CNBC Indonesia Research

Cadangan Devisa Naik Lagi, Tapi Tak Bikin Pelaku Pasar Happy

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
07 February 2023 12:52
foto ilustrasi dollar
Foto: Freepik
  • Cadangan devisa Indonesia naik dalam 3 bulan beruntun, sayanganya pelaku pasar tidak merespon positif. 
  • Penerbitan global bond oleh pemerintah menjadi pemicu kenaikan cadangan devisa.
  • Belum ada tanda-tanda eksportir menempatkan valuta asingnya di dalam negeri, perhatian tertuju pada revisi Peraturan Pemerintah (PP) No.1 Tahun 2019 mengenai devisa hasil ekspor.

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) pada Selasa (7/2/2023) melaporkan posisi cadangan devisa yang mencatat kenaikan tiga bulan beruntun. Sayangnya, hal tersebut tidak disambut baik pelaku pasar, terbukti nilai tukar rupiah masih melemah.

Pada pukul 12:19 WIB, rupiah diperdagangkan di kisaran Rp 15.145/US$, melemah 0,63% di pasar spot, melansir data Refinitiv

BI melaporkan cadangan devisa pada akhir Januari naik US$ 2,2 miliar menjadi US$ 139,4 miliar dari posisi pada akhir Desember 2022 sebesar US$ 137,2 miliar.

Cadangan devisa penting bagi rupiah, sebab bisa menjadi amunisi bagi BI untuk intervensi ketika terjadi gejolak.
Namun, kenaikan cadangan devisa tidak direspon positif oleh rupiah, sebab pemicunya adalah utang alias penerbitan global bond oleh pemerintah.

"Peningkatan posisi cadangan devisa pada Januari 2023 antara lain dipengaruhi oleh penerbitan global bond pemerintah serta penerimaan pajak dan jasa," tulis BI dalam keterangan resminya hari ini.

Seperti diketahui, pemerintah melakukan penerbitan global bond atau surat utang berdenominasi mata uang asing senilai US$ 3 miliar. Global bond tersebut diterbitkan dengan tenor 5, 10, dan 30 tahun dengan format SEC-Registered pada 5 Januari 2023.

Tidak seperti bulan-bulan sebelumnya, nilai tukar rupiah mampu menguat tajam pada bulan lalu. Sepanjang Januari rupiah tercatat menguat 3,7%, menjadi penguatan bulanan terbesar sejak April 2020.

Aliran modal asing ke pasar obligasi pun sangat deras. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), sepanjang Januari tercatat capital inflow di pasar SBN sekunder nyaris Rp 50 triliun. Nilai yang sangat besar, dan sudah terjadi dalam tiga bulan beruntun. Pada November dan Desember 2022 capital inflow tercatat sebesar Rp 22 triliun dan 25 triliun.

Dengan kondisi tersebut, kebutuhan untuk intervensi pun menjadi tidak besar, maka wajar jika cadangan devisa meningkat. Tetapi kenaikan yang ditopang utang yang menjadi perhatian, sebab pemerintah saat ini sedang berupaya menarik devisa hasil ekspor (DHE) Indonesia yang banyak parkir di luar negeri.

Melihat, kinerja neraca perdagangan yang masih impresif, harusnya cadangan devisa memang lebih tinggi lagi jika eksportir menempatkan valuta asing mereka di dalam negeri.

Sayangnya, hingga saat ini belum ada tanda-tanda aliran devisa hasil ekspor dari eksportir. Pasalnya, pemerintah dan Bank Indonesia hingga saat ini belum merilis revisi Peraturan Pemerintah (PP) No.1 Tahun 2019. Meskipun, Bank Indonesia telah merilis Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang instrumen operasi moneter valas terbaru, pelaksanaannya masih belum ditentukan.

Peraturan yang dimaksud yakni Peraturan Bank Indonesia Nomor 24/18/PBI/2022 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 21/14/PBI/2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dan Devisa Pembayaran Impor.

Ketika revisi PP No 1 tahun 2019 sudah rampung, dan sukses menarik DHE kembali ke dalam negeri, maka saat itu kenaikan cadangan devisa akan direspon positif oleh pasar.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(pap/pap)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation