Newsletter

Wall Street Bangkit, IHSG Bisa All Time High?

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
15 September 2022 06:10
Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Foto: Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

IHSG berpotensi bergerak beragam di rentang support 7.200 hingga 7.355 sebagai resisten dipengaruhi oleh berbagai sentimen luar negeri dan dalam negeri.

Tiga indeks utama Wall Street rebound setelah mengalami kejatuhan yang terburuk dalam dua tahun terakhir. Ini  bisa jadi salah satu penopang gerak IHSG hari ini.

Di sisi lain, investor masih mencermati efek dari hasil inflasi AS pada Agustus yang berada di atas perkiraan terhadap kebijakan kenaikan suku bunga oleh The Fed, bank sentral AS.

Para pelaku pasar menilai langkah agresif The Fed dalam menurunkan suku bunga akan berlanjut pada bulan ini. Kebijakan moneter tersebut akan diumumkan pada setelah pertemuan (FOMC) yang dilaksanakan pada 20-21 September 2022.

Berdasarkan perangkat CME FedWatch, peluang kenaikan suku bunga acuan AS sebesar 75 bp menjadi 3,00% - 3,25% adalah 76,0%. Sementara peluang kenaikan suku bunga acuan  sebesar100 bp menjadi 3,25% - 3,50% adalah 24%.

Di sisi lain, laju inflasi Inggris pada Agustus melambat dibandingkan bulan sebelumnya.  Indeks harga konsumen Inggris pada bulan Agustus 2022 masih mencatatkan inflasi 9,9% secara year-on-year (yoy).  Angka ini sedikit di bawah konsensus para ekonom yang disurvei Reuters sebesar 10,2%. Angka ini juga turun dari bulan sebelumnya sebesar 10,1% yoy.

Untuk inflasi inti, yang tidak termasuk harga bergejolak, tercatat 0,8% secara bulan ke bulan (month-to-moth/mtm) dan 6,3% yoy.

Meski melambat, inflasi Inggris tetap masih tinggi. Sebagai respon, Bank of England diperkirakan akan menaikkan suku bunga terbesar Agustus masih akan berlanjut bulan ini berkisar 50 bp menjadi 2,25% yang merupakan level tertinggi sejak Desember 2008.

Kenaikan suku bunga acuan secara agresif untuk melawan inflasi akan meningkatkan peluang terjadinya resesi karena ekonomi yang berhenti ekspansi. Saat suku bunga acuan naik, bunga kredit pun berpotensi meningkat sehingga biaya ekspansi semakin mahal sehingga produsen memilih bertahan.

Konsumsi terancam tergerus karena tingkat kredit konsumsi yang juga naik, sehingga konsumen memilih menahan spending. Akibatnya roda bisnis menjadi melambat bahkan bisa berhenti.

Dari dalam negeri, investor menanti rilis neraca dagang Indonesia sekaligus ekspor dan impor.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Agustus sebesar US$ 4,12 miliar. Surplus menurun tipis dibandingkan Juli 2022 yang mencapai US$ 4,23 miliar.

Konsensus memperkirakan pertumbuhan ekspor hanya 19,09% (yoy) pada Agustus. Bila perkiraan ini benar maka itu akan menjadi terendah sepanjang tahun ini,
Merujuk daya BPS, ekspor Indonesia bahkan selalu naik di atas 20% (yoy) sepanjang Januari-Juli 2022.

Sementara impor diperkirakan akan terus menggeliat ke depan sejalan dengan pemulihan ekonomi Indonesia.

Impor Indonesia secara nominal terus mengalami peningkatan dari US$ 18,61 milair pada Mei 2022 menjadi US$ 21 miliar pada Juni dan US$ 21,34 miliar pada Juli.
Dalam dua bulan terakhir, impor sudah bergerak di kisaran US$ 21 miliar setelah berada di bawah US$ 20 miliar di hampir sepanjang 2019-2022.

Pergerakan IHSG juga tampaknya masih bisa terpengaruh oleh gerak sektor energi dan tambang di tengah penguatan harga komoditas dunia.

(ras/luc)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular