
Hati-hati The Fed Bisa Bawa IHSG Longsor

Notula The Fed
Mata investor tertuju pada hasil notula rapat The Fed yang sudah dirilis dini hari tadi dan diperkirakan akan mempengaruhi gerak pasar global maupun IHSG.
Pejabat Federal Reserve pada pertemuan terbaru mereka mengindikasikan bahwa bakal ada kenaikan suku bunga lebih lanjut.
Risalah rapat menyatakan ada tanda-tanda inflasi turun, tetapi tidak cukup untuk mengimbangi kebutuhan kenaikan suku bunga lebih lanjut.
Beberapa anggota mengatakan bahwa mereka menginginkan kenaikan setengah poin, atau 50 basis poin. Kenaikan sebesar itu akan menunjukkan tekad yang lebih besar untuk menurunkan inflasi ke target yang dicanangkan.
Inflasi "tetap jauh di atas" target Fed 2% sebab pasar tenaga kerja yang "tetap sangat ketat, berkontribusi pada tekanan kenaikan yang terus berlanjut pada upah dan harga."
Akibatnya, Fed menaikkan suku bunga 25 basis poin dan merupakan kenaikan terkecil sejak tren pengetatan kebijakan moneter pertama pada Maret 2022.
Langkah tersebut membawa suku bunga ke kisaran target 4,5%-4,75%. Akan tetapi risalah mengatakan bahwa kecepatan yang berkurang datang dengan tingkat kekhawatiran yang tinggi bahwa inflasi masih menjadi ancaman.
"Peserta mencatat bahwa data inflasi yang diterima selama tiga bulan terakhir menunjukkan penurunan yang disambut baik dalam laju kenaikan harga bulanan tetapi menekankan bahwa bukti kemajuan yang jauh lebih banyak di kisaran harga yang lebih luas akan diperlukan untuk yakin bahwa inflasi terus menurun. jalan," kata menit.
Pasar khawatir jika Fed bergerak terlalu cepat atau terlalu jauh, hal itu dapat menyebabkan ekonomi mengalami resesi sehingga wall street pun ambruk.
Para pelaku pasar memperkirakan kenaikan suku bunga acuan The Fed masih akan meningkat pada tiga pertemuan terakhir, yakni pada Maret, Mei, dan Juni. Masing-masing naik sebesar 25 basis poin.
Rilis Data Pengangguran dan PCE
Malam nanti rilis klaim awal pengangguran AS patut ditunggu karena menjadi memiliki pengaruh terhadap kenaikan suku bunga. Diperkirakan data klaim awal pengangguran pada pekan kemarin sebesar 200.000. Jumlah tersebut naik dari posisi sebelumnya yakni 194.000.
Kenaikan tersebut menjadi sentimen positif bagi pasar sebab pasar tenaga kerja akan sedikit melonggar dan berpotensi membuat inflasi melandai.
Sementara itu Personal Consumption Expenditure (PCE) diprakirakan akan turun menjadi 3,2% quarter-on-quarter (qoq). Angka tersebut turun dari sebelumnya 4,3%.
Asal tahu saja, PCE juga menjadi indikator bagi The Fed dalam menentukan sikap moneternya. PCE sendiri mengukur tingkat kenaikan rata-rata harga konsumsi domestik. Adapun yang dihitung merupakan barang dan jasa.
Sentimen dalam negeri
Sementara itu dari dalam negeri, ada kabar positif dari kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada Januari.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengumumkan APBN surplus pada Januari 2023 sebesar Rp 90,8 triliun atau 0,43% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Namun, tampakny investor masih menahan investasinya ke Indonesia. Sehingga dana asing alias inflow mulai agak 'seret'.
Pasar obligasi Indonesia hingga 20 Februari 2023 (year to date), mencatatkan inflow sebesar Rp 43,9 triliun.
Sri Mulyani menjelaskan outflow disebabkan oleh sentimen global khususnya The Fed yang tampak masih akan hawkish.
(ras/ras)