
Deretan Perusahaan Bakal PHK Massal 2023, Ada Tempat Kerjamu?

Ekspansi sektor manufaktur yang mulai melambat menjadi indikasi peningkatan risiko PHK massal.
S&P Global awal bulan ini melaporkan aktivitas sektor manufaktur yang dilihat dari purchasing managers' index (PMI) mengalami pelambatan ekspansi yang cukup tajam. Pada November, PMI manufaktur dilaporkan sebesar 50,3, turun dari bulan sebelumnya 51.8.
PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawahnya berarti kontraksi, sementara di atas 50 adalah ekspansi. Ketika kontraksi terjadi, maka PHK massal berisiko semakin meluas.
S&P Global melaporkan penyebab penurunan tersebut terjadi akibat rendahnya demand, yang menjadi indikasi pelambatan ekonomi global, bahkan menuju resesi di tahun depan.
Akibat rendahnya demand, output juga rendah, dan tingkat perekrutan karyawan mulai melambat. Satu lagi indikasi PHK massal berisiko meluas.
"Keyakinan bisnis secara keseluruhan menurun pada November, menunjukkan sektor manufaktur berisiko mengalami kontraksi kecuali ada peningkatan demand yang signifikan," kata Jingyi Pan, economic associate director di S&P Global Market Intelligence.
Sementara itu Sekjen Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengungkapkan, kini sudah ada lebih 100 ribu buruh tekstil yang terkena pemangkasan oleh perusahaan. Angka itu, ujarnya, bisa lebih besar lagi jika memperhitungkan tenaga penjahit industri kecil dan skala mikro.
"Kalau kondisi ini tidak segera diantisipasi pemerintah, bisa sampai 500 ribu orang di kuartal pertama tahun 2023 yang kena pengurangan. Tapi pemerintah nggak percaya," kata Redma kepada CNBC Indonesia dikutip Rabu (14/12/2022).
"Sekarang ini sudah ada sekitar 20 perusahaan garmen juga serat yang tutup. Mereka nggak lapor karena nanti akan disuruh bayar pesangon kalau PHK. Ada yang punya karyawan 1.000, disuruh masuk bergantian, ya cuma bersih-bersih pabrik, ngecat," tambahnya.
Pabrik-pabrik itu, ungkapnya, korban anjloknya order di pasar ekspor. Hingga menyebabkan penurunan produksi, dan perlahan harus menghentikan operasional.
"Mereka sambil nunggu angin. Kalau ada sinyal bagus, ada order lagi, jalan lagi. Buruh yang tadinya dirumahkan, kalau belum bekerja, bisa dipanggil lagi. Yang jelas, ada pengurangan karyawan, ada pabrik tutup, berlanjut sampai sekarang," katanya.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Awas PHK di Startup
(pap/pap)