
AS Terancam Default, Ini Presiden yang Banyak Nambah Utang

- Utang Amerika Serikat kembali menembus rekor tertinggi sepanjang sejarah, dan ada risiko mengalami gagal bayar jika pagu utang tidak dinaikkan.
- Secara nominal kenaikan utang terbesar terjadi di era Presiden Barack Obama, tetapi secara persentase masih jauh di bawah Presiden Franklin D. Roosevelt.
Jakarta, CNBC Indonesia - Utang Amerika Serikat (AS) semakin menggunung, bahkan masih akan terus meningkat. Jika tidak, risiko gagal bayar (default) pun menghantui.
Utang Amerika Serikat menembus US$ 31 triliun atau sekitar Rp 460.000 triliun (kurs Rp 14.900/US$) pada Oktober tahun lalu.
Data dari Kementerian Keuangan menunjukkan per 31 Maret utang Amerika Serikat menembus US$ 31,45 triliun, menjadi yang terbesar di dunia.
Dari tahun ke tahun, jumlah utang Negara Adikuasa memang terus meningkat, disebabkan defisit fiskal yang terus membengkak, dan semakin terakselerasi memasuki abad 21.
"Politisi dari kedua partai memiliki kebiasaan berutang untuk membiayai perang, belanja pemerintah yang semakin besar, pajak dipangkas, perawatan baby boomer serta langkah-langkah darurat untuk membantu negara menghadapi dua resesi yang melemahkan," tulis The New York Times, akhir Januari lalu.
Jika dilihat dari pemimpinnya, Barack Obama menjadi presiden yang paling banyak menambah utang. Melansir The Balance, defisit fiskal pada era Presiden Obama mencapai US$ 8,3 triliun.
Presiden AS ke-45, Donald Trump berada di urutan kedua, memimpin sejak 2017 hingga 2021, Trump menambah utang sebesar US$ 7,8 trilliun.
Namun, jika melihat secara persentase kenaikan, Obama masih jauh di bawah Presiden Franklin D. Roosevelt.
Pada periode 1933 - 1945, Roosevelt menambah utang hanya US$ 236,1 miliar, jauh di bawah Obama. Tetapi secara persentase kenaikannya mencapai 1.048%, jauh lebih tinggi dari Obama sebesar 74%.
Besarnya penambahan utang pada era Roosevelt terjadi akibat Amerika Serikat mengalami Great Depression, kemudian memasuki perang dunia II.
Kemudian era Presiden Woodrow Wilson terjadi peningkatan utang yang juga sangat besar karena Perang Dunia I.
Perang di Irak juga menjadi penyebab membengkaknya utang di masa pemerintahan George W. Bush, selain juga memasuki krisis finansial global 2008.
Selain perang, krisis perekonomian juga menjadi penyebab semakin membengkaknya utang Amerika.
Saat pandemi penyakit virus corona (Covid-19) melanda, yang membawa perekonomian AS mengalami resesi parah, stimulus fiskal yang digelontorkan mencapai US$ 5 triliun.
Krisis finansial global juga membuat Presiden Obama paket stimulus American Recovery and Reinvestment Act (ARRA) yang dikeluarkan pada Februari 2009, yang membuat utang Amerika Serikat membengkak hingga 74%.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(pap/pap)
