Lewat Batas, Amerika Negara 'Super-Power' Utang?

Muhammad Reza Ilham Taufani, CNBC Indonesia
05 May 2023 21:40
A tattered U.S. flag whips in a heavy wind on Sunday, April 19, 2020, in Dawson, Ga. (AP Photo/Brynn Anderson)
Foto: Wabah Virus Corona yang Rentan di Pedesaan Amerika (AP/Brynn Anderson)

Jakarta, CNBC Indonesia - Investor global sedang dihadapkan dengan paradoks dari kondisi ekonomi Amerika Serikat (AS). Mantra terkuat AS untuk memperoleh pendanaan dengan menawarkan aset bebas risiko atau risk-free yang dipercaya tidak akan mengalami gagal bayar.

Istilah aset bebas risiko tidak lagi bermakna sama jika terdapat ancaman negara mengalami default. Sejak bulan Januari, kementerian keuangan AS melanggar batas utang US$ 31,4 triliun (Rp 460.500 triliun) melalui penerbitan obligasi di tengah krisis yang sedang terjadi.

Janet Yellen, Menteri Keuangan AS, memperingatkan potensi dana tersebut habis pada 1 Juni mendatang.

Pasar sudah melihat adanya kemungkinan gagal bayar utang AS dari lonjakan beberapa indikator. Indikator credit default swap (CDS) atau jaminan gagal bayar utang mengalami lonjakan di atas 165 basis poin (bps).

Selain itu, selisih antara treasury satu bulan dan tiga bulan telah mencapai rekor tertinggi, melampaui 180 bps.

Alan Schwartz, komisaris perusahaan jasa keuangan, menyatakan imbal hasil treasuries jangka pendek yang lebih tinggi dibanding obligasi perusahaan "menyiratkan perusahaan Amerika dianggap lebih aman dibanding (kemampuan melunasi utang) Paman Sam.

Dalam menghadapi hal tersebut, AS memiliki kebiasaan memantik suatu krisis sebelum membuat keputusan yang tepat. Bahkan, kementerian keuangan AS telah menyiapkan tiga skenario dalam menghadapi potensi dana habis pada Juni nanti.

Pertama, pemangkasan anggaran sambil membayar bunga. Kedua, penerbitan obligasi kembali dengan mengabaikan batas legal utang. Terakhir, dengan "tipu muslihat" menjual koin triliunan dolar ke Bank Sentral AS The Fed untuk memperoleh pendapatan.

Kabar buruknya tidak satu pun taktik tersebut yang mudah diterapkan. Jika Yellen mengabaikan batas utang Kongres, akan ada tantangan pada ranah hukum.

Bill Dudley, mantan Presiden Fed New York, mengkritisi rencana pertama, prioritas pembayaran bunga untuk mencegah kebangkrutan akan merusak kepercayaan dengan potensi keruntuhan saham dan obligasi.

Hal ini mungkin akan memicu penurunan peringkat kredit. Agensi, Standard & Poor's, telah menurunkan posisi AS dari peringkat teratas. Namun, hal ini berdampak terbatas karena Moody's dan Fitch masih mempertahankan peringkat AAA.

Namun, jika penurunan peringkat terjadi akan memaksa pengelola dana untuk melikuidasi asetnya. Hal ini akan menyebabkan dana keluar masif dan efek berantai yang tidak dapat diperkirakan.

Kegagalan ini akan bergantung pada rapat Joe Biden dengan pemimpin kongres minggu depan. Kesepakatan terbaik yaitu dengan memberi ruang kementerian keuangan untuk dapat meningkatkan batas atas utang.

Selama beberapa dekade terakhir, AS mengabaikan utangnya dengan rendahnya suku bunga, sementara defisit terus meningkat. Jika kepanikan pasar Meletus, hal ini akan sangat sulit untuk dibendung dan dunia akan melihat seberapa rusaknya Amerika Serikat.

Investor perlu khawatir, mengingat kemungkinan kegagalan perekonomian AS. Mantra aset "bebas risiko" tidak lagi dapat sama akibat utang AS yang telah melampaui batas.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(mza/mza)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation