Newsletter

Inflasi di Amerika Turun! Dunia Tak Jadi Resesi?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
14 December 2022 06:13
Bendera Amerika Serikat
Foto: Bendera Amerika Serikat (Photo by Win McNamee/Getty Images)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia pada perdagangan Selasa (13/12/2022) terpantau cenderung beragam, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ditutup menguat, sedangkan rupiah dan harga Surat Berharga Negara (SBN) terpantau melemah.

Menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG ditutup melesat 1,13% ke posisi 6.810,32. IHSG akhirnya kembali diperdagangkan di zona psikologis 6.800 kemarin.

Nilai transaksi indeks pada perdagangan kemarin sekitar Rp 16 triliun dengan melibatkan 48 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,3 juta kali. Sebanyak 273 saham menguat, 255 saham melemah, dan 175 saham lainnya mendatar.

Namun, investor asing masih melakukan penjualan bersih (net sell) nyaris Rp 2 triliun, tepatnya hingga Rp 1,97 triliun di pasar reguler pada perdagangan kemarin.

Sementara itu di kawasan Asia-Pasifik, secara mayoritas menghijau. Kecuali indeks Shanghai Composite China, KLSE Malaysia, PSE Filipina, KOSPI Korea Selatan, dan TAIEX Taiwan.

Dari yang terkoreksi, indeks TAIEX menjadi yang paling besar koreksinya yakni melemah 0,61%. Sedangkan dari yang menguat, IHSG menjadi juaranya kemarin.

Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Selasa kemarin.

Sedangkan untuk mata uang rupiah, pada perdagangan kemarin kembali ditutup melemah di hadapan dolar Amerika Serikat (AS).

Berdasarkan data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan di Rp 15.655/US$, melemah 0,19% di pasar spot kemarin.

Sedangkan di kawasan Asia, sebagian besar terpantau menguat di hadapan sang greenback. Dolar Hong Kong, ringgit Malaysia, dan peso Filipina pun menemani rupiah yang tidak mampu melawan greenback kemarin.

Sementara dari yang menguat, ada yuan China, rupee India, yen Jepang, won Korea Selatan, dolar Singapura, baht Thailand, dan dolar Taiwan. Yen pun memimpin penguatan kemarin.

Berikut pergerakan rupiah dan mata uang utama Asia melawan dolar AS pada Selasa kemarin.

Sementara di pasar surat berharga negara (SBN), pada perdagangan kemarin harganya secara mayoritas ditutup melemah dan mengalami kenaikan imbal hasil (yield), menandakan bahwa investor cenderung melepasnya.

Melansir data dari Refinitiv, hanya SBN tenor 30 tahun yang yield-nya terpantau menurun yakni sebesar 0,5 basis poin (bp) ke posisi 7,282%.

Sedangkan SBN tenor 20 tahun menjadi yang paling besar kenaikan yield-nya pada perdagangan kemarin, yakni naik 6,4 bp ke 7,154%.

Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) negara stagnan di level 6,948%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan Selasa kemarin.

Investor menanti rilis data inflasi AS periode November 2022, di mana data ini bisa menentukan kenaikan suku bunga The Fed (bank sentral AS).

Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) AS dirilis mengalami penurunan tajam dan bisa memberikan dampak positif ke pasar finansial RI. Data inflasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan pasar akan di bahas pada halaman 3 dan 4.

Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street kembali ditutup cerah pada perdagangan Selasa (13/12/2022), di mana investor cenderung merespons positif dari data inflasi periode November 2022 yang kembali melandai dan lebih baik dari ekspektasi pasar.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 0,16% ke posisi 34.059,59, S&P 500 bertambah 0,58% ke 4.013,85 dan Nasdaq Composite terapresiasi 0,85% menjadi 11.238,82.

Penguatan Wall Street cenderung terpangkas kemarin, di mana pada awal perdagangan, Wall Street sempat beterbangan. Dow Jones sempat dibuka melonjak 1,93%, S&P 500 melejit 2,59%, dan Nasdaq meroket 3,62%.

Beberapa saham teknologi yang sebelumnya paling terpukul akibat kenaikan inflasi dan suku bunga, pada hari ini terpantau melesat.

Saham Apple, induk Google melesat 2,5%, sedangkan saham Meta Platforms melonjak 4,7%.

Tak hanya beberapa saham teknologi saja, beberapa saham bank besar Wall Street juga melesat setelah perilisan data inflasi AS.

Saham Goldman Sachs, Morgan Stanley dan Citigroup melonjak hingga lebih dari 1%, bahkan nyaris 2% pada perdagangan kemarin.

Data inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) atau indeks harga konsumen (IHK) AS periode November 2022 telah dirilis. Hasilnya kembali melandai dan lebih baik dari ekspektasi pasar.

Berdasarkan data dari Biro Statistik Tenaga Kerja AS, IHK AS pada bulan lalu mencapai 7,1% secara tahunan (year-on-year/yoy). Inflasi tersebut turun dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 7,7% (yoy). Hasil itu sekaligus menandai penurunan inflasi selama 5 bulan berturut-turut.

Tak hanya itu, inflasi tersebut lebih rendah dari proyeksi pasar dalam polling Reuters yang memperkirakan IHK turun menjadi 7,3% (yoy).

Adapun, IHK AS mencapai puncaknya pada tahun ini sebesar 9,1% (yoy) pada Mei lalu. Setelah itu, IHK berangsur turun seiring dengan penurunan harga di sejumlah sektor dan kebijakan fiskal yang terus diperketat.

Meskipun demikian, IHK diperkirakan masih akan di atas 6%, jauh di atas target bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) sebesar 2%.

Tekanan terbesar masih datang dari sektor jasa, sementara harga barang mulai menunjukkan penurunan seiring dengan membaiknya rantai pasok.

IHK inti, yang tidak termasuk harga bergejolak, tercatat sebesar 6% (yoy) pada November 2022. Hasil tersebut sedikit turun dari bulan sebelumnya sebesar 6,3% (month-to-month/mtm) dan di bawah ekspektasi sebesar 6,1% (mtm).

Sementara itu, secara bulanan (mtm), IHK AS tercatat sebesar 0,1%, lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 0,4% (mtm) dan juga di bawah proyeksi sebesar 0,3% (mtm).

"Itu adalah kejutan besar dan pasar bereaksi positif, sesuai dengan perkiraan sebelumnya," kata Steve Sosnick, kepala strategi di Interactive Brokers, dikutip dari CNBC International.

"Hari ini adalah hari di mana seluruh skenario bullish bekerja. Hasil lebih rendah pada cerita inflasi. Saham menyukai kisah The Fed yang tidak terlalu ketat dan dolar lebih lemah yang juga membantu saham," tambah Sosnick.

IHK yang kembali melandai dapat memainkan peran kunci dalam keputusan kenaikan suku bunga The Fed berikutnya, di mana The Fed akan mengumumkan kebijakan suku bunga acuan terbaru pada Kamis dini hari waktu Indonesia, atau setelah rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC).

Meski inflasi kembali melandai, tetapi pasar masih memperkirakan The Fed masih akan menaikkan suku bunga acuannya pada pertemuan Desember, meski laju kenaikannya cenderung menurun.

Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin (bp) menjadi 4,25%-4,5% dengan probabilitas sebesar 79,4%.

The Fed sudah menaikkan suku bunga acuan secara agresif sebesar 375 bp sepanjang tahun ini menjadi 3,75-4,0%.

Pasca melandainya kembali IHK AS, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) tenor 10 tahun turun 11 bp menjadi 3,501% pada penutupan perdagangan kemarin.

Pada hari ini, pelaku pasar bakal memantau beberapa sentimen, di mana salah satunya yakni pergerakan bursa saham Wall Street yang kembali menghijau setelah inflasi bulan lalu kembali melandai

Kemarin, data inflasi berdasarkan indeks harga konsumen (IHK) telah dirilis, di mana hasilnya kembali melandai dan lebih baik dari ekspektasi pasar.

Berdasarkan data dari Biro Statistik Tenaga Kerja AS, IHK AS pada bulan lalu mencapai 7,1% secara tahunan (year-on-year/yoy). Inflasi tersebut turun dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 7,7% (yoy). Hasil itu sekaligus menandai penurunan inflasi selama 5 bulan berturut-turut.

Tak hanya itu, inflasi tersebut lebih rendah dari proyeksi pasar dalam polling Reuters yang memperkirakan IHK turun menjadi 7,3% (yoy).

Adapun, IHK AS mencapai puncaknya pada tahun ini sebesar 9,1% (yoy) pada Mei lalu. Setelah itu, IHK berangsur turun seiring dengan penurunan harga di sejumlah sektor dan kebijakan fiskal yang terus diperketat.

Meskipun demikian, IHK diperkirakan masih akan di atas 6%, jauh di atas target bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) sebesar 2%.

Tekanan terbesar masih datang dari sektor jasa, sementara harga barang mulai menunjukkan penurunan seiring dengan membaiknya rantai pasok.

IHK inti, yang tidak termasuk harga bergejolak, tercatat sebesar 6% (yoy) pada November 2022. Hasil tersebut sedikit turun dari bulan sebelumnya sebesar 6,3% (month-to-month/mtm) dan di bawah ekspektasi sebesar 6,1% (mtm).

Sementara itu, secara bulanan (mtm), IHK AS tercatat sebesar 0,1%, lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 0,4% (mtm) dan juga di bawah proyeksi sebesar 0,3% (mtm).

Sebelumnya pada Jumat pekan lalu, inflasi berdasarkan producer price index (PPI) atau indeks harga produsen (IHP) AS periode November 2022 juga kembali melandai, yakni menjadi 7,4% (yoy), dari sebelumnya pada Oktober lalu sebesar 8,1%.

Namun, IHP secara bulanan (mtm) tidak berubah alias stabil di 0,3% pada bulan lalu, sama seperti Oktober lalu yang sebesar 0,3%.

IHK yang kembali melandai dapat memainkan peran kunci dalam keputusan kenaikan suku bunga The Fed berikutnya, di mana The Fed akan mengumumkan kebijakan suku bunga acuan terbaru pada Kamis dini hari waktu Indonesia, atau setelah rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC).

Meski inflasi kembali melandai, tetapi pasar masih memperkirakan The Fed masih akan menaikkan suku bunga acuannya pada pertemuan Desember, meski laju kenaikannya cenderung menurun.

Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin (bp) menjadi 4,25%-4,5% dengan probabilitas sebesar 79,4%.

Suku Bunga The Fed

The Fed sudah menaikkan suku bunga acuan secara agresif sebesar 375 bp sepanjang tahun ini menjadi 3,75-4,0%.

Meski laju kenaikan suku bunga yang dikendurkan, tetapi risiko Amerika Serikat mengalami resesi masih besar. Namun ada harapan resesi yang dialami tidak dalam dan panjang jika suku bunga tidak semakin tinggi.

Selain itu, proyeksi ekonomi terbaru The Fed dan konferensi pers Ketua, Jerome Powell juga akan ditunggu oleh pasar, di mana hal ini dapat menjadi sinyal utama untuk apa yang ingin dilakukan The Fed dalam beberapa bulan mendatang.

Pasar juga tengah bersiap untuk menyambut Super Thursday, di mana beberapa bank sentral selain The Fed juga akan mengumumkan kebijakan suku bunga terbarunya pada pekan ini.

Adapun bank sentral tersebut yakni bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) dan bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB). Sama dengan The Fed, kedua bank sentral tersebut diperkirakan akan kembali menaikkan suku bunga. Dengan nyaris semua bank sentral utama menerapkan suku bunga tinggi, dunia terancam resesi, tetapi seberapa dalam akan tergantung dari seberapa tinggi suku bunga tersebut.

Setelah melihat data inflasi AS yang kembali melandai, pelaku pasar juga akan memantau rilis data inflasi di Inggris pada periode November 2022.

Konsensus pasar dalam survei Trading Economics memperkirakan inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) Inggris pada bulan lalu cenderung menurun sedikit menjadi 10,9% secara tahunan (yoy).

Meski diprediksi menurun, tetapi inflasi Inggris masih akan tinggi yakni berada di atas 10% pada bulan lalu.

Sedangkan secara bulanan (mtm), inflasi Inggris diperkirakan turun menjadi 0,6% pada bulan lalu, dari sebelumnya pada Oktober lalu sebesar 2%.

Pada Oktober lalu, inflasi mencapai level tertinggi dalam 41 tahun terakhir karena harga gas alam dan listrik memberikan kontribusi terbesar inflasi Inggris.

Sementara itu, survei publik pada Jumat lalu menunjukkan bahwa ekspektasi publik untuk inflasi Inggris dalam satu hingga dua tahun ke depan naik menjadi 3,4% pada November dari 3,2% pada Agustus, sesuai dengan pembacaan Mei yang merupakan yang tertinggi sejak November 2013.

Ekspektasi inflasi dalam waktu lima tahun naik menjadi 3,3% pada November dari 3,1%, tetapi berada di bawah puncak dua setengah tahun di bulan Mei sebesar 3,5% dan tidak jauh di atas rata-rata jangka panjangnya sebesar 3,2%.

Beberapa ukuran ekspektasi inflasi lainnya telah menunjukkan lebih banyak penurunan ekspektasi daripada survei bank sentral Inggris (Bank of England/BoE).

Sebuah survei dari Citi dan YouGov, yang dilakukan pada 22 November dan 23 November, menunjukkan ekspektasi inflasi untuk waktu lima hingga 10 tahun kedepan telah turun menjadi 3,9% pada November dari puncaknya 4,8% pada Agustus.

Sebelumnya, Inggris menorehkan catatan ekonomi positif pada awal kuartal IV-2022 setelah membukukan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sebesar 0,5% pada Oktober secara bulanan (month-to-month/mtm).

Hasil positif tersebut membalikkan kontraksi yang terjadi pada bulan sebelumnya, yakni sebesar -0,6% (mtm). Pertumbuhan itu juga berada di atas ekspektasi para ekonom sebesar 0,4% (mtm).

Menurut Kantor Statistik Nasional (ONS), ekonomi Inggris menyusut pada bulan sebelumnya dikarenakan sejumlah bisnis tutup seiring dengan prosesi pemakaman Ratu Elizabeth II.

Adapuh, sepanjang periode Agustus-Oktober, ekonomi Inggris masih kontraksi 0,3% mtm.

Sementara itu, secara tahunan (year-on-year/yoy) ekonomi inggris pada Oktober 2022 tumbuh 1,5%, naik dari laju pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 1,3% yoy dan juga di atas ekspektasi 1,4% yoy.

Namun, bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) telah memperkirakan ekonomi Inggris akan berkontraksi pada kuartal terakhir 2022, yang berarti ekonomi Negeri Raja Charles III tersebut berada dalam resesi.

Sementara itu dari dalam negeri, Arah angin bagi pasar finansial Indonesia khususnya obligasi mulai berubah.

Investor asing yang sebelumnya sempat getol melakukan aksi jual, di tahun ini kini kembali memborong Surat Berharga Negara (SBN). Alhasil, Indonesia kembali menikmati aliran modal masuk (capital inflow) puluhan triliun rupiah.

Spread atau selisih imbal hasil (yield) antara obligasi AS (Treasury) dengan SBN menjadi menyempit, investor asing pun menarik dananya dalam dalam negeri. Namun, sejak November lalu investor asing kembali memborong SBN.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) sepanjang November terjadi inflow di pasar obligasi sebesar Rp 23,7 triliun.

Inflow tersebut menjadi yang terbesar di tahun ini. Tercatat sejak awal tahun, inflow hanya terjadi pada Februari dan Agustus saja.

Hingga 9 Desember 2022, inflow asing sudah sebesar Rp 19,3 triliun. Sehingga sejak November, total inflow di pasar SBN tercatat sekitar Rp 43 triliun.

Dengan kembali masuknya investor asing, maka capital outflow yang terjadi pada tahun ini terus terpangkas menjadi Rp 135 triliun.

The Fed yang diperkirakan akan mengendurkan laju kenaikan suku bunganya saat pengumuman Kamis dini hari waktu Indonesia menjadi pemicu kembalinya dana investor asing ke dalam negeri.

Dengan mengendurnya laju kenaikan suku bunga, dan jika diimbangi dengan kenaikan suku bunga Bank Indonesia (BI), selisih yield bisa jadi tidak akan menyempit lagi.

Hal ini tentunya menarik kembali minta investor asing, apalagi di tahun depan Indonesia menjadi salah satu dari sedikit negara yang akan terlepas dari resesi.

Jika inflasi AS terus melandai, bukan tidak mungkin The Fed akan semakin hawksih, dan hal ini tentunya dapat menjadi sentimen positif, karena nilai dolar AS akan kembali menurun dan rupiah berpotensi menguat kembali, serta SBN akan kembali diburu oleh asing karena yield-nya sudah cukup menarik.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  1. Rilis data tingkat pengangguran Korea Selatan periode November 2022 (06:00 WIB),
  2. Rilis data indeks manufaktur Tankan Jepang periode kuartal IV-2022 (06:50 WIB),
  3. Rilis data tingkat pengangguran Singapura periode kuartal III-2022 (09:30 WIB),
  4. Rilis data inflasi Inggris periode November 2022 (14:00 WIB),
  5. Rilis data produksi industri Uni Eropa periode Oktober 2022 (17:00 WIB),
  6. Rilis data harga ekspor-impor Amerika Serikat periode November 2022 (20:30 WIB).

 

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  1. RUPS Tahunan dan Luar Biasa PT Intermedia Capital Tbk (10:00 WIB),
  2. RUPS Luar Biasa PT Sarana Mediatama Metropolitan Tbk (10:00 WIB),
  3. RUPS Luar Biasa PT Waskita Beton Precast Tbk (10:00 WIB),
  4. RUPS Tahunan dan Luar Biasa PT Visi Media Asia Tbk (13:30 WIB),
  5. RUPS Luar Biasa PT FKS Multi Agro Tbk (14:00 WIB),
  6. RUPS Luar Biasa PT Sejahteraraya Anugrahjaya Tbk (14:00 WIB),
  7. Pembayaran dividen tunai PT BFI Finance Indonesia Tbk,
  8. Pembayaran dividen tunai PT Sarana Menara Nusantara Tbk,
  9. Tanggal cum HMETD PT XL Axiata Tbk.

 

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q3-2022 YoY)

5,72%

Inflasi (November 2022 YoY)

5,42%

BI-7 Day Reverse Repo Rate (November 2022)

5,25%

Surplus Anggaran (APBN 2022)

3,92% PDB

Surplus Transaksi Berjalan (Q3-2022 YoY)

1,3% PDB

Surplus Neraca Pembayaran Indonesia (Q3-2022 YoY)

US$ 1,3 miliar

Cadangan Devisa (November 2022)

US$ 134 miliar

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd) Next Article Pekan Penting! Pasar Finansial Bakal Guncang atau Terbang?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular