Market Commentary

4 Saham Bank 'Raksasa' Penguasa IHSG Ambrol, Gara-Gara IMF?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
05 January 2023 10:18
Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham perbankan berkapitalisasi pasar terbesar (big bank) terpantau berjatuhan atau ambles lebih dari 1% pada perdagangan sesi I Kamis (5/1/2023).

Hingga pukul 09:38 WIB, empat saham 'big bank' terpantau ambles sekitar 1%, bahkan ada yang nyaris ambles 2%.

Berikut pergerakan empat saham big bank pada perdagangan sesi I hari ini.

EmitenKode SahamHarga TerakhirPerubahan Harga
Bank Rakyat IndonesiaBBRI4.680-1,89%
Bank Negara IndonesiaBBNI9.025-1,63%
Bank MandiriBMRI9.900-1,25%
Bank Central AsiaBBCA8.275-0,90%

Sumber: RTI

Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) memimpin koreksi yakni ambruk 1,89% ke posisi Rp 4.680/unit. Sedangkan saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) berada diurutan kedua, yakni ambles 1,63% menjadi Rp 9.025/unit.

Kemudian ada saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang ambrol 1,25% ke Rp 9.900/unit dan terakhir, yakni saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang merosot 0,9% menjadi Rp 8.275/unit.

Bahkan, keempat saham big bank tersebut juga memberatkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Melansir data dari Refinitiv, saham BBRI memberatkan IHSG hingga 12,4 indeks poin. Sedangkan saham BBNI memperberat indeks sebesar 3,3 indeks poin.

Berikutnya saham BMRI menjadi pemberat IHSG hingga 7,19 indeks poin, dan terakhir saham BBCA memberatkan indeks mencapai 5,5 indeks poin.

Melemahnya saham big bank terjadi setelah bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) menyatakan komitmennya untuk memerangi inflasi dan mengharapkan suku bunga yang lebih tinggi tetap berlaku sampai lebih banyak kemajuan dibuat.

Hal ini dijelaskan dalam risalah pertemuan The Fed kemarin.

"Peserta umumnya mengamati bahwa sikap kebijakan yang membatasi perlu dipertahankan sampai data yang masuk memberikan keyakinan bahwa inflasi berada pada jalur penurunan yang berkelanjutan hingga 2 persen, yang kemungkinan akan memakan waktu lama," berdasarkan ringkasan pertemuan.

"Mengingat tingkat inflasi yang terus-menerus dan tidak dapat diterima, beberapa peserta berkomentar bahwa pengalaman sejarah memperingatkan terhadap kebijakan moneter yang melonggarkan sebelum waktunya."

The Fed yang masih 'kekeuh' menaikkan suku bunganya karena mereka melihat bahwa pasar tenaga kerja di Negeri Paman Sam masih cukup kuat.

Kemarin, Laporan Pembukaan Pekerjaan dan Perputaran Tenaga Kerja di AS atau JOLT pada November 2022, menunjukkan pasar kerja tetap kuat, yakni mencapai 10,458 juta, lebih tinggi dari perkiraan sebesar 10 juta.

Namun, angka ini lebih rendah dari data sebelumnya yang sebesar 10,512 juta.

Dengan sikap agresif dari The Fed tersebut maka risiko resesi ekonomi global makin tinggi. Hal ini juga disampaikan oleh Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF).

Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva mengatakan untuk sebagian besar ekonomi global, 2023 akan menjadi tahun yang sulit karena mesin utama pertumbuhan global yakni AS, Eropa, dan China, semuanya mengalami aktivitas ekonomi yang melemah.

"Tahun baru akan menjadi lebih sulit daripada tahun yang kita tinggalkan. Mengapa? Karena tiga ekonomi besar yakni AS, UE, dan China, semuanya melambat secara bersamaan," kata Georgieva kepada CBS, dikutip Reuters, Senin (2/1/2023).

TIM RISET CNBC INDONESIA

Sanggahan: Berita ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli atau menjual saham terkait. Keputusan investasi sepenuhnya ada pada diri anda, dan CNBC Indonesia tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(chd/chd)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation