Polling CNBC Indonesia

BI Diramal Tahan Suku Bunga Bulan Ini, Bulan Depan Baru Naik

Maesaroh, CNBC Indonesia
23 May 2022 12:49
Bank Indonesia
Foto: REUTERS/Iqro Rinaldi

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) diramal masih mempertahankan suku bunga acuan bulan ini. Fundamental ekonomi yang cukup kokoh serta keputusan pemerintah untuk menaikkan anggaran subsidi bisa menjadi ruang lebih bagi BI untuk menahan suku bunga.

Gubernur Perry Warjiyo dan anggota Anggota Dewan Gubernur lain dijadwalkan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) Mei 2022 pada 23-24 Mei 2022. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI 7-DRR) bertahan di 3,50%. Dari 15 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut hanya dua yang memproyeksi BI akan menaikkan suku bunga acuan bulan ini.

BI juga diperkirakan akan mempertahankan suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%.

Bila BI nantinya memang tetap mempertahankan BI 7-DRR berarti suku bunga acuan sebesar 3,50% akan bertahan selama 15 bulan terakhir. Level 3,50% adalah suku bunga acuan terendah dalam sejarah Indonesia merdeka

.


Ekonom Danareksa Research Institute Muhammad Ikbal Iskandar mengatakan BI akan memilih menahan suku bunga acuan mereka bulan ini meskipun inflasi sudah melonjak di April. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Indonesia meroket 0,95% (month to month/mtm) pada April 2022, yang menjadi level tertinggi sejak Januari 2017.

Secara tahunan (year on year/yoy), inflasi Indonesia melesat 3,47% atau tertinggi sejak Agustus 2019. Inflasi tahunan tersebut semakin mendekati batas atas kisaran target BI yaitu 2-4%.

BPS juga mencatat inflasi inti pada April menembus 2,60% (YoY) yang merupakan rekor tertinggi sejak Mei 2020 atau dua tahun lalu di mana pada saat itu inflasi inti mencapai 2,65%.

"Kami memperkirakan BI masih mempertahankan suku bunga di Mei tapi kenaikan inflasi bisa mendorong BI untuk menaikkan suku bunga lebih cepat dibandingkan perkiraan," tutur Ikbal, dalam laporan Monthly Economic Report and Outlook May 2022.

Ikbal memperkirakan inflasi Mei akan merangkak naik menjadi 3,74% (yoy), mendekati batas atas target BI di kisaran 2-4%. Dia menambahkan fundamental ekonomi Indonesia masih positif, mulai dari transaksi berjalan, rupiah, pertumbuhan ekonomi, hingga neraca perdagangan.

Neraca perdagangan mencatatkan surplus US$ 7,56 miliar di April 2022, yang merupakan rekor tertinggi dalam sejarah. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi tercatat 5,01% (yoy) di kuartal I-2022 dan transaksi berjalan mencatatkan surplus sebesar US$ 221 juta, atau 0,07% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

"Sentimen global memang berdampak ke pasar keuangan termasuk kepada pelemahan rupiah. Namun, cadangan devisa tetap tercatat besar," ujarnya.

Melansir pada data Refinitiv, rupiah melemah sekitar 0,3% pada pekan lalu, BI juga mencatat adanya outflow sebesar Rp 4,81 triliun di pasar keuangan Indonesia pada pekan lalu.

Ekonom DBS Radhika Rao memperkirakan BI akan tetap mempertahankan suku bunga acuan pada bulan Mei ini sebelum beralih menjadi hawkish pada Juni atau Juli.

"BI kemungkinan akan menjadi hawkish di Juni atau Juli karena inflasi yang tinggi. Inflasi inti yang terus merangkak naik membuat aset berdenominasi rupiah menjadi tertekan. Kami memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga sebesar 75 bps pada tahun ini," tutur Radhika dalam laporan Indonesia: Fuel Prices, Subsidies, and Inflation - Balancing Act.

Radhika menjelaskan kenaikan suku bunga acuan sebesar 75 bps pada tahun ini sejalan dengan meningkatnya The Fed Fund rate (FFR). FFR diperkirakan naik sebesar 175 bps pada tahun ini. "Sejumlah negara di Asia juga sudah mulai memperketat kenaikan moneter mereka," ujar Radhika Rao. Korea Selatan, India, dan Malaysia adalah sedikit negara yang sudah menaikkan suku bunga.

Sementara itu, ekonom OCBC Wellian Wiranto memperkirakan BI sudah akan menaikkan suku bunga acuan bulan ini. "Kami memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps pada minggu ini. Kenaikan untuk menekan tekanan inflasi," ujar Wellian, kepada CNBC Indonesia.

Perry Warjiyo pada pertemuan RDG bulan April lalu mengatakan BI akan menunggu lebih dahulu langkah pemerintah dalam memitigasi kenaikan harga komoditas pangan dan energi sebelum menaikkan suku bunga.

"(Kebijakan moneter BI) akan sangat tergantung pada respon dari kebijakan pemerintah khususnya yang berimplikasi pada administered prices. Rencananya, stance kami sudah arahkan ke sana, besarannya, urutannya, magnitude-nya, maupun timing akan sangar tergantung kebijakan pemerintah," tutur Perry dalam konferensi pers usai menggelar RDG, Selasa (19/4/2022).

Pada Kamis (19/5/2022), Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah membeberkan rencana pemerintah untuk menaikkan subsidi demi mempertahankan harga BBM dan tarif listrik untuk kelompok kurang mampu.
Sebagai kompensasinya, pemerintah akan menambah subsidi energi sebesar Rp 74,9 triliun. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga sepakat untuk menambah alokasi pembayaran kopensasi BBM dan listrik sebesar Rp 275 triliun. Kompensasi akan terbagi sebesar Rp 234 triliun untuk BBM dan listrik sebesar Rp 41 triliun.
Langkah tersebut diharapkan bisa menekan inflasi dan menjaga daya beli masyarakat sekaligus menjaga momentum pertumbuhan.

Tambahan subsidi dan keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM, LPG, dan tarif dasar listrik untuk kalangan mampu diyakini akan menekan inflasi. Kebijakan tersebut juga diharapkan bisa menjadi ruang lebih bagi BI dalam menentukan kebijakan moneternya.

"Dengan kebijakan fiskal berperan sebagai shock absorber maka inflasi bisa lebih rendah dan akan menjadi justifikasi BI untuk mempertahankan suku bunga tahun ini," tutur ekonom Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro, dalam laporannya Inflation Scare No More: Govt Pledges to Mintain Fuel Prices.


TIM RISET CNBC INDONESIA


(mae/mae) Next Article Suara Terbelah! Pasar Galau BI Naikkan Bunga atau Tidak

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular