- Pasar keuangan Tanah Air mampu mencatatkan kinerja apik pada perdagangan pekan lalu. Mampukah Ia mengulang kinerja positifnya pekan ini?
- Wall Street sukses menguat pada perdagangan pekan lalu disinyalir bisa memberikan sentimen positif ke IHSG hari ini.
- Selain itu, ada banyak data penting baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang bakal mewarnai pergerakan pasar finansial Tanah Air.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan ini menjadi pekan terakhir perdagangan di pasar keuangan menjelang Lebaran. Pada pekan terakhir ini, sejumlah data dan agenda penting justru masih akan diumumkan sehingga investor perlu mencermati.
Setelah pekan lalu pasar finansial Tanah Air terpantau bergairah. Mampukah mereka mengulang positifnya?
Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pergerakan pasar keuangan Indonesia hari ini bisa dibaca di halaman 3 artikel ini.
Dari sisi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan penguatan dengan apresiasi 0,38% ke 6.818,57 didukung dana asing dalam jumlah besar pasca meredanya kekhawatiran akan inflasi AS
Positifnya IHSG juga terseret pasca bank Indonesia mencatat, berdasarkan data transaksi 10 - 13 April 2023, aliran modal asing masuk Rp 8,21 triliun. Terdiri dari Rp 5,12 triliun masuk ke pasar SBN dan Rp 3,10 triliun ke pasar saham.
Jumlah ini jauh lebih besar dari aliran modal asing yang masuk pada periode transaksi 3 - 5 April 2023. Saat itu, nonresiden di pasar keuangan domestik beli neto Rp 4,23 triliun terdiri dari beli neto Rp 2,13 triliun di pasar SBN dan beli neto Rp 2,10 triliun di pasar saham.
Dalam 5 hari perdagangan pekan lalu, IHSG tercatat 3 kali mengalami koreksi dan 2 kali mengalami penguatan.
Pada perdagangan terakhir pekan lalu, Jumat (3/3/2023) IHSG ditutup naik 0,49%. Data pasar menunjukkan investor asing melakukan aksi beli bersih (net sell) senilai Rp 1,9 triliun di pasar reguler.
Data inflasi AS yang mulai mengalami penurunan pada Maret telah memberikan efek positif pada pasar saham global, termasuk IHSG.
Data inflasi ditingkat produsen (producer price index/PPI) di AS pada Maret lalu turun 0,5% secara bulanan (month-to-month/mtm). Padahal, ekspektasi pasar indeks PPI diproyeksi mendatar.
Inflasi yang mulai dingin ini menunjukkan jika ekonomi AS mulai melemah seperti harapan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
Hanya saja, memang kenaikan ini masih belum begitu terasa seiring investor masih khawatir potensi resesi tahun ini.
Pelaku pasar akhir-akhir ini berharap efek meredanya inflasi dan pembalikan arah The Fed menjadi dovish beberapa pekan terakhir turut mendorong indeks saham di AS kembali cerah.
Menurut alat FedWatch CME Group, probabilitas yang memprediksi kenaikan sebesar 25 basis poin (bp) mencapai 66%, sedangkan yang memproyeksikan The Fed mempertahankan suku bunga di pertemuan edisi Mei mencapai 34%.
Dari pasar keuangan lain Rupiah juga masih mencatatkan kinerja yang impresif. Nilai tukar rupiah kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (14/4/2023).
Dengan demikian, rupiah mencatat pekan sempurna, alias selalu menguat di pekan ini. Tidak hanya itu, rupiah juga membukukan penguatan lima pekan beruntun.
Melansir data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan di Rp 14.695/US$, menguat 0,37% di pasar spot. Sepanjang pekan ini penguatan rupiah sebesar 1,44%, dan saat ini berada di level terkuat 8 bulan.
Rupiah mulai dalam tren menguat sejak Silicon Valley Bank (SVB) di Amerika Serikat kolaps. Bank sentral AS (The Fed) yang sebelumnya diprediksi akan kembali agresif menaikkan suku bunga akhirnya menunjukkan sinyal akan segera mencapai terminal rate.
Bahkan, pasar memprediksi ada peluang The Fed akan memangkas suku bunganya tahun ini. Dolar AS pun tertekan, dan rupiah bisa terus melenggang.
Apalagi, aliran modal asing pun kembali berbalik arah. Sebelum SVB kolaps pada 10 Maret lalu, sebenarnya terjadi capital outflow sepanjang hingga Rp 8 triliun sejak akhir Februari, berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR).
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Wall Street Kompak Ditutup Terkoreksi Pekan Lalu
Tiga indeks utama Wall Street kompak berakhir di zona merah pada perdagangan akhir pekan lalu Jumat (14/3/2023) dipicu oleh serangkaian data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang masih beragam. Inilah masih menjadi pemicu para investor khawatir akan kenaikan suku bunga The Fed.
Indeks Dow Jones Industrial Average turun 143,22 poin atau 0,42% menjadi 33.886,47. indeks S&P 500 turun 8,58 poin atau 0,21% ke level 4.137,64. Dan indeks Nasdaq Composite melorot 42,81 poin atau 0,35%, menjadi 12.123,47.
"Hari ini kami mengambil sedikit nafas, setelah kenaikan tajam sehari sebelumnya, pasar mungkin sedikit lebih maju." kata Sal Bruno, kepala investasi di IndexIQ di New York dikutip dari CNBC International.
Pendapatan bank-bank besar AS seperti Citigroup Inc, JPMorgan Chase & Co dan Wells Fargo & Co mengalahkan ekspektasi, diuntungkan dari kenaikan suku bunga dan mengurangi kekhawatiran akan tekanan dalam sistem perbankan.
"Kami melihat sebagian besar neraca yang kuat dan sehat, dan cukup jelas krisis (perbankan daerah) tidak sistemik," ujarnya lagi.
Indeks saham sektor perbankan S&P 500 pun melonjak 3,5% dan saham JPMorgan Chase melejit 7,6%, persentase kenaikan satu hari terbesar sejak 9 November 2020.
Saham Citigroup juga naik 4,8% sementara saham Wells Fargo naik 0,1%.
Tetapi sejumlah data ekonomi AS beragam termasuk penjualan ritel, produksi industri dan sentimen konsumen memperkuat harapan bahwa Fed akan menaikkan suku bunga 25 basis poin lagi pada pertemuan kebijakan bulan depan.
"Produksi industri dan utilisasi kapasitas lebih kuat dari yang diharapkan. Keduanya menunjuk ke ekonomi yang masih memiliki semangat, yang memberi Fed perlindungan untuk melanjutkan kebijakan kenaikan suku bunga pada Mei hingga Juni," kata Bruno.
Ekspektasi tersebut digarisbawahi oleh Presiden Fed Atlanta Raphael Bostic, yang mengatakan kenaikan bunga 25 basis poin dapat memungkinkan Fed untuk mengakhiri siklus pengetatannya.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Simak Sejumlah Sentimen Utama Penggerak Pasar
Dengan cemerlangnya kinerja pasar keuangan pekan lalu, pastinya membawa angin segar bagi para investor pada perdagangan hari ini. Namun memang, perlu digarisbawahi bahwa kita belum terlepas dari kekhawatiran tingginya suku bunga. Pelaku investor masih khawatir dan memasang mode wait and see kemana suku bunga akan berlabuh.
Tapi setidaknya ada beberapa hal penting yang bisa dicermati para investor sebagai angin segar untuk membuka peluang penguatan IHSG pada hari ini. Terlebih pekan ini, perdagangan pasar keuangan hanya berjalan 2 hari di awal pekan.
Pertama, Wall Street yang kompak berakhir melemah pada perdagangan akhir pekan lalu menjadi antisipasi bagi investor khawatirnya bakal membawa sentimen negatif bagi IHSG karena beberapa pelaku pasar masih khawatir akan data implikasi atas pengumuman sejumlah data ekonomi.
Kemudian, ketegangan antara suku bunga dan harga saham sepertinya tak bisa lepas belakangan ini. investor terus mencerna data ekonomi untuk indikasi sikap The Fed yang cenderung masih hawkish hingga beberapa bulan ke depan.
Pelaku pasar akhir-akhir ini berharap efek meredanya inflasi dan pembalikan arah The Fed menjadi dovish beberapa pekan terakhir.
Seperti diketahui, Departemen Tenaga Kerja AS mengumumkan inflasi melandai menjadi 5% yoy pada Maret 2023 dibandingkan 6% pada Februari. Inflasi juga lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan ekonom 5,2%.
Inflasi inti, yang tidak memperhitungkan harga makanan dan energi yang volatil, naik 5,6%, sejalan dengan perkiraan konsensus.
Para investor saat ini bertaruh The Fed bakal mengambil jalur dovish, dengan pemangkasan suku bunga diproyeksikan dimulai musim panas nanti.
Ketiga, saat ini para investor akan menunggu efekkick offmusim laporan laba (earnings season) perusahaan AS terhadap Wall Street dan bursa global, termasuk IHSG.
Sebagian investor percaya musim laporan keuangan perusahaan AS, terutama perbankan kakap, yang solid bisa menjadi pendongkrak saham.
Wajar saja, sektor perbankan menjadi sorotan usai kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) cs dan kasus merger raksasa bank Swiss Credit Suisse ke UBS pada Maret lalu.
Dari dalam negeri, di awal pekan ini investor akan disuguhkan dengan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) terkait perdagangan internasional Indonesia periode Maret 2023.
Surplus neraca perdagangan diperkirakan mengecil pada Maret 2023. Surplus menyusut karena melandainya ekspor serta di sisi lain impor meningkat menjelang Lebaran. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 14 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Maret 2023 sebesar US$ 4,19 miliar.
Surplus tersebut jauh lebih rendah dibandingkan Februari 2023 yang mencapai US$ 5,48 miliar. Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 35 bulan beruntun.
Konsensus juga menunjukkan bahwa ekspor masih akan terkontraksi 7,4% (year on year/yoy) sementara impor turun 9,5%. Sebagai catatan, nilai ekspor Februari 2023 naik 4,51% (yoy) sementara impor turun 4,32% (yoy).
Ekspor Indonesia diproyeksi terkontraksi karena harga komoditas yang turun serta melemahnya permintaan global.
Hari ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga akan menggelar konferensi pers APBNKita. Menarik ditunggu bagaimana perkembangan belanja pemerintah selama kuartal I-2023.
Pergerakan APBn selama Januari-Maret 2023 akan menentukan gerak ekonomi pada kuartal tersebut. Menarik juga disimak apakah Sri Mulyani akan menyampaikan kebijakan khusus untuk tahun ini.
Menjelang Lebaran, pergerakan IHSG bisa berbanding terbalik yakni ramai atau sepi. Ada kemungkinan investor melakukan aksi profit taking untuk ambil untung nenjelang libur panjang Lebaran.
William Surya Wijaya, CEO PT Yugen Bertumbuh Sekuritas, memperkirakan IHSG berpotensi menguat dan bergerak di 6789 - 6929.
"Mengawali pekan terakhir jelang libur panjang hari raya, IHSG masih bergerak dalam rentang konsolidasi wajar dengan potensi menguat untuk rentang jangka panjang, sedangkan dalam jangka pendek masih terlihat peluang tekanan - tekanan minor, momentum koreksi minor masih dapat dimanfaatkan untuk melakukan akumulasi pembelian dengan target investasi jangka panjang," tutur William dalam analisisnya.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Rilis Data Ekonomi, Aksi Korporasi, dan Indikator Ekonomi Nasional
Berikut beberapa agenda penting terkait data ekonomi yang akan rilis hari ini:
- Data neraca perdagangan Indonesia periode Maret 2023 (11:00)
- Konferensi pers APBNKita (14:00)
- Pidato dua pejabat ECB (02:30)
- Pidato pejabat bank sentral Inggris (08:00)
- Pidato Ketua bank sentral Eropa (ECB) (10:00)
- Indeks Pasar Perumahan NAHB Amerika Serikat (09:00)
- Pengumuman MLF 1 Tahun PboC China
Selain itu, hari ini setidaknya ada beberapa agenda korporasi, diantaranya:
- Pembagian dividen BNLI
- Pembagian dividen CMR
- Pembagian dividen CSAP
- Pembagian dividen DRMA
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) SMGR
- RUPS CINT
Terakhir, berikut adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]