
Atmosfer Lebaran & Liburan Kencang, Pasar RI Bisa Terbang?

Dengan cemerlangnya kinerja pasar keuangan pekan lalu, pastinya membawa angin segar bagi para investor pada perdagangan hari ini. Namun memang, perlu digarisbawahi bahwa kita belum terlepas dari kekhawatiran tingginya suku bunga. Pelaku investor masih khawatir dan memasang mode wait and see kemana suku bunga akan berlabuh.
Tapi setidaknya ada beberapa hal penting yang bisa dicermati para investor sebagai angin segar untuk membuka peluang penguatan IHSG pada hari ini. Terlebih pekan ini, perdagangan pasar keuangan hanya berjalan 2 hari di awal pekan.
Pertama, Wall Street yang kompak berakhir melemah pada perdagangan akhir pekan lalu menjadi antisipasi bagi investor khawatirnya bakal membawa sentimen negatif bagi IHSG karena beberapa pelaku pasar masih khawatir akan data implikasi atas pengumuman sejumlah data ekonomi.
Kemudian, ketegangan antara suku bunga dan harga saham sepertinya tak bisa lepas belakangan ini. investor terus mencerna data ekonomi untuk indikasi sikap The Fed yang cenderung masih hawkish hingga beberapa bulan ke depan.
Pelaku pasar akhir-akhir ini berharap efek meredanya inflasi dan pembalikan arah The Fed menjadi dovish beberapa pekan terakhir.
Seperti diketahui, Departemen Tenaga Kerja AS mengumumkan inflasi melandai menjadi 5% yoy pada Maret 2023 dibandingkan 6% pada Februari. Inflasi juga lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan ekonom 5,2%.
Inflasi inti, yang tidak memperhitungkan harga makanan dan energi yang volatil, naik 5,6%, sejalan dengan perkiraan konsensus.
Para investor saat ini bertaruh The Fed bakal mengambil jalur dovish, dengan pemangkasan suku bunga diproyeksikan dimulai musim panas nanti.
Ketiga, saat ini para investor akan menunggu efekkick offmusim laporan laba (earnings season) perusahaan AS terhadap Wall Street dan bursa global, termasuk IHSG.
Sebagian investor percaya musim laporan keuangan perusahaan AS, terutama perbankan kakap, yang solid bisa menjadi pendongkrak saham.
Wajar saja, sektor perbankan menjadi sorotan usai kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) cs dan kasus merger raksasa bank Swiss Credit Suisse ke UBS pada Maret lalu.
Dari dalam negeri, di awal pekan ini investor akan disuguhkan dengan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) terkait perdagangan internasional Indonesia periode Maret 2023.
Surplus neraca perdagangan diperkirakan mengecil pada Maret 2023. Surplus menyusut karena melandainya ekspor serta di sisi lain impor meningkat menjelang Lebaran. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 14 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Maret 2023 sebesar US$ 4,19 miliar.
Surplus tersebut jauh lebih rendah dibandingkan Februari 2023 yang mencapai US$ 5,48 miliar. Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 35 bulan beruntun.
Konsensus juga menunjukkan bahwa ekspor masih akan terkontraksi 7,4% (year on year/yoy) sementara impor turun 9,5%. Sebagai catatan, nilai ekspor Februari 2023 naik 4,51% (yoy) sementara impor turun 4,32% (yoy).
Ekspor Indonesia diproyeksi terkontraksi karena harga komoditas yang turun serta melemahnya permintaan global.
Hari ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga akan menggelar konferensi pers APBNKita. Menarik ditunggu bagaimana perkembangan belanja pemerintah selama kuartal I-2023.
Pergerakan APBn selama Januari-Maret 2023 akan menentukan gerak ekonomi pada kuartal tersebut. Menarik juga disimak apakah Sri Mulyani akan menyampaikan kebijakan khusus untuk tahun ini.
Menjelang Lebaran, pergerakan IHSG bisa berbanding terbalik yakni ramai atau sepi. Ada kemungkinan investor melakukan aksi profit taking untuk ambil untung nenjelang libur panjang Lebaran.
William Surya Wijaya, CEO PT Yugen Bertumbuh Sekuritas, memperkirakan IHSG berpotensi menguat dan bergerak di 6789 - 6929.
"Mengawali pekan terakhir jelang libur panjang hari raya, IHSG masih bergerak dalam rentang konsolidasi wajar dengan potensi menguat untuk rentang jangka panjang, sedangkan dalam jangka pendek masih terlihat peluang tekanan - tekanan minor, momentum koreksi minor masih dapat dimanfaatkan untuk melakukan akumulasi pembelian dengan target investasi jangka panjang," tutur William dalam analisisnya.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Rilis Data Ekonomi, Aksi Korporasi, dan Indikator Ekonomi Nasional
(aum/aum)