
Good News! China Bangkit, PMI Manufaktur Tertinggi di Dekade

- IHSG dan rupiah sukses menguat Rabu kemarin, data dari dalam negeri menunjukkan sektor manufaktur terus berekspansi secara moderat, inflasi juga masih terjaga.
- Wall Street masih kesulitan menguat akibat ekspektasi The Fed akan semakin agresif menaikkan suku bunga.
- Sektor manufaktur China melesat tajam, menjadi indikasi kebangkitan perekonomian terbesar kedua di dunia. Hal ini bisa tentunya menguntungkan bagi Indonesia dan memberikan sentimen positif ke pasar finansial.
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat pada perdagangan Rabu (1/3) kemarin seiring dengan diumumkannya sejumlah data ekonomi yang menunjukkan perbaikan. Kabar baik tersebut berupa inflasi Februari yang melandai secara bulanan (mtm) aktivitas manufaktur RI yang tercatat masih ekspansif.
Kemarin, IHSG sempat dibuka menguat tajam sebelum akhir terpangkas dan berakhir di 6.844,93 atau terapresiasi tipis 0,02% secara harian.
Gairah investor juga di pasar saham domestik juga terlihat dari total nilai transaksi kemarin yang mencapai Rp 10,39 triliun. Angka tersebut memang turun dari transaksi hari sebelumnya, namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata transaksi harian dalam dua pekan terakhir yang angkanya tidak mencapai Rp 9 triliun.
Kemarin, asing mencatatkan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 848 miliar di seluruh pasar, setelah dilanda aksi jual sehari sebelumnya.
Kinerja IHSG menjadi awal baik untuk perdagangan perdana bulan Maret sekaligus memutus tren pelemahan dua hari sebelumnya. Dalam lima hari perdagangan, gap koreksi berbalik arah menjadi penguatan 0,51%, dengan catatan return sejak awal tahun (YTD) berada di angka 0,08%.
Data Bursa Efek Indonesia mencatat, secara sektoral mayoritas ditutup di zona merah dengan tiga sektor tercatat mengalami penguatan. Sektor keuangan dan teknologi memimpin penguatan dengan masing-masing tercatat naik nyaris 0,6%. Sementara itu sektor transportasi dan logistik menjadi yang terkoreksi paling dalam sebesar 1,70%, meskipun jika ditarik lebih panjang sektor ini tercatat masih menguat 14,52% sejak awal tahun.
Kemarin IHSG ditopang emiten big cap yang pada perdagangan hari sebelumnya sempat ambruk. GoTo Gojek Tokopedia (GOTO) memimpin dengan kontribusi sebesar 7,59 indeks poin disusul Bank Rakyat Indonesia (BBRI) dan Telkom Indonesia (TLKM) masing-masing sebesar 6 indeks poin lebih. Sementara itu, Bank Central Asia (BBCA) dan Bayan Resources (BYAN) menjadi pemberat, dengan masing-masing menyeret kinerja IHSG sebanyak 10,7 dan 8,71 indeks poin.
Senada dengan IHSG, Rupiah juga sukses menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan kemarin. Melansir data Refinitiv, rupiah ditutup menguat 0,1% ke Rp 15.230/US$ di pasar spot.
Indeks saham utama Amerika Serikat (AS) ditutup bervariasi pada perdagangan perdana bulan Maret setelah data aktivitas manufaktur yang meski masih mengalami kontraksi namun masih lebih baik dari yang diantisipasi.
Pada perdagangan Selasa (1/3), S&P 500 berakhir melemah 0,47% dan indeks padat teknologi Nasdaq terkoreksi 0,66%. Sementara itu indeks blue chip Dow Jones Industrial Average (DJIA) bergerak datar dengan penguatan tipis 0,02%.
Aktivitas manufaktur AS kembali mengalami kontraksi empat bulan beruntun pada Februari lalu. Meski demikian, kontraksi ini tidak secepat yang diharapkan oleh ekonom dan analis dengan pabrik yang disurvei menyebut saat ini terlihat adanya tanda-tanda peningkatan permintaan dan percepatan kenaikan harga di bulan-bulan mendatang.
Data ekonomi yang masih relatif tangguh tersebut ditakutkan akan mendorong The Fed untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut dan menjaganya tetap tinggi demi meredam inflasi.
Ketakutan investor tersebut langsung terlihat dari naiknya imbal hasil obligasi. Imbal hasil Treasury 1 tahun naik di atas 5% dan imbal hasil Treasury 10-year yield sempat menembus level 4% untuk pertama kalinya sejak November tahun lalu.
Presiden Federal Reserve Minneapolis Neel Kashkari mengatakan pada hari Rabu bahwa dia "terbuka untuk kemungkinan" kenaikan suku bunga yang lebih besar pada pertemuan kebijakan bulan ini, "apakah itu 25 atau 50 basis poin," tetapi belum mengambil keputusan.
Kepastian besaran kenaikan suku bunga AS menjadi informasi paling ditunggu pasar yang mana ikut mempengaruhi psikologi investor.
"Kinerja [Wall Street] untuk dua bulan pertama tahun ini terutama dipengaruhi oleh perubahan marjinal dalam ekspektasi jalur kebijakan moneter yang tepat pada tahun 2023," kata William Northey, direktur investasi senior di Manajemen Kekayaan Bank AS dilansir CNBC International.
"Kami mengantisipasi lingkungan yang lebih baik untuk obligasi tetapi mengharapkan volatilitas dua sisi yang sedang berlangsung untuk ekuitas global dan ekuitas AS karena pasar mengukur kesehatan konsumen dan aktivitas perusahaan," tambahnya.
Sentimen pasar saham awalnya mendapat dorongan setelah rilis data yang jauh lebih kuat dari perkiraan dari China. Biro Statistik Nasional negara itu mengatakan PMI manufaktur resminya naik menjadi 52,6 pada Februari - tertinggi yang tidak terlihat sejak April 2012.
Pergerakan itu terjadi setelah Wall Street menutup Februari yang merugi untuk saham pada hari Selasa. Dow memimpin dengan penurunan terbesar sepanjang bulan lalu yakni mencapai 4,19%. S&P 500 dan Nasdaq masing-masing juga ikut melemah 2,61% dan 1,11%.
Penurunan Februari menyeret Dow ke wilayah negatif untuk tahun ini, sementara dua indeks lainnya masih mempertahankan kenaikannya.
Hari ini, sentimen pasar utama dipenuhi oleh implikasi atas pengumuman sejumlah data ekonomi baik itu secara domestik maupun global. Di saat bersamaan investor juga tampaknya masih perlu untuk terus mencerna indikasi sikap The Fed yang cenderung masih hawkish hingga beberapa bulan ke depan.
Sentimen utama hari ini datang dari dalam negeri terkait data ekonomi yang telah diumumkan kemarin, yang mana sepanjang bulan lalu inflasi tercatat mendingin secara bulanan (mtm) dan aktivitas manufaktur RI masih ekspansif, meskipun melambat dari bulan sebelumnya.
Kemudian investor patut menyimak kondisi ekonomi dua raksasa dunia yang juga merupakan partner dagang utama RI, China dan Amerika Serikat.
Aktivitas ekonomi di China kembali meningkat tajam selama dua bulan berturut-turut, dan mengirimkan sinyal awal bahwa negara tersebut mungkin akan bangkit lebih cepat dari yang diperkirakan setelah sempat terseret akibat pembatasan ketat selama pandemi.
Aktivitas manufaktur naik pada laju tercepat dalam lebih dari satu dekade pada Februari, sementara pesanan ekspor meningkat untuk pertama kalinya dalam hampir dua tahun, Biro Statistik Nasional mengatakan Rabu lewat laporan Purchasing Managers Indeks (PMI).
Kemarin, survei PMI tidak resmi versi Caixin yang mengukur aktivitas di lebih banyak sektor swasta dan perusahaan kecil juga menunjukkan peningkatan dalam pesanan, harga, pekerjaan dan rantai pasokan, dengan kepercayaan bisnis naik ke level tertinggi sejak Maret 2021.
Meski aktivitas perekonomian dari manufaktur hingga tampaknya telah berbalik tajam di China, efek limpahan ke seluruh Asia masih mungkin relatif masih terbatas. Akan tetapi, untuk jangka panjang ekonomi China yang diharapkan tumbuh lebih cepat tahun ini dapat memberikan dorongan bagi banyak negara, termasuk Indonesia.
Tahun lalu ekonomi China hanya tumbuh 3%, salah satu tingkat paling lambat dalam beberapa dekade, karena pandemi menyebabkan penutupan pabrik, menekan penjualan rumah, dan menggerus konsumsi rumah tangga. Tahun ini dengan data ekonomi terbaru yang ciamik China diharapkan mampu melampaui target pertumbuhan 5% yang telah direncanakan sebelumnya.
Kemudian dari AS, aktivitas manufaktur kembali mengalami kontraksi pada Februari dan memperpanjang kontraksi beruntun menjadi empat bulan. Meski demikian, kontraksi ini tidak secepat yang diharapkan oleh ekonom dan analis dengan pabrik yang disurvei menyebut saat ini terlihat adanya tanda-tanda peningkatan permintaan dan percepatan kenaikan harga di bulan-bulan mendatang.
Data ekonomi yang masih relatif tangguh tersebut ditakutkan akan mendorong The Fed untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut dan menjaganya tetap tinggi demi meredam inflasi.
Investor Wall Street merespons negatif data PMI AS terbaru tersebut, dengan mayoritas indeks utama ditutup melemah pada perdagangan Rabu (1/3). S&P 500 dan indeks padat teknologi Nasdaq masing-masing ditutup melemah 0,47% dan 0,66%. Sementara itu indeks blue chip Dow Jones bergerak datar dengan penguatan tipis 0,02%.
Kemudian investor juga perlu memantau secara spesifik emiten yang perlahan satu-persatu mulai mengumumkan kinerja keuangan tahunan. Capaian positif diharapkan mendorong naik kinerja saham yang secara luas dapat menjadi dorongan positif bagi IHSG.
Melanjutkan musim laporan keuangan adalah pembagian dividen kepada pemegang saham. Sejumlah perusahaan telah mengumumkan pengajuan angka dividen dan menunggu persetujuan pemegang saham dalam RUPS. Dividen jumbo dengan yield tinggi diharapkan dapat menjadi pemanis bagi investor untuk memborong saham perusahaan.
Terakhir investor dapat mencerna sejumlah data ekonomi global terbaru mulai dari keyakinan konsumen di Jepang, inflasi dan pengangguran di Eropa serta aktivitas manufaktur di Singapura.
Berikut beberapa data ekonomi penting yang akan dirilis hari ini:
PMI Manufaktur Korea Februari (07.30)
Indeks keyakinan konsumen Jepang Februari (12.00)
Pembacaan awal tingkat inflasi Eropa Februari (17.00)
Tingkat pengangguran Eropa Januari (17.00)
PMI Manufaktur Singapura Februari (20.00)
Klaim awal pengangguran AS Februari (20.30)
Hari ini setidaknya terdapat dua agenda korporasi yakni Rapat Umum Pemegang saham Luar Biasa (RUPSLB) GOTO dan BPFI.
Terakhir, berikut adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:
TIM RISET CNBC INDONESIA
(fsd/fsd) Next Article Powell Buat Pasar Happy, IHSG Bisa Cuan Saat Window Dressing