
Ekonomi RI Membaik, Ketimpangan Kaya-Miskin Bisa Menurun?

Kemiskinan sudah sejak lama menjadi masalah di Tanah Air, hingga sekarang masih belum menunjukkan tanda-tanda menghilang. Angka statistik terus saja memberikan informasi masih banyaknya jumlah penduduk miskin.
Terbaru, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 26,36 juta orang per September 2022. Jumlah ini naik tipis dibandingkan pada akhir Maret 2022 sebanyak 26,16 juta orang.
Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan secara persentasenya, jumlah masyarakat miskin per September sebesar 9,57 persen, naik 0,03 persen dibandingkan Maret 9,54 persen.
Ternyata, Sebaran penduduk miskin di Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Sumatra. Khususnya di Pulau Jawa, jumlah penduduk miskinnya mencapai 13,94 juta orang per September 2022, dengan sebaran terbanyak ada di Jawa Timur (Jatim) dan Jawa Barat (Jabar).
Seiring dengan data ini, ketimpangan kekayaan di Indonesia pun tak menunjukkan banyak perubahan. Padahal, rata-rata harta penduduk di dalam negeri telah meningkat empat kali lipat dalam dua dekade terakhir.
ketimpangan kekayaan di Indonesia pun tak menunjukkan banyak perubahan. Padahal, rata-rata harta penduduk di dalam negeri telah meningkat empat kali lipat dalam dua dekade terakhir.
Kelompok 50% terbawah hanya memiliki 5,46% dari total kekayaan rumah tangga secara nasional pada 2021. Persentase tersebut lebih rendah dibandingkan pada 2001 yang sebesar 5,86%. Sementara, 10% penduduk terkaya memiliki 60,2% dari total aset rumah tangga secara nasional pada 2021. Angkanya justru meningkat dibandingkan pada 2001 yang sebesar 57,44%.
Menilik Rasio Gini Indonesia
Persoalan ketimpangan di Tanah Air sebenarnya juga terlihat dari rasio gini. BPS telah melaporkan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur menggunakan rasio gini sebesar 0,381 pada September 2022. Angka tersebut turun 0,003 poin dibandingkan pada Maret 2022 yang sebesar 0,384.
Penurunan rasio gini nasional disebabkan oleh penurunan angka penduduk miskin pada Maret 2021 karena perekonomian mulai pulih dari dampak Covid-19.
Jika melihat data rasio gini memang sempat turun drastis pada Maret 2021. Tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Gini Ratio adalah sebesar 0,384. Angka ini menurun 0,001 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio September 2020 yang sebesar 0,385. Penurunan tentu saja dipicu oleh pandemi Covid-19.
Jika dilihat dari klasifikasi daerahnya, persentase pengeluaran nasional di kelompok 40% terbawah di perkotaan dan perdesaan masing-masing sebesar 17,19% dan 21,06%. Ini berarti baik perkotaan maupun perdesaan sama-sama masuk kategori ketimpangan rendah.
Adapun, Yogyakarta menjadi provinsi dengan rasio gini tertinggi pada September 2022, yakni 0,459. Sementara, Kepulauan Bangka Belitung menjadi provinsi dengan rasio gini terendah sebesar 0,255.
Selain itu, rasio gini di 6 provinsi tercatat lebih tinggi dibandingkan rata-ratanya secara nasional. Sedangkan, 28 provinsi lainnya memiliki rasio gini yang lebih rendah dari rata-rata nasional.
Ini tentunya masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk menekan kesenjangan pendapatan yang diukur dari gini rasio. Sehingga, jika adan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pendapatan per kapita Indonesia pada tahun 2021 telah mencapai US$ 4.349,5, harapannya rasio gini juga bisa ditekan dari levelnya saat ini.
Program pemberdayaan ekonomi untuk penduduk miskin ekstrem dan penduduk miskin patut terus dikawal. Ini dilakukan bisa dengan penyelenggaraan program padat karya yang menggunakan dana desa dan anggaran dan APBN maupun APBD.
Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) harus terus dilakukan dengan catatan suku bunga KUR mikro bisa ditekan sehingga tidak menyulitkan rakyat. Selain itu, pemerintah juga perlu menggenjot tenaga kerja. Setidaknya ini upaya real yang bisa dilakukan untuk mengentas kemiskinan dan mengupayakan gini rasio dapat ditekan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aum/aum)