
AS Kacau Balau! Utang & Suku Bunga Tinggi Bikin Warga Merana

- Amerika Serikat (AS) memang tidak baik-baik saja. Era suku bunga tinggi yang belum juga mampu meredam inflasi justru terancam merambat ke banyak hal.
- Belum lagi AS yang terancam bangkrut alias default jika batas (pagu) utang tidak dinaikkan.
- Ini adalah masalah serius bagi AS bahkan dunia, krisis kepercayaan terhadap bank sentral dan Presiden AS bakal semakin terasa.
Jakarta, CNBC Indonesia - Kondisi Negara Adidaya, Amerika Serikat (AS) sedang tidak baik-baik saja. Ekonomi AS tengah diterpa badai besar mulai dari terancam mengalami 'kebangkrutan' hingga suku bunga tinggi yang belum juga mampu meredam inflasi malah justru berbuntut panjang bagi ekonominya.
Sebelumnya, kabar AS gagal bayar utang ini sudah mencuat sejak akhir April lalu. Bahkan sudah diperingatkan oleh Menteri Keuangan AS Janet Yellen di mana akan memunculkan apa yang disebut 'malapetaka ekonomi' yang bakal membuat suku bunga lebih tinggi untuk tahun-tahun berikutnya.
Untuk diketahui, berdasarkan data yang terbaru per Januari 2023 utang Amerika Serikat sudah menembus US$ 31 triliun atau sekitar Rp 461 ribu triliun (kurs Rp 14.900/US$) pada tahun lalu angka ini setara dengan 137% dari total PDB nya.
Artinya batas utang tersebut sudah dicapai, dan Kementerian Keuangan AS tidak bisa lagi menerbitkan obligasi untuk membiayai belanja.
Dari tahun ke tahun, jumlah utang Negara Adikuasa memang terus meningkat, disebabkan defisit fiskal yang terus membengkak, dan semakin terakselerasi memasuki abad 21. AS juga tercatat sebagai negara dengan utang terbanyak di dunia.
Melihat data terpisah dari Ticdata dan Departemen Keuangan AS, per Januari 2023 dari total tersebut, lebih dari US$ 7 triliun Amerika Serikat berutang kepada asing, salah satu yang terbesar yakni China, yang kerap dilawan berseteru.
Gagal Bayar Akan Jadi Acman Besar Bagi AS & Peluang Biden Untuk Dipilih Lagi
Masih buntutnya negosiasi kenaikan plafon utang Amerika Serikat dikhawatirkan kian memukul pasar dan merusak kepercayaan terhadap dolar dalam jangka panjang.
Atau mungkin saja mereka tidak mencapai kesepakatan. Jika itu tidak terjadi, maka pasar akan ambruk.
Adapun, peringatan atas gagal bayar utang AS terus berkembang, dengan Menteri Keuangan Janet Yellen mengklaim bahwa peluang Amerika untuk membayar tagihannya setelah 1 Juni "cukup rendah" jika Kongres gagal mencapai kesepakatan untuk menaikkan batas pinjaman negara dari senilai US$ 31,4 triliun.
Plafon utang, yang ditetapkan oleh Kongres, mewakili jumlah maksimum yang dapat dipinjam pemerintah federal untuk membayar utangnya.
Presiden Joe Biden dan anggota parlemen dari Partai Republik telah berjuang untuk mencapai kesepakatan yang bertujuan mencegah gagal bayar utang.
AS hampir melampaui batas utang beberapa kali sebelumnya, terutama pada 2011, ketika anggota parlemen setuju untuk menaikkan plafon hanya beberapa hari sebelum negara tersebut akan menghabiskan kapasitas pinjamannya.
Untuk Joe Biden pribadi, ini tentu saja berdampak buruk. Bakal memicu dampak buruk hingga kekecewaan di kalangan simpatisannya dan tentu saja bakal berdampak pada kepercayaan pemilih Biden pada pemilu yang akan datang.
Di akhir konferensi pers hari Minggu di Hiroshima, Biden secara terbuka mengakui konsekuensi politik yang menghancurkan baginya jika Amerika tidak mampu membayar tagihannya. Menyalurkan proses pemikiran para fanatik Partai Republik saat mereka menuju jurang maut, Biden berkata: "Karena saya presiden, dan presiden bertanggung jawab atas segalanya, Biden akan disalahkan. Dan itu salah satu cara untuk memastikan Biden tidak terpilih kembali."
Sedih, tapi ini benar adanya.
Memang default ini panjang dampaknya. Menurun CEA, jika default terus terjadi berlarut-larut maka akan menurunkan pertumbuhan ekonomi hingga 6,1%, artinya terjadi kontraksi yang dalam. PHK bisa mencapai 8,3 juta orang, dan tingkat pengangguran naik 5% menjadi 8,4% dari level saat ini. PHK massal tersebut bahkan diprediksi akan terus terjadi hingga kuartal I -2024.
Selain itu, Menurut kepala ekonom Moody's, Mark Zandi, default jangka pendek saja bisa menyebabkan suku bunga yang sangat tinggi hingga bertahun-tahun ke depan. Dampaknya tentunya akan dirasakan warga Amerika Serikat.
Bukan Cuma Utang, AS Punya Beban Inflasi dan Era Suku Tinggi
Suku bunga acuan yang tinggi menjadi satu tantangan prospek ekonomi AS yang potensi mengalami resesi tahun ini. Secara kuartalan, perlambatan ekonomi sudah mulai terlihat dari pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal 1-2023 tercatat di angka 1,1%.
Angka ini melambat dari periode sebelumnya yang tumbuh 2,6%. Dan tidak sesuai harapan, di mana ekspektasi sebelumnya, ekonomi AS bisa tumbuh 2%.
Pertumbuhan ini adalah laju paling lemah bagi perekonomian AS sejak kuartal-II tahun 2022. Akibat kenaikan suku bunga terus merugikan pasar perumahan dan bisnis mengurangi pasokan.
Awal Mei lalu, bank paling powerfull di dunia kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5% - 5,25%. Dengan ini, kenaikan suku bunga The Fed selama 10 bulan berturut-turut dan menjadi yang tertinggi sejak 2007.
Keputusan ini dilakukan the Fed sebagai langkah menjinakkan inflasi yang tinggi di tengah kondisi pasar tenaga kerja yang ketat dan sektor perbankan yang bergejolak.
Bank Sentral Berisiko Kehilangan Kepercayaan Jika Mereka Tidak Bisa Menjinakkan Inflasi
Bank-bank sentral berisiko kehilangan kepercayaan publik jika mereka gagal menurunkan tingkat inflasi tinggi yang ditemukan di seluruh negara maju.
Agustín Carstens, direktur Bank of International Settlements, mengatakan para gubernur bank sentral perlu mempertahankan sikap keras terhadap inflasi atau mengambil risiko generasi konsumen baru yang tidak pernah mengalami kenaikan harga yang cepat kehilangan kepercayaan pada peran independen mereka.
Saat ini banyak yang mengkhawatirkan bahwa pemerintah akan merusak institusi politik dengan membelanjakan uang mereka untuk mencapai kemakmuran, dengan mengatakan bahwa kemungkinan peningkatan anggaran pemerintah akan merugikan diri sendiri dan berkontribusi pada inflasi.
Bank sentral harus terus melawan inflasi dengan suku bunga tinggi untuk menjaga kepercayaan pada institusi merek.
Saat ini, inflasi Amerika Serikat (AS) pada April 2023 tercatat sebesar 4,9% secara tahunan (year-on-year/YoY) atau berada di bawah ekspektasi.
Perlu diketahui inflasi AS telah turun 10 bulan berturut-turut sejak mencapai 9,1% pada Juni 2022. Meskipun demikian, inflasi secara bulanan (month-to-month/mtm) tercatat naik dari 0,1% pada Maret 2023 menjadi 0,4% pada April 2023 atau sesuai ekspektasi.
Kepercayaan yang didapat bisa hilang jika masyarakat meragukan komitmen bank sentral untuk tujuan menjaga stabilitas harga. Ini adalah salah satu alasan mengapa kenaikan inflasi baru-baru ini di hampir setiap negara menjadi perhatian.
Selanjutnya, efek tidak langsung dari hilangnya kepercayaan dapat mengakibatkan ketidakstabilan keuangan yang parah, dengan biaya yang sangat tinggi bagi masyarakat dalam hal pertumbuhan ekonomi, lapangan kerja, ketidaksetaraan dan kekayaan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(aum/aum)