
SVB Picu Ketakutan Baru: Resesi & Pinjaman Kredit Dipersulit

Menteri Keuangan RI Sri Mulyani menilai musibah SVB berdampak besar bagi keuangan AS, meskipun SVB bukan kategori bank besar di Negeri Paman Sam.
Padahal, menurut Sri Mulyani, SVB dengan aset US$ 200 miliar, termasuk kecil dibandingkan nilai aset perbankan AS yang bisa mencapai US$ 1,3 kuadriliun.
"Bank kecil seperti SVB, dalam ukuran negara maju seperti AS dimana aset perbankan mencapai US$ 1,3 kuadriliun, bisa menggoyangkan kepercayaan sektor keuangan mereka," paparnya dalam Konferensi Pers APBN KiTa edisi Maret 2023, Selasa (14/3/2023).
Dalam kesempatan berbeda, mantan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengungkapkan, ada beberapa pelajaran yang dapat dipetik dari kebangkrutan kasus bank asal AS, SVB.
"Saya rasa kasus SVB bank banknya memang tak terlalu besar, tapi termasuk bank terbesar kedua yang pernah ditutup oleh Amerika," ujarnya dalam acara squawk box CNBC Indonesia, Senin (20/3).
Menurutnya, meskipun SVB bukanlah perbankan terbesar di AS, tetapi dapat membuat gejolak yang besar dalam kondisi krisis. Pasalnya, hal itu dapat memicu kepanikan di pasar saham yang mana para investor menarik dananya karena alasan psikologis.
"Kalau terjadi rush, bank sebesar apapun, sekuat apapun pasti akan menjadi masalah. Karena rush ini masyarakat tak percaya dan mengambil uangnya dan ini adalah solusi yang harus dikomunikasikan lebih awal," ungkapnya.
Wimboh menambahkan, sebenarnya SVB dapat memiliki solusi, namun karena terlanjur heboh dan membuat pelaku usaha panik, sehingga menjadi persoalan yang tidak dapat teratasi.
"SVB ini sebenarnya mempunyai beberapa solusi yang tunggu waktu beberapa hari, kemudian sudah terlanjur di rush dan akhirnya menjadi bermasalah. Kalau. sudah begitu peran otoritas bagaimana menyelesaikannya. Mencari investor dan tentunya FDIC sangat penting karena dia menjamin deposit, dan ini adalah alat salah satu contoh yang sebenarnya menurut hemat kami dengan komunikasi yang baik lebih awal ya ini bisa, tidak mesti terjadi rush," jelasnya.
Wimboh menambahkan, regulator dan pemerintah terkait saat ini harus membuat berbagai kebijakan yang dapat memberikan dampak positif ke seluruh perusaahan, termasuk perbankan saat krisis berlangsung. Apalagi, dalam menghadapi isu tren kenaikan suku bunga yang masih berlangsung tidak dapat terhindari.
"Dampak psikologis terjadi ke seluruh dunia. Terutama bagi bank-bank yang punya bisnis langsung dengan SVB, apalagi SVB yang beroperasi di London misalkan. Ini mempunyai risiko lebih besar," sebutnya.
"Permodalan yang cukup dan likuiditas pasar kita juga terjaga dengan baik, pemerintah selalu mem-balance [menyeimbangkan] antara kecukupan likuiditas dan ketahanan likuiditas di sektor perbankan. Dan pasar modal kita voatilitasnya terkendali sehingga masyarakat tak perlu panik. karena tak ada alasan untuk khawatir karena tak ada hubungan langsung antar SVB dengan bisnis bank di Indonesia," pungkasnya.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mae/mae)