CNBC Indonesia Research

JD.ID Tutup, Kenapa Model Bisnis Ala Amazon Gagal di RI?

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
01 February 2023 13:55
Kurir JDid melintas di depan gudang JDid,Marunda, Jakarta, (31/1/2023). Pantauan CNBC Indonesia di lokasi terlihat sejumlah kurir menaiki barang pesanan ke mobil. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Kurir JDid melintas di depan gudang JDid,Marunda, Jakarta, (31/1/2023). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perkembangan ekonomi digital memang sempat mengangkat banyak platform e-commerce di Tanah Air. Namun pada kenyataannya, tak semua platform e-commerce tersebut mampu mempertahankan masa jayanya. JD.ID menjadi salah satunya yang begitu ramai diperbincangkan akhir-akhir ini.

Salah satu e-commerce terbesar Indonesia yang merupakan perusahaan patungan JD.Com dan pengusaha Indonesia ini dikabarkan menutup layanan logistiknya setelah mengumumkan PHK besar-besaran.

Kabar tak menyenangkan ini didukung keterangan resmi pada situs resmi JDL Express Indonesia, mengumumkan status nonaktif layanan mereka per tanggal 22 Januari 2023.

"Layanan JDL Express Indonesia nonaktif per tanggal 22 Januari 2023. Apabila terdapat kendala dengan pengiriman paketmu, silakan hubungi Customer Experience kami," tulis pernyataan JDL Express Indonesia, dikutip Rabu (1/2/2023).

Selain itu, perusahaan dikabarkan juga akan menutup bisnis e-commerce di Indonesia dan Thailand pada kuartal I 2023. JD.com disebut sedang mencari investor baru untuk membeli bisnis tersebut karena mengalami kerugian di pasar Indonesia dan Thailand.

Sebelumnya, melansir Tech in Asia, JDL Express sebelumnya telah menutup pendaftaran pengguna baru sejak awal tahun ini yakni 1 Januari 2023.

Tak disangka, JDL Express Indonesia telah berdiri sejak tahun 2015 serta memiliki 11 gudang dan lebih dari 250 titik pengiriman serta 3.000 kurir ini harus berakhir menyedihkan.

PHK ratusan karyawanpun tak terelakan. JD.ID akhir-akhir ini melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan jumlah pegawai yang terdampak sekitar 200-an orang atau 30% dari total seluruhnya.

Dalam catatan CNBC Indonesia, Setya Yudha Indraswara, Head of Corporate Communications & Public Affairs JD.ID menjelaskan perusahaan harus melakukan langkah adaptasi sebagai cara menjawab tantangan perubahan bisnis yang terjadi belakangan.

Langkah ini hanya berselang tujuh bulan dari PHK sebelumnya. Saat itu, Director General Management JD.ID Jenie Simon menjelaskan keputusan itu dilakukan dalam rangka upaya improvisasi dan pengambilan keputusan untuk adaptasi dan selaras dengan dinamika pasar dan tren industri dalam negeri.

Lagi-lagi dinamika pasar dan gejolak ekonomi menjadi alasannya.Lantas apa bedanya dengan Tokopedia, Shopee dan platform e-commerce yang lain? Mari kita ulas satu persatu.

Model bisnis JD.ID

Kurir JDid melintas di depan gudang JDid,Marunda, Jakarta, (31/1/2023). Pantauan CNBC Indonesia di lokasi terlihat sejumlah kurir menaiki barang pesanan ke mobil. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)Foto: Kurir JDid melintas di depan gudang JDid,Marunda, Jakarta, (31/1/2023). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

JD.ID merupakan e-commerce yang memakai sistem business to costumer (B2C) dengan mengangkat slogan #DijaminORI garansi asli sebagai pembeda dengan e-commerce lainnya.

Sebagai informasi, B2C merupakan merupakan proses penjualan sebuah produk atau jasa yang terjadi secara langsung kepada konsumen end user baik individu maupun kelompok.

Jadi, antara perusahaan dan konsumen tidak akan ada perantara dan perusahaan akan menyalurkan produk langsung pada konsumen. Perusahaan yang menerapkan model ini biasanya hanya akan menjual produk yang merupakan kebutuhan pribadi konsumen.

B2C memiliki keunikan dibanding model bisnis lain seperti marketplace maupun B2B (business to business). Sebagai B2C, semua hal dilakukan JD.ID, mulai dari pengadaan barang, after sales service, warehouse, hingga distribusi.

Pada era modern seperti sekarang model bisnis ini juga berlaku pada sistem penjualan online dan banyak ditemui di berbagai marketplace digital seperti Tokopedia dan Shopee. Baik bisnis berskala besar maupun kecil dapat membuat toko online untuk menjangkau konsumen secara langsung.

Produk yang ditawarkan di JD.ID makin beragam yang menawarkan brand-brand ternama. Bahkan pembeli juga bisa berbelanja di laman JD.ID yang ada di negara lain, seperti China, Korea, Thailand, dan Jepang.

Gaya JD.ID serupa dengan Amazon. Tentu masyarakat sudah mengenal e-commerce Amazon. Amazon menggunakan juga sama dengan JD.ID yakni business to consumer (B2C). Bermula hadir untuk menjual buku, kini Amazon menjadi e-commerce terbesar di dunia yang menjual berbagai kebutuhan masyarakat.

Model Bisnis Amazon ini beroperasi dengan model bisnis yang kompleks. Model Bisnis yang diterapkan oleh Amazon sama seperti Model Bisnis google AdSense yaitu Affiliate Marketing, hanya saja program dari Affiliate Marketing pada Amazon bukan Pay Per Click melainkan Pay Per Sale.

Pada dasarnya pola bisnisnya sama yaitu dengan memperkenalkan atau mengiklankan produk berupa barang atau jasa dengan melakukan kerjasama dengan blogger. Namun karena Amazon lebih seperti sebuah toko yang menjajakan produk dagang yang secara online dengan teknik menghubungkan link pada gambar suatu produk yang akan di jual atau dilelang.

Robot otonom Proteus di gudang AmazonFoto: dok Amazon
Robot otonom Proteus di gudang Amazon

Sehingga setiap pengunjung yang mengklik gambar tersebut akan terhubung pada pengisian formulir transaksi penjualan. Kemudian ketika transaksi jual beli berhasil saat itu, penjual mendapatkan bayaran.

Tak hanya hadir secara online, Amazon juga membuka toko ritel offline di Amerika Serikat yang terbagi berdasarkan kategori seperti Amazon Books, Amazon 4-star, Amazon Fresh, Amazon Go, Amazon Go Grocery, serta Amazon Pop Up.

Model bisnis ini sama dengan JD.ID. 2018 lalu, JD.ID menghadirkan pusat pengalaman belanja berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/ AI) bernama JD.ID X. JD.ID X disebut menjadi pusat pengalaman belanja futuristis pertama di Asia Tenggara.

Saat itu, JD.ID X adalah langkah awal e-commerce pimpinannya untuk mengadopsi teknologi AI yang menawarkan konsep belanja tanpa kasir, memanfaatkan teknologi pemindai wajah, radio frequency identification (RFID), dan metode pembayaran non-tunai (cashless).

Beberapa produk yang dibeli pengguna melalui JD.ID X akan terhubung langsung dengan akun JD.ID pelanggan untuk transaksi non-tunai.

JD.ID X berlokasi di lantai 3 kawasan perbelanjaan PIK Avenue, Jakarta. Beberapa produk populer ditawarkan di sana, seperti fesyen pria maupun wanita, kosmetik, aksesoris, produk rumah tangga non-elektronik, dan kebutuhan sehari-hari.

Produk-produk tersebut dijanjikan akan dibanderol dengan harga khusus. Lebih lanjut, JD.ID X juga menyediakan produk dengan private label yang tersedai secara eksklusif, serta berbagai promo yang akan diberikan setiap minggu.

Hingga tahun 2021, JD.ID resmi buka gerai offline nya yakni JD.ID Electronic Store di kawasan Sentul City, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lewat pembukaan gerai offline JD.ID. Pada kuartal III-2021, JD.ID memang tengah fokus pada pengembangan strategi bisnis O2O (online to offline).

Gaya ecommerce Indonesia

Gojek Tokopedia (GoTO)Foto: Gojek Tokopedia (GoTO)

Wajar saja banyak yang bertanya tanya sejak kabar tutupnya JD.ID, bagaimana keberlanjutan bisnisnya tentu menjadi sorotan. Terlebih, Persaingan bisnise-commerce di Indonesia memang makin lama makin ketat.

Kalau kita bicara JD.ID Vs e-commerce lain misalnya Tokopedia dan Shopee dua online marketplace yang tak asing di Indonesia. Mereka sendiri diketahui menggunakan model bisnis C2C (consumer to consumer).

Mereka menerapkan sistem bisnis sebagai pihak ke tiga yang memfasilitasi antara penjual dan pembeli demi kelancaran serta keamanan transaksi.

Tokopedia dan Shopee, tidak seperti JD.ID, menjalin kerja sama dengan banyak pihak dalam proses jual beli online seperti perusahaan pergudangan, pengelola platform belanja online yang dikenal dengan ecommerce enabler, hingga perusahaan logistik last mile.

Model bisnis ini bisa dibilang lebih "ringan" biaya dibanding dengan model JD.ID yang "berat" aset. 

Pada akhirnya, alasan sebenarnya JD.ID menghentikan layanan belanja online mereka hanya diketahui oleh petinggi perusahaan.

Hanya saja, dalam belasan tahun sejak kemunculan platform-platform e-commerce di Indonesia, kebanyakan yang gugur adalah pemain B2C. Pemain raksasa global seperti Rakuten yang menggandeng MNC, eBay yang bekerja sama dengan Telkom, hingga JD.ID terpaksa tutup.

Pemain B2C yang sampai sekarang masih bertahan adalah Blibli. Namun sama seperti JD.ID, Blibli sebetulnya juga membuka fitur marketplace dalam platformnya.

JD.ID yang berfokus dalam memasarkan produk orisinal tersebut tidak mampu memenangi persaingan dari kalangan pasar lainnya yang menjual produk yang bervariasi dengan harga yang lebih murah.

Selain itu, dari segi model bisnis, karena perusahaan hanya mengandalkan promosi dan diskon secara terus menerus kepada para konsumennya. Sehingga, hal itu menyebabkan kejenuhan.

Oleh karena itu, dengan tutupnya JD.ID sebagai salah satu e-commerce di Indonesia masih belum menutup peluang positif e-commerce di Indonesia, hanya saja pola pasarnya semakin mengerucut pada pemain utama bermodel marketplace, seperti Tokopedia dan Shopee dan sulit bagi pesaing baru untuk masuk di tahun 2023.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation