
Gelombang 'Kemarahan' Terhadap Rusia Masih Ada, Ini Buktinya!

Jakarta, CNBC Indonesia - Selama setahun terakhir, ternyata perang Rusia-Ukraina memunculkan dampak yang panjang. Selain persoalan inflasi dan melonjaknya harga energi kini juga berdampak nyata pada warga Rusia sendiri.
Setahun berlalu, nyatanya semakin sulit dan mahal bagi orang Rusia untuk bepergian ke luar negeri. Tetapi beberapa mengatakan itu hanya awal dari kekhawatiran mereka.
Hal ini dipicu oleh meningkatnya sentimen anti-Rusia, beberapa warga Rusia berbicara kepada CNBC Travel tentang kekhawatiran mereka, bagaimana mereka diperlakukan saat bepergian, dan apa yang terlintas dalam pikiran mereka ketika orang bertanya dari mana asal mereka.
Bagaimana Berlibur Menjadi Suatu Hal yang Berbeda Bagi Orang Rusia
Julia Azarova, seorang jurnalis independen, mengatakan dia meninggalkan Rusia setahun yang lalu. Dia mengatakan dia melarikan diri dari Moskow ke Istanbul setelah invasi ke Ukraina, sebelum akhirnya menetap di Lituania.
"Saya harus meninggalkan negara saya sendiri" atau berisiko dipenjara, katanya. "Kami harus mengepak barang-barang kami dalam sehari dan pergi."
Sejak itu, Azarova mengatakan dia pernah ke Latvia dua kali, tetapi dia tidak bisa pergi ke Ukraina, di mana dia memiliki kerabat. Teman-teman Rusianya mengalami masalah saat masuk ke Polandia, sementara rekan-rekannya dicegah memasuki Georgia, yang terakhir kemungkinan menunjukkan kesetiaan kepada Putin, ungkapnya.
Bahkan mereka sebagian besar telah mengungkapkan bahwa bepergian ke suatu tempat di luar negeri sepertinya sesuatu yang tak terbayangkan dan mustahil.
Selain itu mereka juga harus dihadapkan dengan tiket pesawat yang harganya sangat mahal. Ditambah lagi kartu kredit Rusia diblokir hampir di mana-mana dan membeli mata uang asing di Rusia sangat sulit.
"Sangat sulit untuk pergi ke luar negeri dan bertemu orang baru dengan berpikir bahwa Anda adalah orang dari Rusia - dan bagaimana orang akan menanggapinya," kata Lana dikutip dari CNBC International.
Dia berkata ketika orang bertanya dari mana asalnya, ada "momen antisipasi" yang tidak ada ketika dia masih muda.
Saat bepergian, mereka harus bersiap untuk komentar negatif. Meskipun ada juga orang telah menawarkan kata-kata simpati dan perhatian.
Ini menandakan bahwa gelombang kemarahan terhadap Rusia telah menyelimuti berbagai belahan dunia, dari Eropa hingga Amerika Serikat, dalam insiden yang digunakan pemerintah Rusia untuk mengobarkan nasionalisme di negara tersebut.
Lantas, Apakah orang Rusia hanya bisa bepergian ke Wilayah 'Sekutunya'?
Bukan tanpa alasan, Rusia "bersatu" dengan Iran dan China di Arab. Di tengah tekanan Amerika Serikat (AS) dan Eropa, ketiga negara makin erat bekerja sama.
Dalam update terbaru Moskow, Teheran dan Beijing memulai latihan bersama angkatan laut di Laut Arab. Ini dilakukan sejak 15 Maret.
Sebelumnya, Presiden Vladimir Putin telah berusaha untuk meningkatkan hubungan politik, ekonomi dan militer dengan China dan Iran. Hubungan makin erat saat Kremlin dimusuhi Barat setelah mengirim pasukan ke Ukraina.
Bahkan, hubungannya terlihat erat ketika baru-baru ini Yuan China dikabarkan telah menggantikan dolar AS sebagai mata uang yang paling banyak diperdagangkan di Rusia, setahun setelah invasi Ukraina menyebabkan serangkaian sanksi Barat terhadap Moskow.
Sebelum invasi, volume perdagangan yuan di pasar Rusia dapat sangat diabaikan.
Peralihan ini terjadi pasca sanksi tambahan yang memengaruhi beberapa bank di Rusia yang mempertahankan kemampuan untuk melakukan transfer lintas batas dalam dolar dan mata uang lain dari negara yang dicap "tidak bersahabat" oleh Kremlin.
Raiffeisen Bank International AG, yang cabang Rusianya tetap menjadi salah satu saluran utama pembayaran internasional di negara itu, termasuk di antara pemberi pinjaman yang mendapat tekanan tinggi dari otoritas Eropa dan AS.
Rusia telah memperdalam hubungannya dengan China sejak invasi Februari 2022 yang memicu putusnya hubungan dengan Barat.|
Pada Maret 2023, Presiden China Xi Jinping diketahui melakukan kunjungan pertamanya ke luar negeri.
Dia berkunjung ke Moskow setelah pemilihannya kembali dan berjanji kepada Kremlin untuk memperluas kerja sama di bidang perdagangan, investasi, rantai pasokan, proyek besar, energi, dan teknologi tinggi.
Sanksi menyeluruh yang menargetkan sistem keuangan Rusia telah memaksa Kremlin dan perusahaan Rusia untuk mengalihkan transaksi perdagangan luar negeri mereka dari dolar dan euro ke mata uang negara-negara yang telah menolak untuk bergabung dengan pembatasan apa pun.
Bank Rusia secara teratur meminta perusahaan dan warga negara untuk memindahkan aset mereka ke mata uang rubel atau mata uang "ramah" untuk menghindari risiko pemblokiran atau pembekuan.
Terlepas dari semua itu, dolar tetap menjadi mata uang paling populer di pasar Rusia sampai sekarang, jarang kalah dari yuan dalam hal volume pada hari perdagangan tertentu.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(aum/aum)