
Kabar Baik dari AS, Akankah IHSG & Rupiah Menguat?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham dan rupiah bergerak berlawanan arah dengan pasar obligasi pada perdagangan Rabu (10/8), setelah mengalami triple rally selama dua hari beruntun.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,23% ke 7.086,24 pada perdagangan Rabu (10/8/2022). Indeks konsisten bergerak di zona merah sejak perdagangan dibuka. IHSG sempat menyentuh posisi terendahnya di 7.021,67 hari ini.
Koreksi yang terjadi pada IHSG hari ini terbilang wajar mengingat indeks sudah menguat dan selalu bertahan di atas level psikologis 7.000 selama 7 hari beruntun sejak pekan lalu.
Namun, investor asing tercatat masih melakukan aksi bersih (net buy) senilai Rp 312 miliar. Sementara total volume perdagangan saham mencapai 24,57 miliar dan total nilai transaksi Rp 12,38 triliun.
IHSG terpelanting ke zona merah bersamaan dengan mayoritas indeks saham di bursa Asia. Indeks Hang Seng Hong Kong menjadi yang paling parah koreksinya yakni ambles nyaris 2%, atau tepatnya 1,96% ke posisi 19.610,84.
Hal serupa terjadi pada indeks Nikkei Jepang ditutup melemah 0,65% ke 27.819,33, Shanghai Composite China terkoreksi 0,54% ke 3.230,02, ASX 200 Australia terpangkas 0,53% ke 6.992,7, KOSPI Korea Selatan merosot 0,9% ke 2.480,88,
Tidak jauh berbeda, rupiah juga terkoreksi di hadapan dolar AS.
Melansir Refinitiv, rupiah terkoreksi 0,13% ke Rp 14.870/US$ pada penutupan perdagangan Rabu (10/8). Namun, rupiah masih stabil diperdagangkan di level Rp 14.800/US$ sejak awal pekan ini.
Mata uang Ibu Pertiwi sempat menguat, tetapi ternyata tidak bertahan lama. Rupiah pun menghabiskan hari berkubang di zona merah.
Tidak cuma rupiah, mayoritas mata uang utama Asia pun cenderung melemah di hadapan dolar AS. Depresiasi rupiah pun bukan yang terdalam, masih ada yang lebih parah. Namun, rupiah menjadi mata uang terlemah ketiga hari ini, hanya unggul dari baht Thailand dan won Korea Selatan.
Di pasar obligasi, harga Surat Berharga Negara (SBN) ditutup menguat. Artinya, investor masih memburu SBN, ditandai dengan turunnya imbal hasil (yield).
Mengacu pada Refinitiv, yield SBN bertenor 5 tahun menguat 6,9 basis poin (bp) ke level 6,466%. Sedangkan yield SBN tenor 25 tahun naik tipis 0,2 bp ke 7,57%, dan SBN berjangka waktu 30 tahun menanjak 0,7 bp ke posisi 7,325%.
Yield SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara melandai 1,1 bp ke posisi 7,103%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Bursa saham Amerika Serikat (AS) melesat pada penutupan perdagangan Rabu (10/8/2022), setelah rilis data inflasi AS yang melandai.
Indeks Dow Jones Industrial Average terapresiasi 535,10 poin ( 1,63%) ke 33.309,51.S&P 500 melesat 87,77 poin ( 2,13%) ke 4.210,24 dan Nasdaq naik tajam 360,88 poin ( 2,89%) ke 12.854,81.
Indeks Harga Produsen (IHP) pada Juli 2022 berada di 8,5% secara tahunan (yoy). Secara bulanan, IHP stagnan jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Angka tersebut berada di bawah prediksi analis Dow Jones di 8,7% yoy dan 0,2% mtm.
Inflasi inti, yang tidak termasuk harga pangan dan energi yang volatil, bergerak flat. Namun, inflasi inti tersebut berada di bawah proyeksi pasar.
Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan mempertimbangkan laporan tersebut bersamaan dengan data ekonomi penting lainnya menjelang pertemuan selanjutnya di September.
"Perlambatan pada IHK Juli 2022 tampaknya merupakan bantuan besar bagi The Fed, terutama karena mereka menilai inflasi akan bersifat sementara. Namun, hal tersebut tidak benar...tapi jika kita melihat angka inflasi yang terus menurun, The Fed mungkin akan mulai memperlambat laju pengetatan moneter," tutur Pendiri Quadratic Capital Management Nancy Davis dikutip CNBC International.
Saham teknologi besar melesat tajam, di mana saham Meta (induk Facebook) naik 5,8% dan saham Netflix lompat lebih dari 6%.
Sementara Salesforce menjadi saham emiten dengan kinerja terbaik dari indeks Dow Jones yang melejit 3,5%.
Kemarin menjadi momen of truth bagi para pelaku pasar, di mana ambruknya bursa Wall Street selama dua hari beruntun pada pekan ini hanya dilandaskan oleh pesimisme.
Nyatanya, inflasi AS yang tercermin dari Indeks Harga Konsumen (IHK) melandai. Sehingga menjadi angin segar bagi pasar global dan diharapkan dapat meningkatkan risk appetite pada ekuitas.
IHK AS per Juli 2022 berada di 8,5% secara tahunan (yoy), turun jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya di 9,1% karena harga bahan bakar menurun tajam.
Secara bulanan, IHK tidak berubah karena penurunan pada harga energi dan harga bahan bakar yang masing-masing sebesar 4,6% dan 7,7%, mengimbangi kenaikan pada harga pangan dan harga rumah yang masing-masing sebesar 1,1% dan 0,5%.
Angka inflasi tersebut berada di bawah proyeksi analis Dow Jones di 8,7% yoy dan 0,2% mtm.
Inflasi inti, yang tidak termasuk harga pangan dan energi yang volatil, bergerak flat. Namun, inflasi inti berada di bawah proyeksi pasar.
Meskipun, angka inflasi masih berada dekat dengan rekor tertinggi selama 40 tahun, tapi pasar mengapresiasi penurunan tersebut, tercermin dengan melesatnya Wall Street pada penutupan perdagangan kemarin.
Reli pada Wall Street diharapkan dapat menular pada bursa saham global, termasuk Indonesia.
CEO PT Yugen Bertumbuh Sekuritas, William Surya Wijaya memproyeksikan IHSG akan bergerak di sekitar 6.988-7.147 dan berpotensi menguat.
"IHSG masih terlihat akan menguji level all time high-nya kembali, masa-masa laporan kinerja emiten masih akan menjadi salah satu faktor pendorong kenaikan IHSG hingga beberapa waktu mendatang, ditambah capital inflow yang terlihat masih terus berlangsung, sehingga IHSG berpotensi menguat," tuturnya dalam analisanya.
Selain itu, indeks dolar AS yang mengukur kinerja si greenback terhadap enam mata uang dunia lainnya, berakhir ambles 1,025% ke posisi 105,26 pada Rabu (10/8). Terkoreksinya dolar AS di pasar spot, dapat menjadi peluang penguatan rupiah hari ini.
Selanjutnya, investor juga patut mencermati sentimen mayor penggerak pasar hari ini. Salah satunya rilis Indeks Harga Produsen (IHP) AS per Juli 2022 yang akan dirilis pada pukul 19:30 WIB.
IHP merupakan salah satu indikator fundamental yang perubahan pada setiap bulannya kerap di amati oleh para pelaku keuangan. IHP mengukur perubahan harga barang yang dijual perusahaan dan merupakan salah satu indikator yang berkontribusi terhadap inflasi secara keseluruhan.
IHP juga berdampak langsung pada perubahan harga beli pada tingkat distributor, retailer dan pada akhirnya akan berdampak pada konsumen. Dengan memerhatikan tren IHP, maka dapat memprediksikan arah inflasi selanjutnya.
Sebagai informasi, Biro Statistik AS telah merilis IHP per Juni 2022 yang melonjak 11,3% secara tahunan (yoy) dipicu oleh meningkatnya harga energi dan pangan. Secara bulanan, IHP juga naik 1,1% dan melampaui ekspektasi pasar.
Namun, konsensus analis Investing.com dan Trading Economics memprediksikan IHP pada Juli 2022 akan menurun ke 10,4% secara tahunan. Sementara secara bulanan, IHP juga diprediksikan akan turun ke 0,2%.
Jika IHP menurun maka dapat mengindikasikan potensi perlambatan inflasi.
Selain itu, investor perlu mengamati perkembangan pasar tenaga kerja di Negeri Stars and Stripes. Hari ini, akan dirilis data klaim pengangguran secara mingguan yang berakhir hingga periode 6 Agustus 2022.
Secara luas, analis memproyeksikan akan meningkat menjadi 263.000 orang dari pekan sebelumnya di 260.000 orang.
Klaim pengangguran meningkat karena banyak perusahaan yang memilih untuk menurunkan biaya operasional dengan PHK di tengah meningkatnya kekhawatiran resesi.
Tren tersebut dapat berlanjut karena The Fed tampaknya belum selesai untuk berjuang meredam inflasi ke target 2%, sehingga kenaikan suku bunga acuan akan terus terjadi hingga di tahun depan.
Kenaikan suku bunga acuan oleh The Fed tentunya dapat mengekang permintaan pekerja.
Setelah rilis data inflasi AS per Juli 2022, analis memprediksikan bahwa The Fed akan memperlambat laju kenaikan suku bunga acuan menjadi sebesar 50 basis poin pada pertemuan selanjutnya di September. Hingga akhir tahun ini, suku bunga acuan The Fed diproyeksikan akan berkisar di 3,25%-3,5%.
Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:
- Indeks Konsumen Ekspektasi per Agustus 2022 Australia (08:00 WIB)
- Indeks Harga Produsen (IHP) Juli 2022 AS (19:30 WIB)
- Data Klaim Pengangguran AS (19:30 WIB)
- Data Penjualan Kendaraan China (23:00 WIB)
Di bawah ini adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan Ekonomi (Q II-2022 YoY) | 5,44% |
Inflasi (Juli 2022 YoY) | 4.94% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Juli 2022) | 3,5% |
Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2022) | (4,85% PDB) |
Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q I-2022) | 0,1% PDB |
Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (Q I-2022) | (US$ 1,8 miliar) |
Cadangan Devisa (Juli 2022) | US$ 132,2 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf/luc) Next Article Warga RI Protes Keras: Akankah IHSG Bakal Kesengat Isu Tapera Juga?