Newsletter

Jelang Pengumuman Inflasi AS, Sanggupkah IHSG Bangkit?

Maesaroh, CNBC Indonesia
13 October 2022 06:00
Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Buruknya situasi global inilah yang disebut Presiden Joko Widodo, atau Jokowi, sebagai badai. Jokowi menyebut, badai besar akibat situasi ekonomi dan geopolitik yang terjadi di dunia kini telah datang, lebih cepat dari yang dibayangkan.

"Artinya badai itu sudah datang," kata Jokowi saat memberikan pengarahan dalam Sidang Kabinet Paripurna yang digelar di Istana Negara, seperti dikutip dalam video yang diunggah di Youtube Sekretariat Presiden, Rabu (12/10/2022).

Jokoi menginstruksikan jajarannya untuk menyiapkan antisipasi apabila situasi global makin buruk dan berdampak pada perekonomian nasional. Menurutnya, perlu ada mitigasi agar dampak dari ancaman global bisa diminimalisir ke depan.

"Semuanya harus kita tes betul sampai plan A, plan B, plan C, plan D, semuanya harus ada, plan E, semuanya. Yang paling buruk, semuanya harus kita hitung semuanya, sehingga sekali lagi, situasi makin memburuk dan antisipasi dampak di domestik ini harus betul-betul disiapkan," kata Jokowi.

Mayoritas bursa Asia juga masih berkutat di zona merah. Indeks Nikkei 225 Jepang melemah tipis 0,02%, Hang Seng Hong Kong menyusut 0,78, dan Straits Times Singapura turun 0,33%,

Sebaliknya, indeks Shanghai Composite China menanjak 1,53% dan KOSPI Korea Selatan menguat 0,47%.

Di pasar currency, nilai tukar rupiah ditutup stagnan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan kemarin.

Mengacu pada data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan, selang 2 menit kemudian mata uang Garuda langsung melemah 0,1% ke Rp 15.370/US$. Pada pukul 11:00 WIB rupiah sempat terkoreksi nyaris mendekati level 15.400/US$, yakni sebanyak 0,16% ke Rp 15.380/US$.

Di penutupan perdagangan rupiah berada di Rp 15.355/US$ sama seperti penutupan perdagangan hari sebelumnya di pasar spot, posisi ini masih terlemah dalam 2,5 tahun terakhir, tepatnya sejak 30 April 2020.
Rupiah terpuruk selama tiga hari sejak Jumat pekan lalu hingga Selasa pekan ini. Dalam sepekan rupiah ambles 1,07%.

Pelemahan rupiah masih dipicu oleh ekspektasi inflasi AS pada September serta kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed).


Di pasar SBN, mayoritas investor mulai kembaki memburu SBN pada perdagangan kemarin. Hal ini ditandai dengan menguatnya harga dan turunnya imbal hasil (yield). Namun untuk SBN tenor 20 dan 30 tahun cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan naiknya yield.

Melansir data dari Refinitivyield SBN tenor 20 tahun naik 2,2 basis poin (bp) ke posisi 7,356%. Sedangkan untuk yield SBN berjangkat waktu 30 tahun melonjak 11,5 bp menjadi 7,41%.

Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) negara berbalik melandai 4 bp menjadi 7,36%.

(mae/luc)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular