CNBC Indonesia Research
Saham Disuspensi, Ini Kongsi Sultan Subang Dibalik BEBS

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Efek Indonesia (BEI) mengumumkan penangguhan perdagangan saham Berkah Beton Sadaya (BEBS) miliki kongsi pimpinan pondok pesantren Al Ihya Subang. Otoritas bursa menyebut penghentian sementara tersebut dilakukan "dalam rangka menjaga perdagangan efek yang teratur."
Tiga pimpinan Pondok Pesantren Al Ihya tercatat sebagai tokoh sentral pemilik perusahaan yang bergerak di sektor material tersebut. Pertama ada Zulfikar Mohammad Ali Indra yang tercatat sebagai pemilik manfaat terakhir BEBS, kemudian ada Yayan Suryana yang merupakan salah satu pemegang saham utama BEBS kala IPO. Keduanya merupakan wakil pimpinan di pondok pesantren yang berbasis di Subang, Jawa Barat tersebut.
Kemudian ada nama Asep Sulaeman Sabanda yang namanya mulai muncul di Kustodian Sentral Efek Indonesia awal tahun lalu setelah memborong saham BEBS dengan jumlah yang signifikan. Asep tercatat sebagai pimpinan Ponpes Al Ihya.
Valuasi Meroket Pasca IPO
BEBS diketahui melalukan penawaran umum perdana (IPO) dua tahun lalu dan mulai tercatat di bursa sejak 10 Maret 2021. Kala itu perusahaan menerbitkan 22,22% saham baru dan mampu menggalang dana RP 200 miliar dengan valuasi awal kala melantai berada di angka Rp 900 miliar.
Pasca melantai kepemilikan saham Zulfikar secara tidak langsung lewat Berkah Global Investama (BGI) di BEBS nyaris mencapai 35,40%, sedangkan yang dimiliki oleh Yayan secara tidak langsung lewat PT Berkah Multi Beton (BMB) nyaris mencapai 28,78%.
Saat ini kepemilikan saham Zulfikar tidak mengalami perubahan signifikan, meskipun awal tahun ini menjual 1,79% saham BEBS atau setara dengan Rp 570 miliar. Sementara itu kepemilikan Yayan telah berkurang drastis dengan porsi yang dimiliki BMB kini tersisa 1,34%.
Setalah diperdagangkan di bursa saham perusahaan terus naik hingga ribuan persen, meski kinerja keuangan perusahaan tidak meroket tajam. Pada harga tertingginya perusahaan sempat memiliki kapitalisasi pasar hingga Rp 65,25 triliun. Hal ini ikut membuat harta kekayaan pemiliknya meroket tajam. Pada valuasi tertinggi total kekayaan Zulfikar ditaksir mencapai Rp 23 triliun lewat kepemilikan tidak langsung di BEBS.
Sementara itu sejumlah pemilik saham lain memutuskan melakukan divestasi di perusahaan material ini seiring dengan naiknya harga saham perusahaan dan masuknya Sultan Subang Asep Sulaeman sebagai pemegang saham utama baru.
Yayan lewat BMB diketahui telah cuan triliunan rupiah dari penjualan saham BEBS. Selain dirinya ada juga Komisaris Utama BEBS Haji Herdis Sudana yang melego 300 juta saham perusahaan April tahun lalu dan memperoleh dana segar hingga Rp 1,28 triliun.
Sebagai informasi, mengutip prospektus IPO, modal yang ditempatkan dan disetor Yayan - lewat BMB - dan Herdis Sudana di BEBS masing-masing sebesar Rp 130 miliar dan 20 miliar.
Kekayaan Pemilik Lenyap Triliunan
Harga saham BEBS telah turun signifikan, melemah 50% dalam setahun dengan kapitalisasi pasar saat ini tercatat Rp 26,78 triliun. Akhir tahun lalu perusahaan melakukan pemecahan saham dengan rasio 1 banding 5.
Akibatnya kekayaan sang pemilik juga ikut turun drastis setelah sempat naik tajam kala harga saham BEBS meroket. Saat ini harta kekayaan Zulfikar yang terikat di saham BEBS ditaksir mencapai Rp 8,88 triliun. Angka tersebut turun 14,12 triliun pada posisi puncak diestimasi kekayaannya sempat tembus Rp 23 triliun.
Zulfikar sendiri sempat menjabat sebagai komisaris perusahaan kala BEBS IPO, namun kini posisi tersebut telah ditinggalkan. Dirinya diketahui lahir di Jember 50 tahun lalu merupakan lulusan Ilmu Syariah Universitas Al Azhar.
Meski harga saham BEBS telah turun signifikan, saham ini masih tergolong mahal secara valuasi karena diperdagangkan nyaris 34 kali (PBV) harga buku dan 134 kali (PER) laba per saham dasar.
Dalam sembilan bulan pertama tahun lalu, perusahaan mencatatkan kenaikan pendapatan 89% menjadi Rp 632,66 miliar dan laba bersih naik 100% menjadi Rp 150,16 miliar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
Saktinya IHSG Tahun Ini! Tiga Kali Tumbang, Tiga Kali Bangkit
(fsd/fsd)