
Tok! ECB Naikan Suku Bunga, Era Suku Bunga Rendah 'The End'?

Kendati Wall Street sempat digempur dengan berbagai sentimen negatif dan melemah sepanjang tahun ini, bukan berarti IHSG mengikuti jejaknya.
Malahan kinerja IHSG sangat kinclong dibandingkan indeks saham di AS. Sepanjang tahun 2022, IHSG berhasil menguat 9,88%. Sebagai perbandingan, indeks S&P 500 justru melemah 16,8%.
Indeks dolar AS yang menguat ke posisi tertingginya dalam dua dekade terakhir dan depresiasi nilai tukar rupiah seolah tak menjadi halangan bagi IHSG untuk menguat.
Story terkait ekonomi Indonesia yang terus melanjutkan pemulihan seolah ikut menjadi pendorong kinerja aset berisiko seperti saham di dalam negeri.
Hal tersebut juga tercermin dari inflow yang mengalir deras ke pasar saham sementara outflows justru terjadi di pasar SBN.
Ini juga menandakan bahwa appetite investor asing lebih tinggi di saham dibanding instrumen investasi lebih minim risiko seperti obligasi pemerintah.
Investor asing sedang on-fire dengan saham-saham di dalam negeri dengan melihat pertumbuhan yang masih solid di tengah badai inflasi dan pengetatan moneter bank sentral global.
Di sisi lain, pertumbuhan laba bersih dari emiten-emiten saham yang jumbo membuat kualitas aset saham menjadi menarik dengan ekspektasi terhadap pembagian dividen.
Dalam waktu dekat, risiko yang masih harus diwaspadai adalah kinerja IHSG itu sendiri. IHSG tercatat sudah reli cukup panjang sejak minggu terakhir bulan Juli 2022.
Lebih dari satu bulan IHSG sudah bergerak dengan pola uptrend. Bahkan IHSG terus mencoba mendekati level psikologis 7.300 dan level all time high-nya.
Keputusan ECB untuk menaikkan suku bunga juga sudah mensinyalkan era suku bunga rendah sudah mulai berakhir, hal ini tentunya bukan kabar baik bagi pasar modal.
(trp/trp)