
Harga Batu Bara Belum Bangkit, 15 Sahamnya di RI Merana

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas saham emiten batu bara terpantau melemah pada perdagangan sesi I Senin (20/2/2023), di tengah masih lesunya harga batu bara acuan dunia.
Hingga pukul 09:20 WIB, dari 15 emiten batu bara, delapan mengalami koreksi, dua stagnan, dan sisanya yakni lima berhasil menguat.
Berikut pergerakan saham emiten batu bara pada perdagangan sesi I hari ini.
Saham | Kode Saham | Harga Terakhir | Perubahan |
Borneo Olah Sarana Sukses | BOSS | 74 | -3,90% |
MNC Energy Investment | IATA | 94 | -1,05% |
Indika Energy | INDY | 2.250 | -0,88% |
Bayan Resources | BYAN | 18.425 | -0,81% |
Baramulti Suksessarana | BSSR | 3.910 | -0,76% |
Bumi Resources | BUMI | 141 | -0,70% |
Adaro Energy Indonesia | ADRO | 2.860 | -0,69% |
Indo Tambangraya Megah | ITMG | 35.000 | -0,36% |
Mitrabara Adiperdana | MBAP | 6.250 | 0,00% |
Atlas Resources | ARII | 246 | 0,00% |
Adaro Minerals Indonesia | ADMR | 1.455 | 0,34% |
Bukit Asam | PTBA | 3.510 | 0,57% |
Delta Dunia Makmur | DOID | 284 | 0,71% |
Golden Eagle Energy | SMMT | 610 | 0,83% |
Mitrabahtera Segara Sejahtera | MBSS | 1.045 | 0,97% |
Sumber: RTI
Saham PT Borneo Olah Sarana Sukses Tbk (BOSS) menjadi yang paling parah koreksinya pada pagi hari ini, yakni ambles 3,9% ke posisi harga Rp 74/saham.
Dalam beberapa hari terakhir, saham BOSS memang cenderung lesu setelah anak usahanya yakni Bangun Olahsarana Sukses dinyatakan pailit pada 9 Februari lalu.
Padahal sebelumnya juga, Bangun Olahsarana Sukses telah meraih pengesahan perdamaian atau homologasi dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Selanjutnya di posisi kedua, terdapat saham batu bara Grup MNC yakni PT MNC Energy Investment Tbk (IATA) yang merosot 1,05% ke Rp 94/saham.
Beberapa saham batu bara berkapitalisasi pasar besar (big cap) juga terpantau melemah, seperti saham PT Bayan Resources Tbk (BYAN), PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), PT Indika Energy Tbk (INDY), dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG).
Namun, untuk saham PT Adaro Minerals Tbk (ADMR) dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) terpantau menguat, masing-masing 0,34% dan 0,57%.
Harga batu bara yang masih lesu membuat mayoritas saham batu bara di Indonesia terpantau melemah hari ini.
Sepanjang pekan lalu, harga batu bara mencetak rekor buruk, yakni anjlok 11,17%. Sedangkan pada Jumat akhir pekan lalu, harga batu bara kontrak Maret di pasar ICE Newcastle ditutup melemah 1,77% ke posisi US$ 183 per ton.
Sepanjang pekan lalu, harga batu bara selalu berada di bawah US$ 200. Level tersebut adalah yang awal Januari 2022 atau era sebelum perang Rusia-Ukraina.
Bahkan pada pekan ini, harga batu bara dunia diperkirakan belum akan membaik.
Sentimen buruk dari China serta ambruknya harga gas akan membuat harga batu bara sulit menguat.
Masih lemahnya permintaan di China membuat harga batu bara thermal China menyentuh rekor terendahnya dalam setahun terakhir pada pekan lalu.
Harga batu bara thermal 5.500 kalori di pelabuhan utara China jatuh ke posisi CNY 980 atau US$ 142,49 per ton, rekor terendahnya tahun ini.
Permintaan batu bara China diperkirakan akan tumbuh 2% pada tahun ini.
Harga batu bara juga diproyeksi melemah mengikuti ambruknya harga gas. Batu bara adalah sumber energi alternatif bagi gas sehingga harganya saling terdampak.
Harga acuan gas alam Eropa (TTF) ambruk ke bawah 50 euro/MWh dan menyentuh level terendah dalam 17 bulan terakhir, pekan lalu.
Melansir data Refinitiv, pada perdagangan Jumat pekan lalu, harga gas alam ditutup di posisi 49,05 euro/MWh. Harganya anjlok 5,7% sehari dan 9,1% sepekan.
Padahal, harga gas alam sempat menyentuh 339,20 euro/MWh pada 26 Agustus lalu.
Jika menghitung rekor tertingginya pada 26 Agustus 2022 lalu maka harga gas sudah ambruk 85,5%.
Harga gas ambruk karena permintaan terus menurun. Cuaca musim dingin yang lebih hangat dari pada tahun-tahun sebelumnya membuat penggunaan listrik melandai sehingga pasokan gas masih sangat memadai.
Eropa diperkirakan akan mengakhiri musim dingin dengan pasokan gas rata-rata mencapai 53%. Stok yang melimpah ini menghapus kekhawatiran pelaku pasar akan ketatnya pasokan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)