
Ditekan Kanan Kiri, Emiten Rokok Masih Bisa Bertahan?

Kinerja emiten rokok kuartal ketiga tahun ini kembali mengecewakan. Meski penjualan meningkat, dua emiten raksasa produsen produk turunan akhir olahan tembakau kinerja labanya kembali tertekan.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), lima emiten rokok telah menyampaikan kinerja keuangannya untuk kuartal III-2021, masing-masing adalah emiten PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP), PT Gudang Garam Tbk (GGRM), PT Indonesian Tobacco Tbk (ITIC), Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) dan calon emiten yang akan segera delisting secara sukarela dari lantai bursa, PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA).
Hingga akhir kuartal ketiga tahun ini, pendapatan emiten rokok dengan kapitalisasi pasar terbesar di Indonesia, HMSP, tercatat naik 15% menjadi Rp 83,40 triliun. Sementara itu pendapatan GGRM juga naik tipis sebesar 2% menjadi Rp 93,92 triliun.
Meski pendapatan meningkat laba kedua perusahaan hingga akhir September tahun ini malah tertekan masing-masing 12% untuk HMSP dan 67% bagi HMSP. Secara agregat, laba seluruh emiten rokok yang melantai di bursa ambles sepertiga dalam setahun terakhir.
Cukai tekan kinerja laba
Kinerja laba emiten rokok memang sangat tergantung pada kebijakan tarif cukai. Akhir tahun lalu, pemerintah melalui Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, akhirnya memutuskan menaikkan tarif cukai rokok di 2021. Hal yang sama juga diumumkan tahun ini dan diharapkan kembali akan diterapkan tahun 2024 mendatang. Akibatnya Industri rokok juga kembali harus memperkuat ikat pinggangnya.
Berdasarkan laporan keuangan HMSP, beban pokok penjualan perusahaan naik tajam dibandingkan dengan peningkatan pendapatan. Beban pokok naik 19% menjadi Rp 70,89 triliun. Dilihat dari proporsi terhadap pendapatan, beban pokok juga membengkak menjadi 85% total pendapatan Q3 tahun ini, dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 82%.
Beban pita cukai HMSP hingga akhir September tahun ini mencapai Rp 50,34 triliun, naik nyaris 25% dari sebelumnya Rp 40,64 triliun selama sembilan bulan pertama tahun lalu.
Sementara itu total biaya produksi hanya naik 5% menjadi Rp 11,56 triliun dari semula Rp 10,96 triliun. Kenaikan ini terjadi karena harga bahan baku yang lebih mahal. Meski demikian untuk pos upah langsung malah tercatat mengalami penurunan.
Senasib, dari total biaya pokok penjualan Gudang Garam selama tiga kuartal tahun ini yang mencapai Rp 86,23 triliun, naik secara tahunan dengan porsi terhadap pendapatan juga ikut membengkak. Senilai Rp 74,35 triliun di antaranya merupakan beban pita cukai, PPN dan pajak rokok.
Kenaikan cukai rokok pada akhirnya menjadi faktor utama yang menyebabkan laba bersih emiten rokok, khususnya yang memiliki skala produksi dan distribusi raksasa semakin tertekan dalam.
Hingga saat ini perusahaan masih mampu bertahan dan menjaga profitabilitas meskipun dengan Net Profit Margin (NPM) yang tentu ikut turun.
(fsd/fsd)
