
Ekonomi AS Masih Cemerlang, Tapi Bikin Panik Semua Orang

- The Fed yang diprediksi masih akan agresif menaikkan suku bunga memberikan tekanan bagi pasar finansial Indonesia pada pekan lalu, dan masih akan berlanjut minggu ini.
- Beberapa pejabat The Fed menginginkan suku bunga kembali dinaikkan 50 basis poin, sebab pasar tenaga kerja AS yang masih kuat membuat inflasi susah turun.
- Wall Street pada bahkan mencatat kinerja mingguan terburuk sepanjang 2023.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham Indonesia pekan lalu tak kuat menahan gempuran sentimen negatif dari luar negeri, khususnya mengenai arah kebijakan The Fed.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan kinerja negatif atau turun sebesar 0,57% sepanjang pekan dan ditutup di 6.856,58.
Pada perdagangan Senin (20/2/2023) IHSG ditutup turun tipis 0,01% di 6.894,72. Kemudian pada dua hari perdagangan berikutnya IHSG mencatatkan penurunan sebesar 0,31% dan 0,92% ke 6.809,97.
Kemudian IHSG mampu bangkit pada perdagangan Kamis (23/2/2023) dengan penguatan 0,43% menjadi 6.839,45. Sementara pada hari terakhir perdagangan pekan ini menguat 0,25%.
Meski dalam dua hari perdagangan terakhir IHSG mampu berada di zona hijau, namun penurunan pada tiga hari pertama perdagangan pekan ini masih membebani kinerja mingguan.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia sepanjang minggu ini volume perdagangan mencapai 80,48 miliar saham, turun 20,18% dari perdagangan minggu lalu. Kemudian nilai transaksi tercatat Rp 44,38 triliun, turun dari perdagangan pekan lalu sebesar Rp 45,48 triliun. Sementara frekuensi 5,02 juta kali, juga turun dari minggu lalu yang tercatat 5,39 juta kali.
Terdapat delapan sektor melemah sementara hanya tiga sektor saja yang mampu berakhir positif. Adapun sektor dengan penurunan terbesar adalah teknologi yakni turun 2,93%. Sedangkan sektor transportasi mencatatkan kinerja terbaik dengan naik 3,67%.
Meski demikian, asing mencatatkan beli bersih sebesar Rp 303,2 miliar di mana pembelian sebesar Rp15,85 triliun dan penjualan Rp 15,55 triliun.
Pasar saham turun akibat investor yang khawatir akan resesi global akibat kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve/The Fed yang masih hawkish.
Pejabat The Fed pada risalah pertemuan terbaru mereka mengindikasikan bahwa bakal ada kenaikan suku bunga lebih lanjut.
Risalah rapat menyatakan ada tanda-tanda inflasi turun, tetapi tidak cukup untuk mengimbangi kebutuhan kenaikan suku bunga lebih lanjut.
Beberapa anggota mengatakan bahwa mereka menginginkan kenaikan setengah persen atau 50 basis poin. Kenaikan sebesar itu akan menunjukkan tekad yang lebih besar untuk menurunkan inflasi ke target yang dicanangkan.
Inflasi "tetap jauh di atas" target Fed 2% sebab pasar tenaga kerja yang "masih sangat ketat, berkontribusi pada tekanan kenaikan yang terus berlanjut pada upah dan harga."
Pejabat The Fed pada risalah pertemuan terbaru mereka mengindikasikan bahwa bakal ada kenaikan suku bunga lebih lanjut.
Risalah rapat menyatakan ada tanda-tanda inflasi turun, tetapi tidak cukup untuk mengimbangi kebutuhan kenaikan suku bunga lebih lanjut.
Beberapa anggota mengatakan bahwa mereka menginginkan kenaikan setengah poin, atau 50 basis poin. Kenaikan sebesar itu akan menunjukkan tekad yang lebih besar untuk menurunkan inflasi ke target yang dicanangkan.
Inflasi "tetap jauh di atas" target Fed 2% sebab pasar tenaga kerja yang "tetap sangat ketat, berkontribusi pada tekanan kenaikan yang terus berlanjut pada upah dan harga."
Saham AS kembali melemah pada perdagangan akhir pekan lalu dan mencatat kinerja mingguan terburuk tahun ini. Pelemahan ini terjadi karena data ekonomi yang masih panas menghidupkan kembali kekhawatiran tentang kebijakan ketat moneter bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed) dalam beberapa waktu ke depan.
Pada perdagangan Jumat (24/2), S&P 500 turun 1,05%, indeks komposit padat teknologi Nasdaq melemah 1,69% dan indeks blue-chip Dow Jones Industrial Average (DJIA) terkoreksi 1,02%. Ketiga indeks tersebut seluruhnya melemah lebih dari 2,5% pekan lalu yang perdagangannya hanya empat hari karena libur memperingati Hari Presiden. Pelemahan mingguan yang dicatatkan masing-masing indeks tersebut merupakan penurunan mingguan terbesar sepanjang tahun 2023.
Pelemahan pekan lalu sejalan dengan gejolak pasar baru-baru ini. Sebelumnya indeks utama Wall Street memulai 2023 dengan penguatan, karena banyak investor yang bertaruh bahwa inflasi yang moderat dapat memaksa Fed memangkas suku bunga akhir tahun ini, tetapi prospeknya semakin muram dalam beberapa pekan terakhir.
Antusiasme investor dengan cepat runtuh setelah serangkaian laporan mengindikasikan AS mencatatkan inflasi yang lebih kuat dari perkiraan dan ekonomi yang masih tangguh, menjaga pintu tetap terbuka bagi Fed untuk mempertahankan langkah-langkah pengetatan moneter yang agresif untuk mendinginkan tekanan harga.
Menambah kekhawatiran tersebut pada hari Jumat: indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi bulan Januari melampaui ekspektasi para ekonom. Pembacaan inti tidak termasuk makanan dan energi, yang dianggap sebagai ukuran inflasi yang disukai Fed, naik 4,7% secara tahunan (YoY), jauh di atas perkiraan konsensus sebesar 4,4%.
Imbal hasil Treasury jangka pendek, yang mengikuti ekspektasi suku bunga investor, melonjak pada Jumat ke level yang tidak terlihat dalam lebih dari satu dekade setelah rilis data inflasi yang kuat. Imbal hasil Treasury dua tahun naik menjadi 4,803% pada hari Jumat, tertinggi sejak 2007.
Sementara itu, imbal hasil Treasury 10-tahun naik menjadi 3,948% pada hari Jumat dari 3,879% pada hari Kamis. Imbal hasil obligasi naik karena harga turun.
Federal-funds futures, yang digunakan oleh para pedagang untuk memprediksi tingkat suku bunga AS, pada hari Jumat mencerminkan bahwa bank sentral akan menaikkan suku bunga secara signifikan lebih tinggi daripada yang diperkirakan sebagian besar investor sebulan lalu.
Namun, dengan ekonomi terbukti lebih tahan lama dalam menghadapi suku bunga yang lebih tinggi dari yang diperkirakan banyak orang, beberapa investor menjadi lebih berharap bahwa The Fed dapat menjinakkan inflasi tanpa terlalu banyak menimbulkan penderitaan ekonomi.
Pekan ini, pasar tampaknya masih akan mencerna indikasi sikap The Fed yang cenderung masih hawkish hingga beberapa bulan kedepan.
Bahkan, mayoritas para pejabat The Fed menginginkan kenaikan setengah poin persentase (50 bps) lagi dalam pertemuan mendatang, karena laju kenaikan suku bunga yang saat ini telah diturunkan cenderung akan sulit untuk menjinakkan inflasi.
Dengan nada tersebut, maka pelaku pasar kembali khawatir bahwa kenaikan suku bunga akan mendorong ekonomi AS ke jurang resesi, apalagi data tenaga kerja masih cukup kuat.
Kemudian, investor akan memantau serangkaian rilis data ekonomi dan agenda penting baik itu di tingkat domestik maupun global.
Dari domestik salah satu agenda yang perlu diperhatikan investor hari ini, Senin 27 Februari, adalah Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam RDK tersebut, OJK akan menyampaikan informasi perkembangan dan penilaian sektor jasa keuangan serta kebijakan terbaru OJK.
Selanjutnya pekan ini investor akan memantau rilis data inflasi periode Februari 2023 yang akan diumumkan awal bulan Maret. Berdasarkan konsensus pasar dalam polling Trading Economics, inflasi di RI pada bulan lalu diprediksi turun menjadi 5,3% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Sedangkan secara bulanan (month-to-month/mtm), inflasi RI bulan lalu diprediksi juga turun menjadi 0,3%, dari sebelumnya tumbuh 0,34% pada Januari lalu.
Adapun inflasi inti RI pada bulan lalu juga diprediksi melandai menjadi 3,2% (yoy), dari sebelumnya sebesar 3,27%.
Kemudian investor juga patut memantau rilis data aktivitas manufaktur Indonesia, yang tergambarkan pada Purchasing Manager's Index (PMI) periode Februari 2023.
Pasar memperkirakan sektor manufaktur di RI makin bergeliat yakni naik menjadi 51,8, dari sebelumnya pada Januari lalu di angka 51,3.
PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawahnya adalah kontraksi sementara di atasnya ekspansi.
Selain itu, investor di dalam negeri juga perlu memperhatikan sejumlah agenda penting ekonomi minggu depan yang bisa menggerakan pasar. Salah satunya adalah CNBC Indonesia Economic Outlook 2023 yang akan digelar pada Selasa mendatang.
Acara tersebut akan dihadiri Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri BUMN Erick Thohir, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, hingga Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.
Menarik dicermati apa saja kebijakan yang akan disampaikan di bidang fiskal dan moneter para pemangku kepentingan di acara tersebut.
Termasuk di dalamnya adalah kebijakan suku bunga, pertumbuan kredit, mobil listrik, hilirisasi, hingga kebijakan fiskal terkait BBM dan belanja pemerintah.
Dari kancah global, pada hari Senin (27/2) ini investor dapat memantau beberapa rilis data di Eropa, mulai dari indeks sentimen ekonomi, indeks sentimen industri dan indeks keyakinan konsumen (IKK).
Berikutnya pada Selasa, investor akan memantau rilis data penjualan ritel Jepang dan Australia. Kemudian ada rilis data harga rumah di AS dan indeks keyakinan konsumen AS versi Conference Board (CB).
Selanjutnya pada Rabu, dari global ada data pertumbuhan ekonomi Australia pada periode kuartal IV-2022, PMI manufaktur di Jepang, China, Eropa, dan AS.
Pada Kamis, ada rilis data inflasi Eropa periode Februari 2023, data tingkat pengangguran Eropa periode Januari 2023, dan rapat kebijakan moneter bank sentral Eropa (Europe Central Bank/ECB).
Terakhir pada Jumat, ada rilis data tingkat pengangguran Jepang periode Januari 2023, PMI jasa di Jepang, China, Australia, Eropa, dan AS.
Berikut beberapa data ekonomi penting yang akan dirilis hari ini:
Indeks keyakinan konsumen Eropa Februari (15.00)
Ekspektasi inflasi Eropa Februari (15.00)
Data pekerjaan dan angka pengangguran Prancis Januari (18.00)
Pidato pejabat The Fed Jefferson (22.30)
Hari ini setidaknya terdapat tiga agenda korporasi yakni Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) HAIS dan PTSN serta pencatatan awal saham dan waran IPO Lini Imaji Kreasi Ekosistem (FUTR).
Terakhir, berikut adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:
TIM RISET CNBC INDONESIA
(fsd/fsd) Next Article Powell Buat Pasar Happy, IHSG Bisa Cuan Saat Window Dressing