
Hidup Makin Susah, Laju Ekonomi Bisa Terendah dalam Setahun

- Pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2023 diperkirakan melandai ke bawah 5%
- Ekonomi melandai di tengah melemahnya konsumsi dan ekspor
- Tingginya inflasi ikut menekan pertumbuhan pada kuartal I-2023
Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2023 diperkirakan akan melandai meskipun ada momen Ramadan.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 13 institusi juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi mencapai 4,95% (year on year/yoy) dan terkontraksi 1,0% dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter to quarter/qtq).
Sebagai catatan, ekonomi Indonesia tumbuh 5,01 (yoy) pada kuartal IV-2022 dan 5,73% (yoy) pada kuartal III-2022.
Secara qtq, ekonomi Indonesia tumbuh 0,36% pada kuartal IV dan 1,83% pada kuartal III-2022.
Hasil polling lebih rendah dengan proyeksi pemerintah. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, bulan lalu, memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2023 akan berada di minimum 5%.
Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data pertumbuhan ekonomi kuartal I-2023 pada Jumat (5/5/2023).
Jika polling sejalan dengan hasil pengumuman BPS maka pertumbuhan kuartal I tahun ini akan menjadi yang terendah dalam lima kuartal terakhir.
Secara historis, Produk Domestik Bruto (PDB) akan tumbuh melandai pada kuartal I karena aktivitas manufaktur dan belanja masyarakat melemah setelah melonjak pada akhir tahun.
Namun, perlu dicatat jika pada Maret tahun ini terdapat momen Ramadan yang biasanya mendongrak belanja masyarakat.
Kenaikan harga BBM subsidi pada September 2022 menjadi salah satu faktor melemahnya konsumsi masyarakat. Sebagai catatan, pemerintah menaikkan harga BBM subsidi lebih dari 30% pada awal September 2022.
Kenaikan harga BBM semakin menekan daya beli masyarakat yang bertubi-tubi harus menghadapi lonjakan harga bahan pangan pada tahun lalu.
Padahal, 56% PDB Indonesia bertumpu pada konsumsi masyarakat.
Konsumsi rumah tangga terus melandai dari tumbuh 5,39% (yoy) pada kuartal III-2022 menjadi 4,48% (yoy) pada kuartal IV-2022.
Data BPS menunjukkan inflasi pada Maret 2023 tercatat 4,97% (yoy), bandingkan dengan Maret 2022 tercatat 2,64% (yoy).
Selain karena dampak BBM, inflasi juga melonjak karena naiknya harga pangan. Sejumlah bahan pangan masih menunjukkan kenaikan harga pada Januari-Maret 2023, seperti cabai rawit dan beras.
Data Pusat Informasi Harga Pasar Strategis Nasional (PIHPSN) menunjukkan harga beras ada di kisaran Rp 13.400-13.500/kg sepanjang Februari.
Harga setinggi itu tidak pernah tercatat dalam catatan PIHPSN selama ini.
Beras adalah makanan utama jutaan masyarakat Indonesia dan menjadi salah satu porsi terbesar pengeluaran warga RI. Lonjakan harga beras tentu saja akan membuat daya beli tertekan.
Sejumlah data juga mengkonfirmasi belanja masyarakat masih rendah menjelang Ramadan.
Mandiri Spending Index (MSI) pada Januari-Maret 2023 menunjukkan frekuensi belanja lebih tinggi dibandingkan tahun lalu tetapi secara nilai lebih rendah.
Kondisi ini kemungkinan terjadi karena orang menurunkan pembelian ke barang yang lebih rendah, orang lebih sering belanja di mini market atau lebih hati-hati.
MSI per 2 April 2023 menunjukkan nilai belanja pada Ramadan tahun ini jauh lebih kecil dibandingkan pada Ramadan tahun lalu.
Nilai belanja pada Ramadan 2023 tercatat 133,5, jauh lebih rendah dibandingkan pada Ramadan 2022 yang tercatat 159,9.
Volume belanja pada Ramadan 2023 tercatat 155,9. Volume belanja tersebut lebih rendah dibandingkan pada Ramadan 2022 tercatat 179,4.
"Inflasi sepertinya membayangi pemulihan belanja dan ekonomi pada kuartal I-2023. Pembelian barang tahan lama dan non-tahan lama sama sama turun," tutur Head of Mandiri Institute, Teguh Yudo Wicaksono, Data MSI juga menunjukkan proporsi belanja masyarakat untuk fashion per akhir Maret 2023 atau awal Ramadan hanya 10,1%.
Data Bank Indonesia (BI) juga menunjukkan belum ada pergerakan signifikan terkait belanja masyarakat pada awal Ramadan.
Indeks Penjualan Riil (IPR) hanya tumbuh 4,8% (yoy) pada Maret. IPR bahkan terkontraksi pada Januari dan Februari tahun ini.
Bandingkan dengan periode Ramadan 2021 dan 2022 di man IPR tumbuh di kisaran 8-15%.
Ekspor pada Januari-Maret 2023 juga tidak sekencang pada periode yang sama tahun lalu. Ekspor melemah karena harga komoditas andalan Indonesia mulai melandai mulai dari batu bara hingga minyak sawit.
Nilai ekspor Indonesia Januari-Maret 2023 mencapai US$67,20 miliar atau naik 1,60% dibanding periode yang sama tahun 2022.
Pada kuartal I-2022, ekspor melonjak 35,25%.
Impor bahkan terkoreksi sebesar 3,28% pada Januari-Maret 2023 menjadi 54, 95 miliar. Pada Januari-Maret 2022, impor melejit 31%
Di tengah melandainya konsumsi masyarakat dan ekspor, investasi diharapkan bisa menjadi motor penggerak ekonomi kuartal I-2023.
Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan realisasi investasi pada kuartal I-2023 tercatat Rp 328,9 triliun, tumbuh 16,5% dibandingkan capaian periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Sementara itu, belanja pemerintah tumbuh 5,7% pada Januari-Maret 2023 menembus Rp 518,7 triliun.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mae/mae) Next Article Warga Habis-Habisan Belanja di 2 Lebaran, Ekonomi Malah Lesu?
