
Analisa dan Penyebab IHSG Melemah 0,4%

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan pada perdagangan sesi I hari ini (13/4/23). IHSG turun 0,40% menjadi 6.772,05 secara harian.
Sebanyak 306 saham melemah, 203 saham menguat sementara 207 lainnya mendatar. Hingga istirahat siang, nilai transaksi mencapai sekitar Rp 4,7 triliun dengan melibatkan 10,7 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 823 ribu kali.
Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) via Refinitiv setengah dari total sektor berada di zona merah dengan sektor energi memimpin pelemahan 2,32%.
Saham milik PT Bayan Resources merosot 4.33%, PT Gojek Tokopedia melorot 3,23%, sementara Sumber Saham Alfaria turun 2,50%. Selain itu, PT Merdeka Copper Gold melemah 2,16% dan PT Surya Esa Perkasa tenggelam 6,94%. Kelima saham tersebut merupakan laggard utama IHSG pada perdagangan sesi I kali ini.
Investor akan merespons rilis data inflasi AS tadi malam waktu Indonesia dan mencerna rilis risalah rapat FOMC The Fed pada Kamis dini hari waktu Indonesia.
Menurut data Departemen Ketenagakerjaan AS, inflasi AS mendingin pada Maret seiring kenaikan suku bunga AS tampaknya semakin terlihat dampaknya.
Menurut data Departemen Ketenagakerjaan AS, Indeks Harga Konsumen (CPI) naik 0,1% pada Februari, sedikit lebih rendah dibandingkan estimasi Dow Jones 0,2%.
Sementara, inflasi tahunan mencapai 5%, lebih rendah dari estimasi 5,1%. Ini bisa memberikan The Fed ruang untuk kembali menghentikan sejenak kenaikan suku bunga pada bulan depan.
Adapun, apabila mengeluarkan item makanan dan energi, CPI inti naik 0,4% dan 5,6% secara tahunan, sesuai prediksi.
Data tersebut menunjukkan, inflasi memang masih di atas target 2% The Fed, tetapi setidaknya mulai menunjukkan tanda-tanda pelemahan.
The Fed sendiri sudah mengerek suku bunga acuan sebanyak 9 kali atau sebanyak 475 basis poin/bps (dari level hampir nol) sejak Maret tahun lalu untuk mendinginkan ekonomi dan menjinakkan inflasi yang meninggi seiring ekonomi pulih dari pandemi yang sempat membuat gangguan rantai pasok dan kekurangan tenaga kerja.
Pada Maret lalu, Jerome Powell cs menaikkan federal-funds rate (FFR) sebesar 0,25%, membuat suku bunga acuan tersebut berada di rentang 4,75% hingga 5%.
Akibat krisis sistem perbankan pasca-kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) hingga 'kawin paksa' Credit Suisse dengan rival sesama Swiss-nya UBS, pada awal Maret lalu, The Fed memberikan sinyal bahwa pihaknya mungkin akan mengakhiri 'parade' kenaikan suku bunga lebih cepat dari sebelumnya.
Investor akan menunggu rapat FOMC The Fed pada minggu pertama Mei untuk melihat langkah bank sentral Negeri Paman Sam tersebut ke depan.
Menurut alat FedWatch CME Group, pasar cenderung memproyeksikan The Fed akan menaikkan suku bunga 25 bps bulan depan.
Selain soal inflasi, kick off musim laporan keuangan kuartal I 2023 akan dimulai di AS, dengan nama-nama seperti Delta Airlines, dan raksasa perbankan JPMorgan Chase, Citigroup hingga Wells Fargo. Naman-nama ini akan ikut memengaruhi suasana Wall Street pekan ini.
Sektor perbankan, yang menjadi sorotan akibat kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) dkk, juga bakal menjadi perhatian utama investor seiring apakah para bos bank akan menahan pertumbuhan kredit ke depan yang berpotensi menggerus profit.
Menurut estimasi analis dari Refinitiv I/B/E/S, sebagaimana dikutip Reuters, Senin (10/4), mayoritas bank Wall Street kemungkinan akan melaporkan laba kuartalan yang lebih rendah, dampak krisis perbankan dan perlambatan ekonomi.
Analyst Refinitiv menyebut, laba per saham (EPS) enam bank terbesar AS diramal akan turun 10% dibandingkan tahun sebelumnya.
Dari dalam negeri, rilis penjualan mobil per Maret bisa menjadi sentimen tambahan yang dilihat investor hari ini.
Sementara, data neraca dagang China, rilis PDB Britania Raya, hingga data inflasi harga produsen (PPI) AS juga akan menjadi perhatian pasar.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(fsd/fsd)