Newsletter

Investor Cermati Efek Suku Bunga BI, IHSG Bisa Happy Weekend?

Feri Sandria, CNBC Indonesia
18 November 2022 06:10
CNBC Indonesia TV
Foto: CNBC Indonesia TV

Hari ini tidak terdapat banyak sentimen yang mampu menjadi pendorong utama pergerakan pasar. Namun investor patut menyimak dan mencerna hasil keputusan BI kemarin beserta implikasinya bagi masing-masing sektor dan tiap emiten secara lebih spesifik.

Kemarin, BI mengumumkan kenaikan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 basis points (bps) menjadi 5,25%.

Keputusan ini merupakan siklus keempat beruntun. Secara kumulatif BI telah menaikkan suku bunga 175 bps dalam empat bulan. Sebelumnya BI telah mengerek suku bunga acuan sebesar 25 bps pada Agustus, 50 bps pada September, dan 50 bps pada Oktober.

Kenaikan 175 bps dalam kurun waktu empat bulan pada 2022 adalah yang paling agresif sejak 2005 atau tahun pertama di mana BI mengenalkan kebijakan moneter sebagai kerangka kebijakan moneter Inflation Targeting Framework (ITF)) pada 1 Juli 2005.

MH Thamrin sebelumnya juga pernah menaikkan suku bunga secara agresif pada 2008, 2013, dan 2018. Namun, suku bunga dinaikkan secara bertahap dan belum pernah dikerek sebanyak 50 bps dalam tiga bulan beruntun.

Kendati demikian, kenaikan suku bunga 'agresif' kemarin nyatanya masih belum mampu menyelamatkan rupiah yang kembali K.O. terus melawan dolar AS dalam empat hari perdagangan beruntun.

Hal ini memperpanjang nasib buruk rupiah, pedagang sebelumnya juga tidak merespons antusias sentimen yang sebenarnya juga positif yakni surplus neraca perdagangan pada Oktober 2022 dengan rekor kini menjadi 30 bulan.

Dalam konferensi pers kemarin, pejabat BI menyebut kelangkaan dolar sebagai kambing hitam lesunya pergerakan rupiah. Saat ini peredaran dolar AS di pasar memang sedang kering karena The Fed secara agresif menaikkan suku bunga acuannya

Akan tetapi, merespons terkaparnya rupiah, BI memastikan akan terus berada di pasar untuk melakukan stabilitas dalam menghadapi berbagai gejolak yang bisa membuat lemah nilai tukar. BI pun dalam beberapa waktu terakhir kerap berada di pasar untuk melakukan intervensi.

Bulan depan bank sentral AS tersebut diproyeksi akan kembali menaikkan 50 bps sehingga Federal Funds Rate berada di rentang 4,25% - 4,50%. Artinya spread keduanya diproyeksikan dengan BI7DDR 5,25% akan semakin menyempit dan memberikan ancaman capital outflow lebih lanjut.

Data BI menunjukkan pada periode 1 Januari-10 November 20222, investor asing mencatatkan net sell sebesar Rp 172,11 triliun pada pasar Surat Berharga Negara (SBN) tetapi membukukan net buy sebesar Rp 78,39 triliun di pasar saham.

Sentimen selanjutnya datang dari pasar modal AS yang mana tiga indeks utama Wall Street ditutup melemah pada perdagangan Kamis (16/11) karena investor kembali ditakutkan oleh resesi setelah imbal hasil Treasury 2 tahun melonjak.

Selanjutnya, investor juga perlu mencerna pengungkapan yang dilakukan oleh emiten, mulai dari laporan kinerja keuangan hingga aksi korporasi.

Kemarin, Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebut, sampai dengan tanggal 11 November 2022 terdapat 42 Perusahaan Tercatat yang berada pada pipeline right issue. Perkiraan total dana yang akan diperoleh melalui aksi korporasi ini sebesar Rp 39,4 triliun.

Hari ini merupakan cum date rights issue dua bank mini yang berupaya memenuhi kewajiban modal inti minimal yakni Bank Neo Commerce (BBYB) dan Bank Maspion Indonesia (BMAS). Kemarin kedua saham tersebut diperdagangkan hijau, dengan BBYB naik 5,56% dan BMAS melonjak 18,47%.

(fsd/luc)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular