
BI Diramal Masih Galak, Kerek Suku Bunga 50 Bps Lagi?

Dua lembaga/institusi - Bank Danamon dan Bahana Sekuritas- memproyeksi BI masih akan agresif dengan mengerek suku bunga acuan sebesar 50 bps.
BI perlu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah serta menjaga appetite aset denominasi rupiah karena bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) masih akan agresif.
Seperti diketahui, pada pertemuan pekan lalu The Fed memang hanya menaikkan suku bunga acuan atau The Fed Fund Rate (FFR) sebesar 50 bps menjadi 4,25-4,50%. Namun, The Fed menegaskan jika mereka akan tetap agresif dengan menaikkan suku bunga acuan hingga tahun depan.
Suku bunga The Fed diproyeksi akan naik hingga 5,25% pada 2023, lebih tinggi dibandingkan perkiraan sebelumnya di 4,75%.
"Melandainya fase pengetatan The Fed membuat rupiah mengalami apresiasi, namun tingkat penguatan masih soft. Risiko tekanan terhadap rupiah masih cukup tinggi melihat potensi kenaikan FFR yang masih berlanjut dan rate differential suku bunga kebijakan domestik dan FFR sangat tipis," tutur ekonom Bank Danamon Irman Faiz, kepada CNBC Indonesia.
Merujuk pada data Refinitiv nilai tukar rupiah sudah menguat 0,83% sepanjang bulan ini. Namun, rupiah masih bergerak di kisaran Rp 15.600/US$1.
Irman juga menambahkan inflasi inti masih berpotensi meningkat. Tekanan biaya input dari produsen masih terjadi meski termoderasi sementara perbaikan permintaan domestik berlanjut.
Terlebih, ada tekanan inflasi yang besar pada kuartal I-2023 yakni datangnya bulan Ramadhan. Sebagai catatan, Ramadan merupakan puncak konsumsi masyarakat Indonesia sehingga inflasi biasanya akan melonjak pada bulan tersebut.
Menurut Irman, pelaku usaha terutama industri makanan dan minuman melihat kuartal I akan menjadi waktu yang pas untuk melakukan penyesuaian harga dan mengembalikan margin ke level sebelum pandemi.
"Peningkatan 50 bps dapat membantu penguatan rupiah dan melanjutkan langkah front loading dan pre emptive terhadap potensi kenaikan inflasi inti ke depan," ujar Irman.
Senada, ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro mengatakan kenaikan suku bunga sebesar 50 bps masih diperlukan untuk menjaga nilai tukar.
Terlebih, bank sentral Jepang (BOJ) baru saha menaikkan kebijakan yield curve controlnya (YCC).
"Kami memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bps untuk menjaga stabilitas rupiah di tengah naiknya yield surat utang di tingkat global setelah kebijakan BOJ," ujar Satria, kepada CNBC Indonesia.
Seperti diketahui, BoJ pada Selasa (20/12/2022) memutuskan kembali untuk tetap mempertahankan suku bunga rendahnya di minus (-) 0,1%, tetapi kebijakan yield curve control (YCC) diperlebar menjadi 50 basis poin dari sebelumnya 25 basis poin.
YCC merupakan kebijakan BoJ yang menahan imbal hasil (yield) obligasi tenor 10 tahun dekat dengan 0%. Ketika yield mulai menjauhi 0% maka BoJ akan melakukan pembelian obligasi.
Pembelian tersebut artinya BoJ menyuntikkan likuiditas ke perekonomian. Kini dengan YCC diperlebar menjadi 50 basis poin, kebijakan BoJ menjadi lebih fleksibel, likuiditas yang disuntikkan ke perekonomian menjadi lebih kecil.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(mae/mae)