
Petani Berkurang & Lahan Menyempit, 20 Tahun Lagi Makan Apa?

BPS mencatat, mayoritas atau 15,89 juta petani hanya memiliki luas lahan pertanian kurang dari 0,5 ha. Sebanyak 4,34 juta petani lahan pertaniannya hanya di kisaran 0,5-0,99 ha. Kemudian, petani yang luas lahan pertaniannya sebesar 1-1,99 ha sebanyak 3,81 juta jiwa.
Petani yang luas lahannya di kisaran 2-2,99 ha sebanyak 1,5 juta jiwa. Di atas luasan itu, jumlah petaninya tak ada yang sampai 1 juta jiwa.
Kondisi ini pun diperparah dengan menyusutnya luas lahan pertanian di dalam negeri. Sebagai contoh, luas lahan baku sawah nasional sebesar 8,07 juta ha pada 2009. Angkanya kemudian menyusut menjadi sebesar 7,46 juta ha pada 2019.
Dua tahun setelahnya, BPS belum mencatat berapa luas lahan baku sawah di Indonesia. Data terakhir masih berbasis kepada Keputusan Menteri ATR/BPN Nomor 686/SK-PG.03.03/XII/2019 tentang Penetapan Luas Lahan Baku Sawah Nasional Tahun 2019.
Alih fungsi lahan akan terjadi terus menerus yang disebabkan oleh semakin meningkatnya kebutuhan lahan seperti, pemukiman, industri, perkantoran, tempat wisata, jalan raya dan infrastruktur lain untuk menunjang perkembangan masyarakat.
Dampaknya jelas, produktivitas pangan akan menjadi berkurang atau menurun. Lahan pertanian yang menjadi lebih sempit karena alih fungsi menyebabkan hasil produksi pangan juga menurun, seperti makanan pokok, buah-buahan, sayur, dan lain-lain.
Maka dari itu, ketahanan pangan bangsa rawan terancam oleh tingginya potensi alih fungsi lahan di seluruh Indonesia yang mencapai 100.000 hektar per tahun. Butuh regulasi yang tepat untuk meminimalkan dampak buruknya untuk generasi yang akan datang.
Mengambil Contoh Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Bandara
Salah satu program pembangunan infrastruktur yang telah dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat adalah mengembangkan kawasan Kertajati menjadi kawasan bandara dan aero-city.
Pembangunan Bandara Internasional Kertajati akan memicu perubahan yang sangat besar bagi masyarakat mengingat keberhasilan pembangunan Bandara Internasional Kertajati berdampak besar bagi kehidupan manusia dan lingkungan.
Adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi Bandara Internasional Kertajati sangat berpengaruh terhadap berkurangnya kesempatan kerja pertanian. Hal ini juga berkaitan dengan mata pencaharian sebagai petani dan buruh tani yang aktivitasnya memerlukan curahan tenaga kerja dalam kegiatan usaha taninya.
Hal ini diperkuat dengan sebuah penelitian dalam jurnal yang bertajuk 'Dampak Pembangunan Bandara Internasional Kertajati Dalam Kajian Green Political Theory' yang di dalamnya menyebutkan alih fungsi lahan ini menyebabkan terjadinya perubahan luas lahan garapan usaha tani masyarakat.
Hal tersebut berdampak pada hilangnya pendapatan usaha tani padi yang biasa didapatkan setiap tahunnya. Nilai rata-rata hilangnya pendapatan rumah tangga petani padi sebesar Rp 38.598.962 /ha/tahun.
Selain itu, perubahan luas lahan usaha tani dapat menyebabkan padi yang biasanya bisa dikonsumsi sendiri juga berkurang, sehingga mempengaruhi cadangan pangan mereka.
Hal ini dapat menimbulkan kerentanan pada ekonomi rumah tangga karena selain pendapatan berkurang, mereka juga tidak dapat memenuhi kebutuhan pangannya dari hasil lahannya sendiri, sehingga harus mengeluarkan biaya tambahan.
Kembali ke pertanyaan awal tadi, dengan rangkaian masalah yang menggeluti dunia pertanian maka apakah sektor pertanian masih berjaya? Jawabannya, 20 tahun ke depan bisa jadi masih sama, atau bahkan kondisinya lebih parah. Itu tergantung kebijakan yang menjadi pijakannya.
Semakin serius pemerintah mengatasi hal-hal yang kini dikeluhkan soal sektor pertanian, maka 20 tahu ke depan sektor pertanian kita bisa saja semakin maju. Rendahnya upah, sulitnya mendapatkan lahan, modal yang begitu besar, serta persoalan pertanian dari hulu hingga hilir harus serius menjadi perhatian sebagai perbaikan ke depan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(aum/aum)