FUNDAMENTAL PUNDIT

CPO Masih Lesu, Saham Salim Ivomas Jadi Madesu?

Research - Susi Setiawati, CNBC Indonesia
20 March 2023 09:55
Salim Ivomas Foto: SIMP.co.id
  • Secara laba bersih SIMP meningkat 21% pada tahun 2022 namun peningkatan laba bersih justru bukan berasal dari pendapatan, melainkan dari kenaikan penghasilan keuangan, kenaikan bagian laba entitas asosiasi dan juga turunnya beban keuangan
  • Ekspor minyak sawit Indonesia selama empat tahun terakhir terus merosot
  • Valuasi SIMP terbilang undervalued dengan PBV hanya 0,36.

Jakarta, CNBC Indonesia - Hingga pertengahan maret harga minyak sawit (CPO) masih cenderung sideaway dimana pergerakan harganya masih bolak-balik ke harga MYR3600 hingga MYR4200 per ton.

Data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menunjukkan ekspor CPO terus menurun sejak 2019.

Efek penurunan ekspor tersebut mempengaruhi salah satu emiten di sektor komoditas minyak sawit yakni PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP).

Produsen minyak goreng merk Bimoli ini mengalami penurunan kinerja pada pendapatannya. Pendapatan mereka menyusut 9% pada  2022 jika dibandingkan dengan 2021.

Pada perdagangan Jumat (17/3/2023) harga saham SIMP di tutup di harga Rp388 dengan naik 1,04%. Diketahui SIMP sudah listing di Bursa Efek Indonesia sejak 9 Juni 2011 dengan harga IPO Rp1.100.

Lalu apakah SIMP masih cukup menarik di lirik di tahun 2023 untuk diinvestasikan? Mari bahas.

Pertumbuhan Laba Tahunan

Jika melihat dari pertumbuhan laba bersih tahun berjalan SIMP meningkat dari 2020 hingga 2022. padahal, pada 2019 masih merugi Rp 642 miliar tetapi pada 2022 melonjak menjadi Rp 1,5 triliun.

Laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk pada  2022 sebesar Rp 1,2 triliun, meningkat 21% dibandingkan 2021 sebesar Rp990 miliar.

Laba SIMP naik, namun kenaikan ini justru bukan dari pendapatan SIMP.  Dari sisi pendapatan,  SIMP pada 2022 turun 9% menjadi Rp 17,79 triliun yang dimana pada 2021 sebesar Rp 19,65 triliun.

Kenaikan laba tersebut berasal dari peningkatan penghasilan keuangan yang naik dari R p69,4 miliar pada 2021 menjadi Rp 93,5 miliar pada  2022 dan kenaikan bagian laba entitas asosiasi yang dimana pada tahun 2021 merugi Rp 15,2 miliar menjadi surplus Rp 2,9 miliar pada  2022.

Dan juga turunnya beban keuangan dimana pada 2021 Rp 689,7 miliar menjadi Rp 619,9 miliar pada 2022.

Jika melihat dalam laporan keuangan SIMP per 31 Desember 2022 pada catatan kaki, terlihat penurunan penjualan terjadi pada penjualan minyak dan lemak nabati baik domestik maupun ekspor dimana pada 2021 Rp16,2 triliun menjadi Rp12,6 triliun pada 2022.

Valuasi

Secara Book Value (BV) dan PBV (Price Book Value) harga saham SIMP masih terbilang cukup murah.

Untuk Gross Profit Margin (GPM) berada di 26,13%. Yang berarti margin atau selisih antara pendapatan dengan beban pokok pendapatannya keuntungannya berkisar 26,13%.

Secara harga, Net Profit Margin (NPM) berada di 3,32%. Angka ini cukup kecil dalam menghasilkan laba bersih, sehingga SIMP perlu meningkatkan pendapatannya agar NPM bisa berada di angka yang tinggi.

Kemudian Return On Equity (ROE) berada di 7,12%. Angka ini juga belum cukup ideal, masih berada di bawah 8,32%. Yang berarti kemampuan dalam mengelola modal terhadap laba bersih masih belum cukup efisien.

Untuk Return On Asset (ROA) berada di 3,32%. Angka ini masih kurang ideal, masih berada di bawah 5,98%. Yang berarti kemampuan dalam mengelola aset terhadap laba bersih masih belum cukup efisien.

Namun untk Debt to Equity Ratio (DER) SIMP berada di angka yang cukup sehat di 88,79%. Yang dimana total hutang tidak lebih besar dibandingkan dengan total modal sehingga masih cukup aman untuk menutupi total hutangnya dari modal.

Dan secara Cash Ratio (CR) berada di angka 45.42%. Bisa dibilang likuiditas kas pada SIMP masih kurang baik, masih jauh dari 100%. Yang berarti kemampuan dalam membayar kewajiban lancar terhadap kasnya masih kurang efisien.

Kompetitor

Secara kompetitor jika dibandingkan dengan empat emiten lainnya. SIMP unggul dengan harga paling murah dengan PBV 0.36. Secara PER semua terbilang undervalued alias murah. Untuk PER dalam bisnis perkebunan sawit bisa di bilang murah jika PER di bawah 20.

Untuk PER MGRO -44,32 dikarenakan kondisi ini biasanya emiten sedang tidak baik-baik saja karena Perseroan masih membukukan kerugian.

Dapat dilihat pada NPM MGRO yang masih berada di angka negatif -0,86%, dikarenakan pada laporan keuangan terakhir yang dilaporkan ke Bursa Efek Indonesia masih membukukan kerugian.

Dari ke lima emiten di atas SGRO dan LSIP yang memiliki NPM cukup baik, disusul DSNG kemudian SIMP.

Bisnis

Salim Ivomas adalah kelompok usaha agribisnis yang terdiversifikasi dan terintegrasi dengan operasi bisnis utama yang berkisar antara penelitian dan pengembangan, pengembangbiakan dan budidaya kelapa sawit.

mereka juga bergerak pada penggilingan dan pemurnian minyak sawit mentah, dan pemasaran dan distribusi minyak goreng, margarin, shortening dan produk turunan lainnya.

SIMP Group juga melakukan penanaman tanaman lain seperti karet, tebu, kakao dan teh.

PT. Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) yang tergabung di Indonesia, dan Indofood Agri Resources Ltd., Singapura ("IndoAgri") adalah perusahaan induk dari kedua kelompok tersebut. First Pacific Company Limited, Hong Kong, adalah induk utama Grup.

Prospek Bisnis

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memproyeksikan ekspor CPO pada tahun ini akan mengalami penurunan dibandingkan 2022.

Salah satu penyebabnya yakni mulainya implementasi program pencampuran biodiesel ke dalam bahan bakar minyak solar yang akan ditingkatkan menjadi 35 % atau B35.

Dengan program B35 itu, otomatis jatah ekspor sawit bakal menurun. Program B35 ini sudah berjalan per 1 Februari 2023.

Menurut laporan Gapki, ekspor CPO Indonesia terus mengalami penurunan dari 37,4 juta ton pada 2019 menjadi 33,67 juta ton. Ekspor bahkan tetap melandai 8,52% menjadi 30,8 juta ton pada 2022 di mana harga CPO terbang.

Harga CPO menembus rekor tertingginya pada 29 April 2022 di posisi MYR 7.104 per ton sebagai dampak meletusnya perang Rusia-Ukraina 2022. Namun, harga terus melandai sejak awal tahun karena normalisasi serta masih melandainya permintaan.

Pelonggaran kebijakan Covid-19 di China memang menjadi faktor positif karena China merupakan salah satu konsumen terbesar CPO, selain India. Meskipun diperkirakan akan meningkat, permintaan CPO dari China ataupun India diperkirakan masih di bawah level sebelum pandemi.

Selain itu, negara-negara Eropa sebagai konsumen minyak sawit dalam jumlah besar telah berupaya menurunkan konsumsi impor minyak sawit secara bertahap dalam dua tahun terakhir.

Produksi di Malaysia diperkirakan akan tetap meningkat 3%-5%, sedangkan produksi Indonesia akan naik sekitar 3%. Kelebihan pasokan ini dikhawatirkan tidak dapat diimbangi oleh permintaan yang masih lesu. Sehingga, kondisi tersebut berujung pada harga CPO yang bakal stagnan bahkan cenderung turun.

Layak beli atau tidak?

Secara laba bersih SIMP meningkat 21% pada tahun 2022 namun peningkatan laba bersih justru bukan berasal dari pendapatan, melainkan dari kenaikan penghasilan keuangan.

Kenaikan bagian laba entitas asosiasi dan juga turunnya beban keuangan. Hal ini masih menjadi perhatian untuk Perseroan dalam meningkatkan pendapatan agar mampu meningkatkan laba lebih tinggi.

Kondisi global pada permintaan CPO yang masih lesu pada 2023 juga masih menjadi tantangan bagi industri bisnis CPO. Dengan kondisi tersebut, emiten-emiten di sektor sawit memang belum cukup menarik untuk di tahun 2023 termasuk SIMP.

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(saw/saw)

[Gambas:Video CNBC]