
Ada Kabar Buruk dari IMF, Investor Bakal Mumet!

Secara umum, pekan ini fokus utama pelaku pasar adalah rilis data inflasi AS yang bakal dirilis pada Rabu malam waktu Indonesia (12/4). Ini akan menjadi indikator utama bagaimana The Fed akan mengambil langkah ke depannya.
Untuk diketahui, inflasi AS naik pada Februari 2023. Indeks harga konsumen (CPI) meningkat 0,4% pada Februari, menempatkan tingkat inflasi tahunan sebesar 6%. Laporan tersebut persis sejalan dengan perkiraan Dow Jones.
Tidak termasuk harga makanan dan energi, CPI inti juga naik 0,5% pada Februari dan 5,5% dalam basis 12 bulan. Laporan bulanan tersebut sedikit di atas perkiraan 0,4%, tetapi tingkat tahunan sesuai dengan prediksi.
Bagi The Fed, CPI bulanan yang mengukur harga sekeranjang barang dan jasa, telah menjadi titik data utama dalam keputusannya untuk menaikkan suku bunga selama setahun terakhir. Sejak Maret tahun lalu, suku bunga naik dari nol menjadi 4,5% menjadi 4,75%, level tertinggi sejak 2007.
Kick off musim laporan keuangan kuartal I 2023 akan dimulai di AS, dengan nama-nama seperti Delta Airlines, dan raksasa perbankan JPMorgan Chase, Citigroup hingga Wells Fargo. Nama-nama ini akan ikut mempengaruhi suasana Wall Street pekan ini.
Sektor perbankan, yang menjadi sorotan akibat kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) dkk, juga bakal menjadi perhatian utama investor seiring apakah para bos bank akan menahan pertumbuhan kredit ke depan yang berpotensi menggerus profit.
Menurut estimasi analis dari Refinitiv I/B/E/S, sebagaimana dikutip Reuters, Senin (10/4), mayoritas bank Wall Street kemungkinan akan melaporkan laba kuartalan yang lebih rendah, dampak krisis perbankan dan perlambatan ekonomi.
Analyst Refinitiv menyebut, laba per saham (EPS) enam bank terbesar AS diramal akan turun 10% dibandingkan tahun sebelumnya.
Selain soal data inflasi, data perubahan stok minyak dan bensin AS yang dirilis EIA hingga laporan kebijakan moneter BoC Kanada akan turut mewarnai pergerakan pasar hari ini.
Dari dalam negeri, rilis penjualan ritel tahunan per Februari juga akan ikut menjadi sentimen untuk pasar keuangan domestik. Ekonom yang dihimpun Tradingeconomics memperkirakan, penjualan ritel akan turun 0,8%, usai turun 0,6% YoY pada Januari lalu.
Padahal, pada Desember 2022, penjualan ritel RI tumbuh positif 0,7%. Pertumbuhan negatif penjualan ritel RI pada Januari menjadi yang pertama sejak September 2021, di tengah lemahnya konsumsi akibat biaya pinjaman yang tinggi.
Menambah 'kesibukan' investor di pekan ini, Dana Moneter Internasional (IMF), dikutip dari CNBC International, Selasa (11/4), memangkas outlook pertumbuhan ekonomi global 2023 seiring kenaikan suku bunga 'mendinginkan' aktivitas ekonomi.
Dalam laporan World Economic Outlook (WEO) teranyarnya, IMF memperingatkan gejolak sistem keuangan yang parah dapat memangkas produksi ke tingkat yang mendekati resesi.
Ke depan, jelas ekonom IMF, risiko terhadap pertumbuhan ekonomi terus menghantui, merujuk pada krisis sistem perbankan, Silicon Valley Bank (SVB) di AS dan 'kawin paksa' Credit Suisse dan rival UBS Group di Swiss, pada Maret lalu.
"Dengan peningkatan volatilitas pasar keuangan baru-baru ini, kabut seputar prospek ekonomi dunia telah menebal," kata IMF di tengah pertemuan musim semi minggu dengan Bank Dunia pekan ini di Washington, AS.
Dalam laporan teranyarnya, IMF memperkirakan pertumbuhan PDB riil global sebesar 2,8% untuk 2023 dan 3,0% untuk 2024.
Angka tersebut turun tajam dari pertumbuhan 3,4% pada 2022 di tengah kebijakan moneter yang lebih ketat saat ini.
"'Hard landing' - terutama untuk ekonomi maju - telah menjadi risiko yang jauh lebih besar. Pembuat kebijakan mungkin menghadapi trade-off yang sulit untuk menurunkan inflasi dan mempertahankan pertumbuhan sambil menjaga stabilitas keuangan," jelas IMF.
Sementara, prakiraan pertumbuhan ekonomi selama 2023 dan 2024 diturunkan sebesar 0,1 poin persentase dari perkiraan yang dikeluarkan sebelumnya pada Januari.
IMF juga memperkirakan pertumbuhan global sebesar 3% pada 2028. Ini menjadi prospek pertumbuhan lima tahun terendah sejak WEO pertama kali diterbitkan pada tahun 1990.
Lebih lanjut, proyeksi IMF untuk ekonomi AS sedikit membaik, dengan pertumbuhan 2023 sebesar 1,6% dibandingkan perkiraan 1,4% pada Januari lalu di tengah pasar tenaga kerja yang tetap kuat
Namun, IMF memangkas proyeksi beberapa ekonomi utama, seperti Jerman yang diperkirakan akan terkontraksi 0,1% pada 2023 dan Jepang, yang sekarang diperkirakan akan tumbuh 1,3% tahun ini, lebih rendah dibandingkan perkiraan 1,8% pada Januari lalu.
IMF juga menaikkan perkiraan inflasi inti 2023 menjadi 5,1%, dari prediksi 4,5% pada Januari, lantaran inflasi disebut belum mencapai puncaknya di banyak negara meskipun harga energi dan pangan sudah mulai turun.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Rilis Data & Indikator Ekonomi
(trp/trp)