CNBC Indonesia Research

Target Ekonomi Jokowi Selalu Meleset, Salah Siapa?

Maesaroh, CNBC Indonesia
04 January 2023 18:00
Lapor Pak Jokowi! Ekonomi Indonesia Salip AS, Eropa & China
Foto: Infografis/ Ekonomi Indonesia Salip AS, Eropa & China/ Ilham Restu

Jakarta, CNBC Indonesia- Sebagian besar asumi makro yang ditetapkan di era pemerintahan Presiden Joko Widodo, atau Jokowi, pada 2014-2022 selalu meleset dari target yang ditetapkan.

Selama periode 2014-2022, hampir semua asumsi meleset dari target. Asumsi pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah, dan lifting minyak adalah yang paling kerap melenceng. Sejak periode pertama pemerintahan Jokowi hingga 2021, realisasi pertumbuhan ekonomi selalu di bawah target yang ditetapkan pada APBN.

Pada 2015, di mana tahun tersebut menjadi tahun pertama Jokowi memerintah secara penuh, pertumbuhan ekonomi bahkan meleset jauh dari targetnya. Target pertumbuhan ditetapkan sebesar 5,7% tetapi realisasinya hanya 4,88%.

Pada 2020, melesetnya target pertumbuhan ataupun asumsi makro bisa dipahami mengingat ada pandemi Covid-19. Pada tahun tersebut, pertumbuhan ekonomi ditetapkan sebesar 5% tetapi realisasinya terkontraksi 2,07%.

Realisasi asumsi nilai tukar juga lebih kerap berada di atas atau lebih kuat proyeksi.

Realisasi nilai tukar yang lebih rendah dibandingkan asumsi terjadi pada 2014,2015, 2021, dan tahun lalu di mana terjadi goncangan global. Kondisi ini menunjukkan jika pergerakan nilai tukar memang sangat dipengaruhi kondisi global.

Asumsi harga minyak Indonesia (ICP) lebih kerap lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditetapkan dalam asumsi. Selama sembilan tahun terakhir, asumsi ICP menyimpang jauh di atas proyeksi.
Kondisi ini berdampak besar terhadap pembengkakan subsidi BBM subsidi. Asumsi ICP yang melesat paling jauh terjadi pada tahun lalu.


Pada APBN, pemerintah sangat percaya diri menetapkan ICP di angka US$ 63 per barel.  Namun, realisasinya justru melonjak menjadi US$ 97 per barel karena ada lonjakan harga energi akibat perang Rusia-Ukraina.

Sebaliknya, realisasi pada 2015 jauh di bawah target yakni menjadi US$ 42 per barel dari target US$ 60 barel karena minyak dunia ambruk.

Realisasi lifting minyak dan gas sangat mengecewakan. Bukan hanya karena hampir selalu di bawah target tetapi juga karena terus menurun. Pada 2017, realisasi lifting masih menembus 829.000 barel per hari tetapi angkanya anjlo menjadi 662 000 barel per hari pada 2020.

Sementara itu, lifting gas anjlok dari 1,18 juta barel setara minyak per hari (mbopd). Dari tujuh asumsi makro yang ditetapkan dalam APBN, keberhasilan terbesar pemerintah ada di inflasi dan imbal hasil surat utang.

Dalam sembiilan tahun terakhir, hanya dua kali realisasi inflasi di atas asumsi yang ditetapkan yakni pada 2014 dan 2022.

Pada dua periode tersebut, pemerintah sama-sama menaikkan harga BBM subsidi yang membuat inflas melonjak.

Selebihnya, inflasi melaju jauh di bawah asumsi. Pada 2020, inflasi Indonesia bahkan mencatat rekor teredah sepanjang sejarah yakni di level 1,68%.

Realisasi imbal hasil surat juga lebih sering di bawah asumsinya. Pengecualian terjadi pada 2016, 2019, dan 2022.
Sebagai catatan, pemerintah mengganti asumsi untuk imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) pada 2021 dari imbal hasil SBN 3 bulan menjadi tenor 10 tahun untuk lebih mengetahui kondisi pasar keuangan domestik.

Ekonom Mirae Assert Sekuritas Rully Wisnubroto mengatakan kerap melesetnya asumsi makro salah satunya disebabkan proyeksi pemeritah yang terlalu optimis.

"Pada dasarnya pemerintah memang harus memasukkan asumsi yang kalau boleh dikatakan optimistik, terutama dari sisi pertumbuhan ekonomi," tutur Rully, kepada CNBC Indonesia.

Dia menambahkan nilai tukar sulit diproyeksi karena perkembangannya sangat ditentukan oleh kondisi global.

"Kalau nilai tukar, sangat sulit, di tengah volatilitas yang tinggi, sedangkan untuk suku bunga, terkait dengan imbal hasil, memang dapat dilakukan kebijakan stabilisasi," imbuhnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular