Newsletter

China Membaik, Tapi Amerika Bikin 'Ngeri', Waspadalah IHSG!

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
06 March 2023 06:00
XI Jinping - Joe Biden
Foto: AFP via Getty Images/SAUL LOEB
  • Pasar keuangan Tanah Air masih mencatatkan kinerja mengecewakan pada perdagangan pekan lalu, Nilai transaksi juga mengalami penurunan.
  • Wall Street sukses menguat pada perdagangan pekan lalu disinyalir bisa memberikan sentimen positif ke IHSG hari ini. Tapi akankah meredakan kekhawatiran investor terhadap The Fed?
  • Ekonomi China yang diharapkan pulih dengan cepat membuat pelaku pasar mulai melirik lagi aset-aset berisiko. Sementara itu perekonomian Amerika Serikat masih dihantui perasaan tak sedap karena The Fed sepertinya tak memberikan rem terhadap kenaikan suku bunga.

Jakarta, CNBC Indonesia - Memasuki pekan pertama Maret 2023 para pelaku pasar tentunya masih mencermati berbagai agenda ekonomi penting yang bisa membawa angin segar bagi pasar keuangan Tanah Air. Pekan lalu pasar keuangan masih mencatatkan kinerja yang mengecewakan. Mampukah mereka bangkit pekan ini?

Dari sisi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan pelemahan 0,63% sepekan. Dalam 5 hari perdagangan di pekan lalu, IHSG menguat sebanyak 2 kali, tetapi Jumat kemarin jeblok hingga membuatnya mencatat kinerja negatif.

Pada perdagangan terakhir pekan lalu, Jumat (3/3/2023) IHSG ditutup ambles 0,64% ke 6.813,63. Data pasar menunjukkan investor asing melakukan aksi jual bersih (net sell) senilai Rp 864 miliar di pasar reguler.

Pasar masih 'dihantui' oleh sinyal-sinyal yang bakal dikeluarkan bank sentral paling powerfull di dunia yakni The Fed yang diperkirakan masih tetap agresif menaikkan suku bunganya. Terlebih data tenaga kerja AS masih sangat kuat.

Departemen Tenaga Kerja AS pada awal bulan lalu melaporkan sepanjang Januari perekonomian Paman Sam mampu menyerap 517.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payroll), jauh lebih tinggi dari bulan sebelumnya 260.000 orang.

Tingkat pengangguran pun turun menjadi 3,4% dari sebelumnya 3,5%. Persentase penduduk yang tidak bekerja tersebut berada di posisi terendah sejak Mei 1969.

Tapi maaf, ini diperkirakan tak menyurutkan niat The Fed menyetop kenaikan suku bunga untuk meredakan inflasi ke target 2%.

Tak heran, pasar kini melihat suku bunga The Fed bisa mencapai 5,5% - 5,75% pada Juli nanti, naik 100 basis poin dari level saat ini dan lebih tinggi ketimbang proyeksi yang diberikan bank sentral AS tersebut 5% 5,25%. Inilah yang membuat IHSG sulit terangkat.

Dari pasar keuangan lain Rupiah juga masih mencatatkan kinerja mengecewakan pekan lalu. Nilai tukar rupiah tercatat melemah 0,49% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 15.2.95/US$ sepanjang pekan lalu.

Dengan ini, rupiah sudah tidak pernah menguat dalam 4 pekan beruntun, bahkan sempat menyentuh Rp 15.320/US$ yang menjadi level terlemah sejak 12 Januari lalu.

Meski demikian,  rupiah masih menjadi mata uang terbaik di Asia sepanjang tahun ini. Melansir data Refinitiv, hingga Jumat (3/3/2022) rupiah tercatat masih menguat 1,9% melawan dolar AS. Dibandingkan mata uang Asia lainnya, hanya rupee India yang juga menguat melawan dolar AS, yang lainnya melemah.

Rilis data inflasi serta aturan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Bank Indonesia mewarnai pergerakan rupiah pekan ini. Badan Pusat Statistik (BPS) pada 1 Maret lalu melaporkan inflasi pada Februari tumbuh 5,47% year-on-year (yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya 5,28%.

Apalagi dari dalam negeri inflasi di Indonesia kembali menunjukkan kenaikan. Badan Pusat Statistik (BPS) pada 1 Maret lalu melaporkan inflasi pada Februari tumbuh 5,47% year-on-year (yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya 5,28%.

Pelaku pasar mewanti-wanti dengan kewaspadaan jelang kenaikan harga di bulan Ramadan. Inflasi inti yang menurun sebenarnya bisa menunjukkan daya beli masyarakat yang kurang bagus. Di sisi lain, inflasi headline justru naik, hal ini tentunya berisiko semakin menggerus daya beli masyarakat.

Tiga indeks utama Wall Street berakhir di zona hijau pada perdagangan akhir pekan lalu Jumat (3/3/2023) di tengah gejolak yang terjadi pada bursa saham AS akhir-akhir ini.

Naiknya 3 indeks utama ini dipicu oleh imbal hasil Teasury AS dan investor mempertimbangkan dampak kumulatif dari kenaikan Fed yang telah diterapkan serta mencerna komentar minggu ini dari bank sentral.

Dow Jones Industrial Average naik 387,40 poin atau 1,17% menjadi 33.390,97, S&P 500 naik 1,61% menjadi 4.045,64, dan Nasdaq Composite naik 1,97% menjadi ditutup pada 11.689,01.

Dow Jones membukukan kenaikan 1,75% dan menghentikan penurunan beruntun empat minggu. S&P 500 ditutup naik 1,90% pada minggu ini dan minggu positif pertamanya dalam empat minggu terakhir. Nasdaq mengakhiri minggu 2,58% lebih tinggi.

Imbal hasil benchmark Treasury 10 tahun turun di bawah ambang batas 4%. Pedagang telah mengamati 4% sebagai level kunci dalam 10 tahun yang dapat memicu penurunan saham lainnya. Pada saat minggu ini ketika tingkat 10 tahun naik di atas titik itu, saham mundur.

Treasury 10-tahun adalah suku bunga acuan yang memengaruhi hipotek dan pinjaman mobil, sehingga penembusan imbal hasil dapat mempengaruhi perekonomian.

"Pasar saham sangat sensitif terhadap imbal hasil obligasi pada saat ini dan mencari jeda untuk kenaikan imbal hasil baru-baru ini," kata Yung-Yu Ma, kepala strategi investasi BMO Wealth Management dikutip CNBC International.

"Ada antisipasi gugup untuk rilis data yang akan datang untuk pekerjaan dan inflasi setelah pembacaan yang sulit bulan lalu. Pasar tidak mungkin mempertahankan traksi sampai titik data melanjutkan tren pendinginan." Tambahnya.

Sentimen pasar mendapat dorongan setelah Presiden Fed Atlanta Raphael Bostic mengatakan menurutnya bank sentral dapat mempertahankan kenaikan suku bunga menjadi 25 basis poin daripada kenaikan setengah poin yang disukai oleh beberapa pejabat lainnya.

Namun, Gubernur Fed Christopher J. Waller memberikan nada yang lebih keras dalam komentarnya kepada Koalisi Bank Ukuran Menengah Amerika, meningkatkan kemungkinan jika angka inflasi tidak turun. Dia merujuk pada pembacaan terbaru dari indeks harga konsumen dan laporan pengeluaran konsumsi pribadi.

"Jika laporan data tersebut terus masuk terlalu panas, kisaran target kebijakan harus dinaikkan lebih jauh tahun ini untuk memastikan bahwa kita tidak kehilangan momentum yang ada sebelum data untuk Januari dirilis," kata Waller.

Dengan tertekannya kinerja pasar keuangan minggu lalu, pastinya membawa kekhawatiran bagi para pelaku pasar. Namun, setidaknya ada beberapa hal yang penting dicermati oleh para investor baik dari dalam negeri maupun sentimen eksternal.

Wall Street yang ditutup menguat pada perdagangan akhir pekan lalu tentunya membuka peluang penguatan IHSG pada hari ini.Sentimen pasar utama masih diselimuti oleh implikasi atas pengumuman sejumlah data ekonomi.

Ketegangan antara suku bunga dan harga saham akan tetap terjadi di minggu ini, karena investor terus mencerna indikasi sikap The Fed yang cenderung masih hawkish hingga beberapa bulan ke depan.Selain itu, ada ekonomi dua raksasa dunia yang juga merupakan partner dagang utama RI, China dan Amerika Serikat.

Dari Negeri Tirai Bambu, ekonominya mampu 'mengaum' dan mencatatkan peningkatan tajam selama 2 bulan beruntun. Ini mengisyaratkan bahwa negara yang pimpin Xi Jinping ini akan bangkit lebih cepat dari yang diperkirakan setelah sempat terseret akibat pembatasan ketat Covid-19.

Sebelumnya, aktivitas manufaktur naik pada laju tercepat dalam lebih dari satu dekade pada Februari, sementara pesanan ekspor meningkat untuk pertama kalinya dalam hampir dua tahun, Biro Statistik Nasional mengatakan Rabu lewat laporan Purchasing Managers Indeks (PMI).

Indeks manajer pembelian (PMI) manufaktur resmi China naik menjadi 51,6 bulan lalu dari 50,1 pada Januari, survei sektor swasta juga menunjukkan aktivitas meningkat untuk pertama kalinya dalam 7 bulan.

 

Kondisi serupa juga terlihat dari survei PMI tidak resmi versi Caixin yang mengukur aktivitas di lebih banyak sektor swasta dan perusahaan kecil juga menunjukkan peningkatan dalam pesanan, harga, pekerjaan dan rantai pasokan, dengan kepercayaan bisnis naik ke level tertinggi sejak Maret 2021.

Sementara itu, untuk jangka panjang ekonomi China yang diharapkan tumbuh lebih cepat tahun ini dapat memberikan dorongan bagi banyak negara, termasuk Indonesia.

Tahun lalu ekonomi China hanya tumbuh 3%, salah satu tingkat paling lambat dalam beberapa dekade, karena pandemi menyebabkan penutupan pabrik, menekan penjualan rumah, dan menggerus konsumsi rumah tangga. Tahun ini dengan data ekonomi terbaru yang ciamik China diharapkan mampu melampaui target pertumbuhan 5% yang telah direncanakan sebelumnya.

 

Menurut laporan kerja pemerintah Perdana Menteri Li Keqiang yang dirilis Minggu (5/3/2023). China menetapkan target pertumbuhan "sekitar 5%" untuk tahun 2023.

China juga menetapkan sasaran sebesar 3% untuk indeks harga konsumen, dan tingkat pengangguran 5,5% untuk orang-orang di perkotaan dengan penciptaan sekitar 12 juta pekerjaan perkotaan baru. Itu lebih dari target tahun lalu "lebih dari 11 juta".

Sementara dari Amerika Serikat (AS), data ekonomi masih menunjukkan kekuatan. Namun kabar baik ini menjadi kabar buruk di masa akan datang sebab, akan mendorong The Fed untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut dan menjaganya tetap tinggi demi meredam inflasi.

Artinya pelaku pasar sebenarnya mengharapkan perekonomian AS memburuk, agar inflasi tidak menanjak lagi.

Dari dalam negeri, pelaku pasar patut mencermati secara spesifik emiten yang satu-persatu mulai mengumumkan kinerja keuangan tahunan. Capaian positif diharapkan mendorong naik kinerja saham yang secara luas dapat menjadi dorongan positif bagi IHSG.

Selain itu, pekan ini tepatnya pada Selasa (6/3/2023) pelaku pasar tengah mencermati rilis data cadangan devisa Tanah Air untuk periode Februari yang di proyeksi berada di US$ 139 miliar atau turun dari posisi Januari sebesar 139,4 miliar.

Kemudian, pada Rabu (8/3/2023) dan Kamis (9/3/2023), dari domestik juga akan ada rilis data indeks keyakinan konsumen per Februari dan data survei penjualan eceran Januari.

Terakhir, pekan ini investor dapat mencerna sejumlah data ekonomi global penting, mulai dari PDB zona Eropa, jepang, PMI Eropa, Australia, data inflasi, cadangan devisa, serta patut mencermati pidato pejabat-pejabat bank sentral The Fed, ECB, BoJ, dan lainnya.

Berikut beberapa agenda penting terkait data ekonomi yang akan rilis hari ini:

Data inflasi Korea Selatan (06:00)

Data PMI Zona Eropa (03:30)

Data penjualan mobil baru Inggris (03:30)

Data penjualan retail Zona Eropa (05:00)

Pidato ECB/Bank sentral Eropa (05:00)

Data penjualan retail Prancis (05:00)

Data pesanan pabrik Amerika Serikat (10:00)

Selain itu, hari ini setidaknya ada beberapa agenda korporasi, diantaranya:

Rapat Umum Pemegang saham Luar Biasa (RUPSLB) dan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) BMST, cum date dividen tunai MEGA, Initial Public Offering (IPO) PTMT, RUPSLB RISE.

Terakhir, berikut adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]


(aum/aum) Next Article AS, Eropa -Jepang Beri Kabar Penting Hari Ini, Semoga RI Aman

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular