Jangan Terlena! IHSG-Rupiah Bisa Jatuh Lagi Pekan Ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Memasuki pekan kedua 2023, pasar keuangan Tanah Air mulai mampu mencatatkan kinerja memuaskan pekan lalu, meskipun masih dihantui berbagai tekanan ekonomi global. Perlu kita ketahui bersama bahwa gelapnya ekonomi akibat inflasi dan suku bunga tinggi masih belum beranjak dari isu hangat global.
Dalam 5 hari perdagangan, IHSG sebenarnya mampu menguat 3 kali. Tetapi kemerosotan tajam pada perdagangan Rabu dan Kamis membuat IHSG menjadi bursa dengan kinerja terburuk di dunia dibandingkan dengan bursa utama lainnya.
Namun IHSG berhasil rebound pada perdagangan Kamis dan Jumat menguat masing-masing 0,69% dan 0,18% dan pekan lalu, IHSG berakhir di 6.641,83 dengan penguatan 0,18% secara harian.
Kinerja positif di perdagangan hari terakhir tersebut, akhirnya mampu memangkas koreksi yang lebih dalam, di mana pekan ini IHSG bahkan sempat menembus ke bawah level 6.600, terendah sejak 4 Juli 2022.
Dengan ini, IHSG masih turun 0.72% dalam 6 bulan terakhir, jatuh 3,05% secara year-to-date (Ytd), namun masih menguat 1,2% setahun.
Nilai transaksi IHSG relatif kurang ramai atau hanya mencapai Rp 48,2 triliun. Pekan lalu, investor asing juga tercatat melakukan aksi jual bersih (net sell) senilai Rp 1,84 triliun di pasar reguler.
Bursa saham Tanah Air yang menghijau pekan lalu tak lepas dari kabar baik Amerika Serikat (AS) setelah data inflasi kembali melandai sesuai dengan prediksi pasar sebelumnya.
Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan inflasi berdasarkan indeks harga konsumen (IHK) periode Desember 2022 naik 6,5% secara tahunan (year-on-year/yoy). Namun lajunya telah melambat dalam enam bulan beruntun, dengan catatan tingkat inflasi AS pada November 2022 berada di angka 7,1%.
Level tersebut (secara bulanan) membawa inflasi AS kini setara pada posisi April 2020, seiring kebijakan penguncian dikarenakan serangan Covid-19 yang menghantam seluruh dunia.
Sementara itu, inflasi inti naik 0,3%, sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar. Secara tahunan inflasi inti menjadi 5,7%. Hal ini dipengaruhi oleh harga telur dan tiket pesawat.
Menanggapi data tersebut, pelaku pasar semakin yakin bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan kembali memperlambat laju pengetatan pada pertemuan mendatang.
(aum/aum)