Newsletter

Ramalan Ekonomi IMF Bikin Ngeri, IHSG Masih Bisa ke 7.000?

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
Selasa, 03/01/2023 06:20 WIB
Foto: Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia  - Pasar keuangan Indonesia bergerak cenderung negatif pada perdagangan awal tahun karena investor khawatir akan ancaman resesi dunia.

Perdagangan perdana Senin (02/01/23) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup naik hampir 0,4 poin saja atau 0,01% menjadi 6.850,98. 

Dilansir dari RTI Business, sebanyak 292 saham mengalami apresiasi, 244 saham terkoreksi, sementara 167 lainnya mendatar.

Volume perdagangan hari ini tercatat sebanyak 13,7 miliar dengan frekuensi perpindahan tangan sebanyak 930 ribu kali.

Nilai perdagangan kali ini hanya mencapai 5,53 triliun rupiah, lebih rendah 43% dari perdagangan akhir tahun lalu (30/12/22) yakni 9,62 triliun rupiah.


Sementara itu mata uang Garuda, rupiah, gagal terapresiasi di perdagangan awal tahun. Melansir data Refinitiv, rupiah menutup perdagangan di Rp 15.570/US$, melemah tipis 0,03% di pasar spot pada perdagangan kemarin.

Tekanan datang dari kekhawatiran para pelaku pasar terhadap kondisi ekonomi global yang diproyeksi akan tumbuh melambat hingga terjadi resesi. Bahkan pertumbuhan aktivitas manufaktur Indonesia tidak bisa menopang laju IHSG.

Dana Moneter Internasional (IMF) memberikan isyarat bahwa tahun ini akan menjadi tahun yang sulit karena mesin utama pertumbuhan global - Amerika Serikat, Eropa, dan China semuanya mengalami aktivitas yang melemah.

Pelaku pasar juga berhati-hati setelah data menunjukkan aktivitas pabrik China menyusut paling banyak dalam hampir 3 tahun pada bulan Desember, di tengah penyebaran cepat kasus Covid-19 di seluruh daratan.

S&P Global pagi ini melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur Indonesia naik menjadi 50,9 pada Desember 2022, naik dari bulan sebelumnya 50,3.

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawahnya berarti kontraksi, di atasnya adalah ekspansi.

Artinya, di penghujung 2022 sektor manufaktur Indonesia meningkatkan ekspansinya.

S&P Global melaporkan, peningkatan demand membuat output produksi meningkat, begitu juga dengan aktivitas pembelian serta perekrutan tenaga kerja.

"PMI Desember menunjukkan peningkatan kondisi sektor manufaktur Indonesia pada akhir 2022. Laju ekspansi output dan penjualan yang lebih cepat bersama dengan meredanya tekanan kenaikan harga menjadi perkembangan yang bagus, meski kenaikan produksi dan demand masih lemah," kata Jingyi Pan, Economics Associate Director at S&P Global Market Intelligence dalam rilis hari ini.

Jingyi juga melihat kenaikan harga output turun ke level terendah sejak Mei 2021, menunjukkan tekanan harga ke konsumen sudah melambat dan akan mendukung kenaikan demand ke depannya.


(ras)
Pages