Newsletter

Setelah "Keajaiban" di Wall Street, Sanggupkah IHSG Bangkit?

Maesaroh, CNBC Indonesia
14 October 2022 06:05
Stocks
Foto: Pixabay/

Menarik ditunggu apakah "keajaiban" bursa Wall Street akan menular ke bursa efek Indonesia hari ini. Pembalikan arah yang  brutal pada bursa Wall Street bisa memberi suntikan semangat dan sentimen positif pada IHSG yang sudah terpuruk selama lima hari  beruntun.

Selain kabar positif dari Wall Street, data inflasi AS akan menjadi penggerak utama perdagangan bursa Indonesia di hari terakhir pekan kedua Oktober.

Inflasi AS menyentuh ke 8,2% (yoy) pada September. Meskipun melandai dibandingkan Agustus (8,3%) dan menjadi yang terendah dalam tujuh bulan terakhir, inflasi masih di atas ekspektasi pasar, yakni 8,1% (yoy).

Secara bulanan (mtm), inflasi September juga masih meningkat tajam dari 0,1% pada Agustus menjadi 0,4% pada September. Inflasi bulanan masih dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar yakni 0,2%.

Inflasi inti  AS yang menembus 6,6% (yoy) bahkan ada dalam level tertingginya dalam 40 tahun terakhir.  Inflasi masih didorong oleh kenaikan harga energi yang tercatat melonjak 19,8% (yoy). Kendati demikian, kenaikan harga energi masih lebih rendah dibandingkan pada Agustus (23,8%).

Harga bahan bakar minyak, bensin, dan listrik sudah melandai. Namun harga gas masih lebih tinggi dibanding Agustus. Di mana harga gas September naik 33,1% dibanding Agustus 33%.
Kabar baik datang dari biaya makanan yang melandai pada September dibanding Agustus (11,2% vs 11,4%)  serta harga mobil bekas dan truk (7,2% vs 7,8%). Sebaliknya, harga tempat tinggal meningkat lebih cepat (6,6% vs 6,2%).
 

"Inflasi umum dan inflasi inti lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar. Data ini sungguh mengecewakan. Kami berharap ada penurunan inflasi secara tajam tetapi kenyataan itu tidak terjadi," tutur Mace M. McCain, chief investment officer Frost Investment Advisors, dikutip dari CNBC International.

Dengan inflasi AS yang masih tinggi maka The Fed diperkirakan akan melanjutkan kebijakan hawkishnya dalam waktu lama. Dalam risalah FOMC yang terbit Kamis kemarin, The Fed juga sudah menegaskan jika mereka belum akan berhenti menaikkan suku bunga jika inflasi belum berada di kisaran target mereka yakni 2%.

Hari ini, AS juga akan mengeluarkan data penjualan ritel untuk September dan rilis Michigan Consumer Sentiment untuk Oktober. 

Setelah data inflasi keluar, data tersebut juga akan menjadi pegangan pelaku pasar dalam membaca arah kebijakan The Fed ke depan.

Penjualan ritel AS tumbuh 9,1% (yoy) pada Agustus 2022, menurun dibandingkan yang tercatat pada Juli (10,1%). Sementara itu, survei Michigan University menunjukkan indeks sentiment konsumen AS naik ke 58,6 pada September dari 58,2 pada Agustus.
Jika penjualan ritel menguat dan sentimen konsumen membaik maka harapan pelonggaran kebijakan The Fed semakin musnah.

Hari ini, China juga akan merilis neraca perdagangan September. Menarik ditunggu apakah perdagangan China sudah bangkit setelah sempat terperosok pada Agustus. Surplus neraca perdagangan China anjlok  menjadi US$ 79,39 miliar pada Agustus, level terendahnya dalam tiga bulan.

China adalah mitra dagang terbesar Indonesia sehingga pergerakan ekspor impor Negara Tirai Bambu akan sangat berdampak kepada kinerja ekspor Indonesia.

(mae/luc)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular