Newsletter

Wall Street Masuki Bear Market, IHSG Masih Bisa Lanjut Reli?

Feri Sandria, CNBC Indonesia
23 May 2022 06:00
RUSSIA-POLAR BEAR/
Foto: Seekor beruang kutub yang kelaparan telah tersesat ratusan kilometer dari habitat alami Kutub Utara dan berkeliaran, kelelahan, ke kota industri utama Rusia Norilsk di Siberia utara. (REUTERS/Irina Yarinskaya/Zapolyarnaya)

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah ambrol lebih dari 8% pada pembukaan perdagangan pasca libur lebaran, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akhirnya bangkit pada perdagangan pekan lalu. Meski kenaikan tersebut belum mampu memulihkan kemerosotan secara penuh, IHSG setidaknya kembali memepet level 7.000.

Melansir data Refinitiv, IHSG di pekan lalu menguat hingga 4,85% ke 6.918,14. Dalam 4 hari perdagangan, IHSG mampu selalu mencatat penguatan. Namun sayangnya investor asing masih melakukan aksi jual bersih (net sell) meski nilainya jauh berkurang dibandingkan pekan lalu.

Data pasar menunjukkan investor asing net sell senilai Rp 2,44 triliun di pasar reguler, tunai dan nego. Sementara pada pekan lalu net sell di all market lebih dari Rp 9 triliun.

Bursa kebanggaan Tanah Air ini akhirnya kembali mengabaikan pergerakan bursa saham Amerika Serikat (AS) pekan lalu, yang mana indeks Dow Jones minus 2,9%, S&P 500 3%, dan Nasdaq ambrol hingga 3,8%.

Tidak hanya mengabaikan kemerosotan Wall Street, penguatan IHSG juga menjadi yang terbesar dibandingkan bursa utama di Asia dan Eropa, hingga Amerika Serikat.

Sebelum masuk bulan Mei, IHSG mengabaikan rontoknya Wall Street dengan terus menanjak dan mencetak rekor tertinggi sepanjang masa. Penyebabnya, tingginya harga komoditas yang membuat devisa mengalir deras ke dalam negeri, diikuti dengan capital inflow yang besar.

Meski asing dalam dua pekan terakhir melakukan jual bersih, tetapi sepanjang tahun ini asing masih mencatatkan beli bersih sebesar Rp 62,9 triliun di seluruh pasar.

Tingginya harga komoditas membuat neraca perdagangan Indonesia mampu mencetak surplus hingga 24 bulan beruntun, dan membantu transaksi berjalan mencatat surplus 3 kuartal beruntun.

Sementara itu, defisit neraca jasa meningkat sejalan dengan perbaikan aktivitas ekonomi yang terus berlanjut dan kenaikan jumlah kunjungan wisatawan nasional ke luar negeri pasca pelonggaran kebijakan pembatasan perjalanan antarnegara dan penyelenggaraan ibadah umrah yang kembali dibuka. Di sisi lain, defisit neraca pendapatan primer membaik sehingga menopang berlanjutnya surplus transaksi berjalan," papar laporan BI.

Surplus transaksi berjalan menjadi fundamental penting bagi Indonesia, dan memberikan sentimen positif ke rupiah agar tidak terpuruk akibat kuatnya tekanan eksternal. Stabilitas rupiah akan memberikan kenyamanan bagi investor asing untuk mengalirkan modalnya ke dalam negeri, sebab risiko kerugian kurs bisa diminimalisir.

Jika IHSG mampu rebound, mata uang Garuda masih terkoreksi melawan dolar AS pekan lalu. Melansir data Refinitiv, pekan lalu rupiah sempat merosot hingga ke Rp 14.736/US$, terlemah sejak Oktober 2020. Jumat kemarin rupiah akhirnya mampu menguat 0,54% ke Rp 14.650/US$. Penguatan tersebut mampu memangkas pelemahan rupiah menjadi 0,27%, dan tidak menjadi mata uang terburuk di Asia.

Terpangkasnya pelemahan pekan lalu salah satunya ditopang oleh sentimen positif dari dalam negeri, yang mana Jumat (20/5) lalu Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan pembukaan kembali larangan ekspor produk minyak sawit termasuk minyak goreng dan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).

Pekan lalu, mayoritas mata uang Asia menguat melawan dolar AS. Selain rupiah, rupee India juga ikut melemah sebesar 0,49%, dan menjadi yang terburuk di Asia di pekan lalu.

Dari pasar modal AS, aksi jual saham selama beberapa pekan terakhir mencapai intensitas baru pada hari Jumat, dengan Wall Street tampaknya sudah berada di ujung bull market yang telah berlangsung sejak pandemi memukul pasar keuangan.

Pada satu titik perdagangan hari terakhir pekan lalu, indeks S&P 500 sempat ambles setidaknya 20% di bawah puncaknya di Januari-atau yang lebih dikenal sebagai bear market. Akan tetapi reli jelang akhir perdagangan akhirnya mampu mendorong indeks untuk ditutup naik tipis kurang dari 0,1% di zona hijau.

Meski batas bear market dapat diperdebatkan, angka 20% tersebut dapat berfungsi sebagai sinyal yang menunjukkan bahwa investor telah berubah pandangan dengan menjadi lebih pesimistis akan kondisi pasar modal.

Dow Jones Industrial (DJI) juga ditutup kurang dari 0,1%, sementara Nasdaq Composite yang berfokus pada teknologi turun 0,3% pada perdagangan Jumat (20/5) lalu.

Sepanjang pekan lalu, S&P 500 melemah 2,78%, DJIA melemah 2,77%, sedangkan koreksi terdalam dicatatkan oleh Nasdaw yang turun 3,18%. Sejak awal tahun ketiga indeks tersebut masih tertekan lebih dari 15%.

Aksi jual yang awet hingga berminggu-minggu yang sedang menimpa di pasar modal AS sudah lama tidak terjadi. Dow mencatat kerugian mingguan kedelapan berturut-turut, rekor terpanjang sejak 1932, mendekati puncak Great Depression. S&P 500 dan Nasdaq mengalami kerugian mingguan ketujuh berturut-turut, rekor terpanjang sejak 2001, setelah gelembung dot-com pecah.

Salah satu pendorong utama di balik aksi jual di Wall Street adalah meningkatnya kekhawatiran tentang kondisi ekonomi AS dan global secara luas. Investor, trader hingga manajer investasi menghabiskan beberapa bulan pertama tahun ini dengan kekhawatiran bahwa kenaikan suku bunga Federal Reserve akan berdampak besar pada saham yang harganya semakin 'mahal'. Akibatnya, investor melarikan diri dari saham perusahaan teknologi, menarik miliaran dolar dari indeks Nasdaq. Suku bunga yang lebih tinggi memang cenderung menurunkan daya pikat perusahaan dengan pertumbuhan tinggi (gowth stock) yang mengandalkan janji keuntungan besar dalam beberapa tahun ke depan.

Bazar lego saham di AS mengirimkan pesan yang kuat kepada investor dan analis: Jika memang ada, hanya terdapat segelintir bagian yang aman dari pasar saham tahun ini. Pada hari Jumat, saham perusahaan energi yang telah diuntungkan dari melonjaknya harga minyak, bahkan ikut jatuh sejalan dengan pasar yang lebih luas.

Ekonom di Goldman Sachs memperkirakan ada kemungkinan 35% ekonomi AS memasuki resesi dalam dua tahun ke depan. Perlambatan ekonomi, secara historis menjadi berita buruk bagi pasar saham: Sejak ke Perang Dunia II, S&P 500 telah jatuh rata-rata 30% dari puncak ke posisi terendah selama resesi.

Sampai The Fed mampu meyakinkan investor bahwa mereka dapat memperketat kebijakan moneter dan menahan inflasi tanpa memicu resesi, kecil kemungkinan pasar akan stabil, menurut pandangan para analis. Pekerjaan bank sentral akan menjadi lebih sulit oleh faktor-faktor di luar kendalinya yang telah menambah tekanan inflasi tahun ini, termasuk kebijakan nol-Covid China dan invasi Rusia ke Ukraina.

Sejumlah agenda dan kabar penting ditunggu pelaku pasar pada pekan ini. Pasar keuangan Indonesia akan libur Kenaikan Isa Almasih pada Kamis (26/5/2022) sehingga aktivitas jual beli saham atau obligasi kemungkinan padat pada Senin-Rabu.

Dari banyak agenda pekan depan, pertemuan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) merupakan agenda yang kemungkinan paling dipantau pasar pekan ini. BI akan menggelar RDG bulanan pada Senin dan Selasa pekan depan (23-24 Mei)sekaligus mengumumkan kebijakan moneternya.

Pasar kini menunggu apa yang akan dilakukan BI setelah inflasi menjulang di April, kenaikan suku bunga acuan The Fed, serta pemerintah telah membeberkan rencana menambah anggaran untuk subsidi.

Gubernur BI Perry Warjiyo pada pertemuan RDG bulan April lalu mengatakan BI akan menunggu lebih dahulu langkah pemerintah dalam memitigasi kenaikan harga komoditas pangan dan energi sebelum menaikkan suku bunga. BI juga hanya akan mempertimbangkan perkembangan inflasi inti untuk menentukan suku bunga acuan.

Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi inti tercatat 0,36% (month to month (mtm) dan 2,60% (year on year/yoy). Secara tahunan, inflasi inti di level tersebut adalah yang tertinggi sejak Mei 2020.

Pada Kamis (19/5/2022), Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah membeberkan rencana pemerintah untuk menaikkan subsidi demi mempertahankan harga BBM dan tarif listrik untuk kelompok kurang mampu. Total subsidi yang akan ditambah sebesar Rp 443,6 triliun untuk memastikan harga BBM, LPG dan listrik yang disubsidi tidak naik. Pemerintah juga akan menambah anggaran perlindungan sosial Rp 18,6 triliun.

Sejumlah ekonom dan analis meyakini Bank Indonesia tidak akan menaikkan BI-7Day Reverse Repo Rate bulan ini. Namun, beberapa dari mereka ada yang memperkirakan bank sentral RI akan mengerek suku bunga mulai Mei ini.

Ekonom OCBC Wellian Wiranto memperkirakan BI akan mulai menaikkan suku bunga acuan Mei ini karena inflasi sudah terlalu tinggi.

Selain BI, bank sentral Korea Selatan akan mengumumkan kebijakan moneter mereka pada Kamis depan (26/5/2022). Bank of Korea memberi kejutan dengan menaikkan suku bunga hingga 25 bps pada April lalu.

Sentimen lain yang bisa menggerakkan pasar adalah pengumuman pertumbuhan ekonomi sejumlah negara seperti Jerman (25/5/2022) serta estimasi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) pada kuartal II tahun ini (26/5/2022).

Ekonomi AS terkontraksi 1,4% pada kuartal I tahun ini, berbanding terbalik dengan tumbuh 6,9% pada kuartal IV-2021.

Pelaku pasar juga akan menunggu pidato Chairman The Fed Jerome H. Powell dalam acara National Center for American Indian Enterprise Development (NCAIED) 2022 Reservation Economic Summit, pada Selasa (24/5/2022). Pasar menunggu apakah pernyataan Powell masih akan sehawkish sebelumnya setelah kekhawatiran resesi AS meningkat.

Dari Eropa, agenda yang dipantau market adalah World Economic Forum Annual Meeting yang akan diselenggarakan hingga 22-26 Mei. Pada Selasa (24/5/2022), Presiden Bank Sentral Eropa (ECB) Christine Lagarde akan berbicara pada forum tersebut. Sejauh ini ECB belum mengerek suku bunga acuan di tengah kenaikan suku bunga acuan global.

Survei yang dilakukan Reuters terhadap para ekonom pada 10 - 16 Mei lalu menunjukkan ECB diperkirakan akan menaikkan suku bunga deposito sebesar 25 basis poin pada bulan Juli.

Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:

  • Pidato pejabat bank sentral Australia (06.05)
  • Pertumbuhan kredit RI April (14.20)
  • Pidato pejabat bank sentral Jerman (21.15)
  • Pidato pejabat The Fed (23.00)

Hari ini setidaknya terdapat 12 agenda korporasi yakni:

  1. Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Tower Bersama Infrastructure (TBIG)
  2. RUPST dan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Sawit Sumbermas Sarana (SSMS)
  3. RUPST dan RUPSLB Nusa Palapa Gemilang (NPGF)
  4. RUPST Matahari Putra Prima (MPPA)
  5. RUPST Multipolar (MPPL)
  6. RUPST Caturkarda Depo Bangunan (DEPO)
  7. RUPST Charoen Pokphand Indonesia (CPIN)
  8. RUPST BISI International (BISI)
  9. RUPSLB Global Sukses Solusi (RUNS)
  10. Cum date dividen tunai Pelita Samudera Shipping (PSSI)
  11. Cum date dividen tunai Panca Budi Idaman (PBID)
  12. Cum date dividen tunai Berkah Beton Sadaya (BEBS)

Terakhir, berikut adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:

TIM RISET CNBC INDONESIA


(fsd/fsd) Next Article Wall Street Tembus ATH & Ekonomi AS Tumbuh 3,3%, Ke Mana Arah IHSG?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular