring dengan upaya green economy muncul pula istilah blue economy yang sebenarnya belum terlalu dikenal di Indonesia. Sebenarnya apa itu blue economy?

Pada dasarnya,konsep blue economy sendiri tidak jauh berbeda dengan konsep green economy dari segi lingkungan maupun pada aspek penekanan ekonomi. Perbedaan utama blue economy dan green economy terletak pada fokus pembangunan ekonomi.

Bila green economy Indonesia fokus pada pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan penurunan risiko kerusakan lingkungan, maka blue economy lebih difokuskan pada pembangunan ekonomi yang berkelanjutan di sektor kelautan.

Konsep ekonomi biru Indonesia dilandasi oleh potensi laut negara kepulauan Indonesia sehingga perlu pelestarian sumber daya laut yang akan berdampak pada cadangan sumber pangan yang berkelanjutan.

Hal ini sejalan dengan tujuan kebijakan pembangunan kelautan nasional yang tercantum dalam RPJPN 2005-2025 pada misi ketujuh, yaitu mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional melalui pembangunan ekonomi kelautan berkelanjutan yang ramah lingkungan.

Harapannya, istilah-istilah berkelanjutan yang diupayakan pemerintah bukan hanya greenwashing yakni strategi pemasaran dan komunikasi yang dilakukan perusahaan dalam rangka membangun citra ramah lingkungan, tetapi hal tersebut hanyalah palsu.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(aum/aum)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular