Macro Insight

Jumlah Bank Gagal AS Capai 562, Asetnya Tak Terhitung Rupiah

Research - Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
14 March 2023 09:50
FILE PHOTO: A sign for Silicon Valley Bank (SVB) headquarters is seen in Santa Clara, California, U.S. March 10, 2023. REUTERS/Nathan Frandino/File Photo/File Photo Foto: REUTERS/NATHAN FRANDINO
  • Ekonomi Amerika Serikat (AS) sedang dilanda kekhawatiran finansial yang luar biasa ini masih saja dipicu oleh kolabsnya Silicon Valley Bank (SVB) pekan lalu.
  • Sebelum SVB, data FDIC telah mencatat ada sebanyak 562 bank gagal sejak tahun 2000 atau dalam 23 tahun lalu. Total aset keseluruhan dari bank tersebut mencapai US$ 721.562,2 triliun.
  • Dari 20 jajaran aset terbesar, SVB diketahui memiliki aset kedua terbesar saat keruntuhannya.

Jakarta, CNBC Indonesia - Gonjang-ganjing ekonomi Amerika Serikat (AS) pasca Silicon Valley Bank (SVB) menyatakan kolaps akhir pekan lalu memicu kekhawatiran krisis di sektor perbankan sejak krisis finansial 2008. Ironisnya, suku bunga yang tinggi di AS menjadi salah satu penyebab kolapsnya bank yang berfokus pada startup ini.

Seperti diketahui, The Fed sangat agresif dalam menaikkan suku bunga sejak tahun lalu guna meredam inflasi. Dalam setahun terakhir, The Fed menaikkan Federal Funds Rate (FFR) sebesar 450 basis poin menjadi 4,5% - 4,75%, tertinggi sejak 2007 dan menjadi yang teragresif dalam empat dekade terakhir.

Bahkan pekan lalu, Ketua The Fed Jerome Powell memberikan sinyal bakal menaikkan suku bunga lebih agresif lagi. Artinya ketika data ekonomi yang lebih kuat, maka "tingkat akhir suku bunga kemungkinan akan lebih tinggi dari yang diperkirakan sebelumnya."

Goldman Sachs menaikkan perkiraan kisaran target suku bunga The Fed menjadi 5,5-5,75% sehubungan dengan kesaksian Powell serta sejalan dengan perkiraan pasar saat ini menurut data CME Group.

Tingginya suku bunga The Fed menjadi salah satu penyebab kolapsnya SVB. Banyak perusahaan startup menarik deposito mereka di SVB akibat kondisi saat ini menyulitkan untuk IPO.

Penarikan dana yang ditempatkan di bank menjadi jalan untuk menstabilkan kondisi finansial.

Sebelum Silicon Valley Bank, sejak tahun 2000  sudah banyak bank di AS yang tumbang.

Lembaga Penjamin Simpanan/The Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) mencatat total bank yang mengalami kegagalan  ternyata begitu fantastis. Sejak 2000, ada 562 bank dengan total asetnya mencapai US$ 929,406 miliar.

Jika dikurskan ke rupiah maka aset bank tersebut menembus Rp 14.275 triliun (kurs US$1=15.360)

Sementara itu, sejak tahun 1984 hingga 2023 setidaknya ada 20 bank gagal dengan aset terbesar saat kegagalannya. SVB ternyata memiliki aset mencapai US$ 209 miliar pada saat keruntuhannya.

Bahkan setelah disesuaikan dengan inflasi, asetnya hanya tertinggal dari Washington Mutual, yang memegang aset US$ 434 miliar ketika gagal pada tahun 2008.

Kegagalan besar lainnya di daftar teratas tersebut telah memicu perubahan besar di dunia perbankan.

Aset dan operasi Washington Mutual yang gagal, pemberi pinjaman hipotek utama AS, diakuisisi oleh JPMorgan Chase pada tahun 2008 pada puncak krisis keuangan. Kita ulas 3 kegagalan bank dengan aset terbesar sebelum SVB.

Washington Mutual (2008)

Washington Mutual merupakan bank simpan pinjam yang konservatif. Pada tahun 2008, itu menjadi bank gagal terbesar dalam sejarah AS. Pada akhir tahun 2007, WaMu memiliki lebih dari 43.000 karyawan, 2.200 kantor cabang di 15 negara bagian, dan deposito sebesar $188,3 miliar.

Ia merupakan bank dengan aset paling besar di AS saat mengalami kegagalan yakni di angka US$ 434 miliar. WaMu ini rugi akibat kucuran pinjaman ke sektor perumahan AS. Ini merupakan kebangkrutan terbesar dalam sejarah perbankan AS.

WaMu ditutup setelah nasabah menarik dana besar-besaran sejak 15 September 2008 bersamaan dengan Lehman Brothers mengalami kebangkrutan tahun 2008.

Penarikan dana mencapai US$ 16,7. Ini juga merupakan efek domino, yang umum terjadi pada saat krisis keuangan sedang pada puncaknya. Warga atau deposan yang gelisah mengamankan uangnya dengan menarik simpanan di bank yang belum bangkrut agar tak menjadi korban, seperti nasabah di bank lain.

Krisis kepercayaan berpotensi mengganggu perekonomian karena ketidakstabilan dan rusaknya kepercayaan investor untuk menanamkan dananya di sektor bisnis.

Di sisi lain, Jatuhnya WaMu seakan menjadi pembenaran bahwa krisis finansial ini semakin memburuk.

Akibatnya, pasar saham di Asia, Eropa, dan AS, anjlok lagi. Belum jelasnya nasib rancangan penyelamatan yang diajukan oleh pemerintahan Bush juga menambah suram pasar finansial di seluruh penjuru dunia.

Krisis kepercayaan telah merepotkan lembaga keuangan. Untuk mengatasi kekeringan likuiditas di perbankan, bank-bank sentral di beberapa negara menambah pasokan likuiditas ke sektor perbankan.

Continental Illinois National Bank and Trust (1984)

Kegagalan Continental Illinois pada tahun 1984, pada saat itu merupakan kegagalan bank terbesar dalam sejarah AS, membuat badan-badan federal memberikan dukungan yang tidak biasa kepada para kreditur, sehingga menimbulkan ungkapan "terlalu besar untuk gagal".

Saat ini, total asetnya ketiga gagal mampu dikalahkan oleh Silicon Valley Bank (SVB). Namun masih berada dalam 3 terbesar yakni dengan total US$ 117,2 miliar.

Gagalnya bank ini kerap memunculkan pertanyaan besar  karena kalah kompetisi atau karena kejahatan?

Pemilik dan eksekutif memang menjadi kunci dari kesuksesan dan juga kegagalan sebuah bank. Kondisi tersebut kemudian diperparah lagi dengan ikut sertanya politikus dan eksekutif di negeri itu.

Konsep too big to fail pertama kali diterapkan di perbankan tahun 1984, ketika Continental Illinois Bank menderita kerugian senilai US$ 1,8 miliar.

emerintah AS saat itu berkeyakinan bahwa kalau langkah penyelamatan tak dilakukan, 11 bank terbesar di Negeri Paman Sam itu akan hancur dan dampaknya pasti akan sangat luas bagi perekonomian AS.

Kegagalan Continental Illinois juga menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana mengatur risiko sistemik risiko kegagalan satu institusi dapat menyebabkan kegagalan lain, bank run, dan gangguan ekonomi yang meluas.

Pertanyaan itu sebagian besar tetap tidak terjawab secara legislatif sampai setelah krisis keuangan 2007-2008 dengan disahkannya Undang-Undang Dodd-Frank.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Nggak Takut Efek Mengerikan Bank, Big Four Bantu IHSG Hijau


(aum/aum)
Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading