Selanjutnya Mata uang Garuda kembali mencatatkan penguatan. Nilai tukar rupiah tampil cemerlang pekan ini. Pada perdagangan Jumat (13/1/2023), rupiah ditutup di posisi Rp 15.140/US$, di pasar spot atau menguat 1,29%.
Penguatan sebesar itu menjadi yang tertinggi sejak 5 Juni 2020 atau 2 tahun dan delapan bulan atau nyaris tiga tahun terakhir. Pada tanggal tersebut, rupiah menguat sebesar 1,52%.
Posisi rupiah pada Jumat yang berada di Rp 15.140/US$1 juga menjadi yang terkuat sejak 27 September 2022 atau 3,5 bulan terakhir. Penguatan rupiah secara tajam ini tentu menjadi kabar baik mengingat mata uang Garuda terus terpuruk sejak September 2022 hingga akhir tahun 2022.
Pekan lalu rupiah mendapat sentimen positif dari dalam negeri di mana Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang akhirnya merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE).
Dalam revisi ini, beberapa sektor baru masuk ke dalam daftar yang harus menempatkan DHE kepada regulator.
Hal ini disampaikan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sesuai arahan Presiden Jokowi dalam rapat kabinet terbatas di Istana Kepresidenan, pekan lalu.
Dengan DHE bisa ditahan lama di dalam negeri, pasokan dolar AS tentunya akan kembali bertambah, rupiah tentu bisa menguat.
Mata Uang Garuda semakin bertenaga setelah indeks dolar AS jeblok 0,91% ke 102,24 pada perdagangan Kamis yang merupakan level terendah sejak Juni 2022.
Sementara itu, aksi beli di pasar obligasi terus berlanjut di pekan lalu. Imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) terus mengalami penurunan.
Untuk diketahui, pergerakan harga obligasi berbanding terbalik dengan yield. Ketika harga naik, maka yield akan turun, begitu juga sebaliknya. Saat harga naik, artinya ada aksi beli.
Melansir data Refinitiv, yield SBN tenor 10 tahun hari ini turun 3,2 basis poin menjadi 6,679%. Sebelumnya bahkan sempat menyentuh 6,623% yang merupakan level terendah sejak 4 Maret 2022. Yield ini juga sudah mengalami penurunan dalam 8 hari perdagangan beruntun.
Hampir semua tenor SBN hari ini mengalami penurunan yield, kecuali 25 tahun yang naik 2,9 basis poin menjadi 7,31%.
Perdagangan saham di bursa Amerika Serikat (AS) libur pada Senin (16/1/2023). Bursa Wall Street tutup untuk karena liburan Hari Martin Luther King Jr.
Di akhir pekan lalu, Indeks Wall Street berakhir menguat. Indeks S&P 500 dan Nasdaq naik ke level tertinggi dalam sebulan pada Jumat (13/1/2023).
Wall Street tertopang kenaikan saham JPMorgan Chase dan saham bank lain menyusul hasil kinerja kuartalan yang meningkat.
Indeks Dow Jones Industrial Average naik 112,64 poin atau 0,33% menjadi 34.302,61. Indeks S&P 500 menguat 15,92 poin atau 0,40% menjadi 3.999,09 dan Nasdaq Composite naik 78,05 poin atau 0,71% ke level 11.079,16.
S&P 500 ditutup pada level tertinggi sejak 13 Desember 2022. Sedangkan Nasdaq berakhir pada level tertinggi sejak 14 Desember 2022.
Untuk minggu ini, S&P 500 telah naik 2,7% dan Dow menguat 2%. Sementara, Nasdaq melejit 4,8%, persentase kenaikan mingguan terbesar sejak 11 November 2022.
Pada perdagangan Jumat (13/1), sektor keuangan menjadi salah satu sektor yang memberikan dukungan paling besar bagi S&P 500.
Ini setelah JPMorgan Chase & Co dan Bank of America Corp mengalahkan perkiraan pendapatan triwulanan. Sementara laba triwulanan Wells Fargo & Co dan Citigroup Inc jatuh jauh dari perkiraan.
Tetapi saham keempat perusahaan tersebut naik, bersama dengan indeks bank S&P 500 yang berakhir naik 1,6%. Saham JPMorgan sendiri naik 2,5%.
Bank-bank terbesar Wall Street menimbun lebih banyak dana untuk mempersiapkan kemungkinan resesi dan melaporkan hasil perbankan investasi yang lemah sambil menunjukkan kehati-hatian tentang perkiraan pertumbuhan pendapatan. Mereka mengatakan bunga yang lebih tinggi membantu meningkatkan keuntungan.
Ahli strategi mengatakan investor akan mengawasi panduan lebih lanjut dari eksekutif perusahaan dalam beberapa minggu mendatang.
"Ini telah mengalihkan fokus investor kembali ke pendapatan emiten," kata Peter Tuz, presiden Chase Investment Counsel di Charlottesville, Virginia seperti dikutip Reuters.
Pendapatan tahun-ke-tahun dari perusahaan S&P 500 diperkirakan turun 2,2% untuk kuartal tersebut, menurut data Refinitiv.
Mampukah pasar keuangan meneruskan kinerja cemerlangnya pekan ini? Setidaknya, ada beberapa hal yang penting dicermati oleh para investor.
Wall Street yang ditutup menguat pada perdagangan akhir pekan lalu tentunya membuka peluang penguatan IHSG pada hari ini. Angin segar muncul pasca inflasi Amerika Serikat (AS) mulai mendingin.
Seperti diketahui, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan inflasi AS melandai ke 6,5% (year on year/yoy) pada Desember 2022 dari 7,1% (yoy) pada November 2022. Inflasi tersebut adalah yang terendah sejak Oktober 2021.
Secara bulanan (month to month/mtm), AS bahkan mencatatkan deflasi 0,1% pada Desember. Deflasi ini adalah yang pertama kalinya terjadi sejak Mei 2020.
Melandainya inflasi ini tentu saja menjadi kabar positif bagi pelaku pasar saham. Dengan inflasi yang terus melandai, bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) diharapkan makin melonggarkan kebijakan moneter mereka.
Sementara itu, pekan ini terdapat sejumlah agenda penting yang patut dicermati oleh para pelaku pasar.
Pertama, dari dalam negeri, di awal pekan semua mata patut tertuju pada rilis data neraca perdagangan internasional Indonesia periode Desember 2022 pada Senin (16/1/2023).
Surplus neraca perdagangan diperkirakan menyusut sangat dalam pada Desember 2022. Pelemahan ini sejalan dengan perlambatan ekonomi global.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 11 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Desember 2022 sebesar US$ 3,92 miliar. Surplus tersebut jauh lebih rendah dibandingkan November 2022 yang mencapai US$ 5,16 miliar.
Jika prakiraan tersebut menjadi kenyataan maka surplus pada Desember 2022 akan menjadi yang terendah sejak Mei 2022. Sebagai catatan, Indonesia melarang ekspor CPO pada bulan tersebut. Konsensus juga menunjukkan bahwa ekspor akan tumbuh 6,6% (year on year/yoy) sementara impor ambruk 3,1%/
Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 32 bulan beruntun. Sebagai catatan, nilai ekspor November 2022 mencapai US$ 24,12 miliar atau naik 5,6% (yoy). Impor tercatat US$ 18,96 miliar atau melandai 1,89% (yoy).
Kedua, sentimen utama datang dari China yang akan mengumumkan banyak data penting pada Selasa (17/1/2022) pekan depan. Diantaranya ada rilis PDB, rilis data produksi industri, rilis penjualan ritel, hingga rilis data tingkat pengangguran.
Semua data ini penting untuk melihat seberapa kuat ekonomi China bertahan di masa sulitnya akibat Covid-19. Untuk diketahui, China telah merevisi lebih tinggi tingkat pertumbuhan PDB 2021 menjadi 8,4% dari 8,1% sebelumnya.
Untuk diketahui, Kejatuhan ekonomi dua negara besar dunia, China dan Amerika Serikat (AS), akan menimbulkan dampak besar bagi dunia, tidak terkecuali Indonesia.
Ancaman kontraksi ekonomi di China akibat kebijakan zero-Covid akan berdampak pada perekonomian domestik. Oleh karena itu, yang dikhawatirkan adalah ekspor Indonesia tahun 2023 akan tertekan akibatnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pernah mengungkapkan bahwa kontraksi 1% ekonomi China dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,3%-0,6%.
"Apabila mereka melemah 1 persen, pengaruhnya ke Indonesia akan mengalami penurunan 0,3 sampai 0,6 persen," ungkap Sri Mulyani beberapa waktu lalu.
Di saat yang sama, Sri Mulyani pun mengungkapkan bahwa perlambatan China akan mempengaruhi ekspor, impor dan pariwisata RI. Menurutnya, China menyumbang turis asing yang besar.
Ketiga, akan ada data penting juga yang dinantikan dari Inggris. Di mana, Inggris akan mengumumkan data angka pengangguran, inflasi yang dilengkapi pula dengan rilis data inflasi zona eropa. Data ini tentunya penting untuk memberikan rekomendasi atas kebijakan ECB.
Trading Economic memperkirakan bahwa tingkat pengangguran di Inggris naik tipis menjadi 3,7% dalam tiga bulan hingga Oktober 2022 dari 3,6% pada periode sebelumnya, sesuai dengan perkiraan pasar. Tingkat ketenagakerjaan juga naik menjadi 75,6% dari 75,4%, dengan gaji karyawan naik 107 ribu ke rekor 29,9 juta.
Keempat, pelaku pasar juga patut mencermati podato dari pejabat ECB terkait sinyal kebijakan moneternya. Kemudian, pidato dari pejabat The Fed pekan depan juga patut dicermati di mana akan memberikan sinyal terkait kebijakan moneternya yang akan datang.
Kelima, sentimen yang tak kalah pentingnya tentunya muncul dari Amerika Serikat (AS) yang bakal merilis data pentingnya seperti Indeks harga produsen, penjualan retail, serta produksi industri.
Selain itu, ada banyak pidato dari pejabat The Fed yang tentunya bakal mengisyaratkan kebijakan moneternya yang akan datang yang biasanya turut mempengaruhi kondisi pasar.
Berikut beberapa data ekonomi penting yang akan dirilis hari ini:
Rilis Data Producer Price Index (PPI) Jepang (06:50)
Pengukur Inflasi TD-MI MoM Australia (07:00)
Indeks Harga Rumah China (08:30)
Rilis Data Ekspor Impor Indonesia (11:00)
Rilis Data Neraca Perdagangan Indonesia (11:00)
Rilis data harga grosir Jerman (02:00)
Hari ini setidaknya terdapat beberapa agenda korporasi yakni :
RUPSLB PT Kino Indonesia Tbk (KINO)
Tanggal ex HMETD Pan Brothers Tbk (PBRX)
Terakhir, berikut adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:
TIM RISET CNBC INDONESIA