CNBC Indonesia Research

Dear Calon Emiten, Segini Lho Harga IPO yang Disukai Investor

Feri Sandria, CNBC Indonesia
18 October 2022 07:45
Infografis: Investor Pasar Modal RI Terus Tumbuh, dari Cuma 2,4 Juta Kini 8,3 Juta
Foto: Infografis/Investor Pasar Modal RI Terus Tumbuh, dari Cuma 2,4 Juta Kini 8,3 Juta/Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun 2022 menjadi tahun yang penuh tantangan bagi perusahaan menggalang dana. Polemik ini tidak hanya dirasakan perusahaan rintisan untuk meraih pendanaan swasta, melainkan juga pengumpulan dana publik lewat penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO).

Kondisi ekonomi yang masih belum optimal dengan melonjaknya inflasi dan naiknya suku bunga, kian diperparah oleh ramalan resesi global yang dapat terjadi tahun depan. Alhasil banyak investor lebih menimbang agresivitas dalam melakukan pembelian saham IPO.

Senada pihak perusahaan yang mau menjadi perusahaan publik, juga semakin mengukur langkah, khususnya yang memiliki valuasi besar dan berharap memperoleh dana IPO jumbo.

Secara global, jumlah perusahaan IPO hingga akhir kuartal III tahun ini ambles 44% secara tahunan (yoy) sedangkan emisi yang diperoleh anjlok lebih dalam lagi atau turun 57%.

Data Ernst & Young menunjukkan jumlah perusahaan yang IPO tahun ini secara global turun menjadi 992, dengan total dana yang berhasil digalang berkurang menjadi US$ 146 miliar.

Dari dalam negeri kondisinya memang sedikit lebih baik, dengan jumlah perusahaan yang IPO naik secara tahunan hingga akhir kuartal ketiga, akan tetapi penggalangan dana yang diperoleh alah turun. Dalam sembilan bulan pertama tahun ini, Investor publik menggalang Rp 21,80 triliun di pasar IPO, turun signifikan atau berkurang sepertiga dari perolehan periode yang sama tahun lalu senilai Rp 32,12 triliun.

Investor Doyan IPO 'Murah'

Turunnya perolehan dana di tengah meningkatnya jumlah perusahaan yang IPO, mengisyaratkan bahwa perusahaan masih ragu menggalang dana jumbo dan di saat bersamaan investor juga lebih tertarik melirik calon emiten kecil.

Dalam dua tahun terakhir emiten teknologi menjadi perusahaan yang menyerap emisi jumbo. Tahun ini GoTo Gojek Tokopedia (GOTO) menggalang Rp 13,73 triliun, meski hanya melepas 3,47% saham baru. Angka tersebut mewakili nyaris dua pertiga total emisi IPO tahun ini.

Kondisi yang sama terjadi juga tahun lalu, dengan Bukalapak.com (BUKA) mampu menggalang Rp 21,90 triliun atau nyaris 70% total emisi yang diperoleh dari IPO selama sembilan bulan pertama tahun 2021.

Tahun tanpa memperhitungkan GOTO, secara rata-rata 43 emiten lain hanya mampu menggalang dana Rp 188 miliar. Nilai yang cukup mini, bahkan jika dibandingkan dengan tahun lalu - tanpa menghitung Bukalapak - secara rata-rata 37 perusahaan menggalang dana Rp 278 miliar.

Tidak hanya emisi semakin kecil, perusahaan juga ramai-ramai menawarkan di harga yang semakin murah. Tahun ini 40 dari total 44 emiten baru ditawarkan di harga per saham kurang dari Rp 500, bahkan 23 di antanya harga penawaran finalnya kurang atau sama dengan Rp 150/saham. Angka ini naik dari tahun lalu, di mana perusahaan yang menawarkan saham IPO hingga Rp 500/saham berjumlah 30, dengan 18 di antaranya dibanderol maksimal Rp 150/saham.

Hal ini secara tidak langsung ikut meningkatkan keekonomisan harga IPO, tanpa memperhitungkan murah tidaknya dari sisi valuasi, daya beli investor dapat naik karena untuk membeli minimal satu lot saham hanya perlu merogoh kocek maksimal Rp 15.000 untuk mayoritas perusahaan yang IPO tahun ini.

Harga yang semakin turun ini, bukan hanya dikarenakan perusahaan enggan menggalang dana sebanyak mungkin, melainkan juga dipengaruhi oleh investor yang memang tampaknya tidak selalu setuju dengan tawaran harga pada masa book building.

Tahun ini, harga final IPO 14 perusahaan berada pada titik terbawah rentang penawaran pada masa book building, sementara hanya 12 perusahaan yang mampu memperoleh harga di rentang teratas. Bahkan, IPO GOTO juga tidak mampu ditawarkan di batas teratas, berbeda dengan Bukalapak yang secara de facto disetujui investor untuk diharga di batas rentang harga tertinggi.

Secara rata-rata, harga IPO tahun ini nyaris berada di tengah rentang harga yang ditawarkan, 55% di bawah batas atas atau 45% di atas harga terbawah. Sebagai gambaran, jika harga IPO ditawarkan di dentang Rp 100 hingga Rp 200, tahun ini investor secara rerata memilih harga Rp 145 untuk harga final IPO.

Fenomena ini mempertegas antusiasme publik yang berkurang dan kondisi investor publik yang semakin mawas diri untuk mengikuti IPO, di mana mereka lebih menyukai harga yang murah secara nominal.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(fsd)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation