IPO Watch

Saham PEVE Kemahalan Dibanding Tetangga, Masih Doyan?

Riset, CNBC Indonesia
20 January 2023 06:05
Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Crazy rich asal Jawa Timur Hermanto Tanoko, bersiap membawa perusahaan miliknya go public. Kali ini adalah giliran PT Penta Valent Tbk (PEVE) yang bergerak di bidang distribusi produk farmasi untuk melantai di bursa saham domestik.

Berdasarkan prospektus perseroan, PEVE akan melepas sebanyak 353.125.000 saham baru atas nama atau setara dengan 20% dari modal ditempatkan dan disetor perseroan di harga Rp 149/unit, sehingga total perolehan pendanaan mencapai Rp 52,6 miliar.

Adapun terkait rencana penggunaan dana dari hasil IPO adalah untuk modal kerja dalam rangka mendukung kegiatan operasional dan pengembangan bisnis Perseroan dengan rincian antara lain untuk biaya operasional seperti, biaya angkut, biaya kantor, biaya penjualan, biaya sewa dan lainnya, pembelian barang dagangan dan pelunasan hutang usaha kepada pemasok.

Untuk membahas apakah saham PEVE layak pesan maka mari kita ulas poin-poin penting terkait dengan fundamental, valuasi hingga momentum. Jika fundamental solid, valuasi rasional dan momentum sedang bagus, maka saham IPO layak untuk dikoleksi. Namun jika sebaliknya, maka saham tersebut ada baiknya dihindari.

Sebagai distributor produk farmasi, PEVE memiliki sejumlah principal atau mitra yang memasok berbagai produk yang siap untuk didistribusikan.

Produk-produk tersebut mencakup obat-obatan, kosmetik, alat dan perlengkapan medis hingga barang-barang konsumen yang masih berkaitan dengan kesehatan.

PEVE berperan sebagai pihak yang mendistribusikan produk tersebut ke rumah sakit, klinik, apotek, pasar modern dan tradisional hingga warung dan kios-kios di pasar.

Selain PEVE, salah satu perusahaan yang bergerak di industri serupa adalah PT Millenium Pharmacon International Tbk (SDPC) yang sudah lebih dahulu melantai di bursa sejak 1990.

Secara size baik dari sisi pendapatan, laba dan market cap PEVE masih lebih kecil ketimbang SDPC. Mari kita tengok dari sisi top line terlebih dahulu.

Untuk periode 2019-2021 dan 2022 menggunakan metode annualized, revenue SDCP 1,6-1,9x lebih besar dari PEVE. Keduanya memiliki pendapatan lebih dari Rp 1 triliun dalam 3 tahun terakhir.

Revenue (Rp tn)

2019

2020

2021

2022E

CAGR

PEVE

1.40

1.40

1.80

2.00

12.6%

SDPC

2.70

2.60

3.00

3.20

5.8%

SDPC/PEVE

1.90

1.90

1.70

1.60

Ditinjau dari sisi laba kotor, gross profit SDPC juga lebih besar 1,4-1,7 kali dari PEVE pada periode tersebut.

Gross Profit (Rp bn)

2019

2020

2021

2022E

CAGR

PEVE

139.9

127.3

167.3

180.1

8.8%

SDPC

228.8

221.7

241.8

269.7

5.6%

SDPC/PEVE

1.6

1.7

1.4

1.5

Sementara itu kalau melihat dari sisi bottomline, nilainya lebih fluktuatif. Laba bersih PEVE sempat hampir 2 kali SDPC terutama pada 2021, tetapi juga sempat seper-sepuluh kali SDPC pada 2020 saat Covid-19 melanda.

Net Profit (Rp bn)

2019

2020

2021

2022E

CAGR

PEVE

5

0.3

19.3

16.7

49.5%

SDPC

7.9

2.8

9.6

31.8

59.1%

SDPC/PEVE

1.6

10.4

0.5

1.9

Secara marjin terutama menggunakan marjin laba kotor, rasio profitabilitas PEVE lebih tinggi dibandingkan dengan SDPC. Sejak 2019-2021, rasio Gross Profit Margin (GPM) PEVE berhasil dipertahankan di kisaran 9%-9,8%. Sementara untuk kasus SDPC berhasil dijaga di kisaran 8,1%-8,5%.

Gross Profit Margin

2019

2020

2021

2022E

Avg

PEVE

9.80%

9.20%

9.30%

9.00%

9.33%

SDPC

8.50%

8.50%

8.10%

8.40%

8.38%

Namun ditinjau dari sisi net profit margin (NPM), meski keduanya tak jauh berbeda dengan rasio rata-rata di bawah 1% akan tetapi nilainya cenderung fluktuatif.

Net Profit Margin

2019

2020

2021

2022E

Avg

PEVE

0.30%

0.00%

1.10%

0.80%

0.55%

SDPC

0.30%

0.10%

0.30%

1.00%

0.43%

Kalau ditinjau dari sisi market cap, meski PEVE lebih kecil dari PEVE, akan tetapi size-nya tak berbeda jauh. Pada saat IPO, market cap PEVE berada di Rp 263 miliar, sedangkan per 19 Januari 2023, market cap SDPC sebesar Rp 306 miliar.

Secara fundamental, bisnis yang berkaitan dengan distribusi memang memiliki nature marjin yang tipis karena tugas mereka yang hanya mendistribusikan dan tidak ikut campur dalam penentuan harga produk (pricing) di tataran produksi.

Melihat kondisi fundamental di atas, memang PEVE meski lebih kecil pendapatannya tetapi dari sisi growth maupun marjin lebih oke ketimbang SDPC.

Lantas bagaimana dengan valuasinya? Saat IPO, PEVE memiliki nilai kapitalisasi pasar sebear Rp 263 miliar. Apabila menggunakan laporan keuangan Juli 2022 untuk IPO, perseroan mencatatkan laba bersih sebesar Rp 9,7 miliar.

Menggunakan metode perhitungan disetahunkan (annualized), maka potensi laba bersih sepanjang 2022 mencapai hampir Rp 17 miliar. Dengan begitu, maka PEVE divaluasi dengan rasio Price to Earnings (PER) sebesar 15,8x saat IPO.

Jika menggunakan valuasi multiple PER, PEVE memang lebih premium ketimbang SDPC yang hanya ditransaksikan dengan PER 9,62 kali. Sebagai catatan, valuasi perusahaan yang baru saja akan melantai memang cenderung lebih mahal dibanding dengan kompetitornya yang sudah lama di bursa.

Dari sisi momentum, sebenarnya story terkait emiten kesehatan sudah tidak lagi hype mengingat Indonesia sudah berada di fase transisi dari pandemi menjadi endemic seiring dengan pemerintah yang memutuskan untuk mencabut kebijakan PPKM. Sehingga katalis positif dari sisi sektoral cenderung minim.

Namun dari sisi bekingan, mengingat emiten PEVE ini terafiliasi dengan keluarga Tanoko sebagai orang terkaya nomor 13 di Indonesia, tentu saja menjadi catatan tersendiri.

Sehingga terlepas dari valuasinya yang lebih mahal dibanding kompetitor dan momentum yang tidak lagi hype, mengingat backing Hermanto Tanoko serta proceeds yang kecil, IPO PEVE masih layak pesan.

(trp/trp)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation