
Setelah 'Berdarah-darah', Akankah IHSG Pulih Pekan Ini?

Investor mewaspadai potensi resesi di Amerika Serikat (AS). Buntutnya, bursa saham AS tertekan pada perdagangan Senin (16/5/2022).
Indeks Dow Jones Industrial Average ditutup menguat tipis 26,76 poin (0,08%) menjadi 32.223,42. S&P 500 surut 15,88 poin (-0,39%) ke 4.008,01 sedangkan Nasdaq anjlok 142,21 poin (-1,2%) ke 11.662,79.
Saham teknologi jadi beban laju wall street pada perdagangan awal pekan ini. Beberapa perusahaan cloud jatuh, di antaranya Datadog (-10,7%), Cloudflare (-13,6%), dam Atlassian (-6,3%). Sementara saham perusahaan kendaraan listrik Tesla anjlok 5,9%.
Indeks acuan bursa utama AS tersebut diterpa aksi jual setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) mengumumkan rencana agresif menaikkan suku bunga acuan. Selain itu, kekhawatiran resesi akibat inflasi yang tinggi juga menjadi faktor penghambat gerak bursa saham AS.
Dow Jones telah membukukan penurunan tujuh minggu berturut-turut pada pekan lalu, terburuk sejak 2001. S&P 500 pun mencatat penurunan enam minggu, terparah sejak 2011.
"Kami terus bertransisi melalui penetapan harga yang didorong oleh suku bunga ini," kata Bill Northey, direktur investasi senior di U.S. Bank Wealth Management.
"Jadi, karena kurva imbal hasil Treasury AS terus bergerak lebih tinggi untuk mengantisipasi inflasi realisasi yang lebih tinggi dan penyesuaian kebijakan Federal Reserve, kami telah melihat penyesuaian yang konsisten dan luas terhadap valuasi aset yang telah terjadi konsisten dengan meningkatnya kekhawatiran inflasi," tambah Bill.
Imbal hasil (yield) obligasi AS telah melonjak, merespon berakhirnya era suku bunga rendah. Yield tenor 10 tahun bahkan sempat mencapai 3% pada awal bulan ini. Naik dari 1,5% di awal tahun.
Yield obligasi dan saham memiliki hubungan yang negatif. Sehingga ketika yield obligasi meningkat, maka pasar saham cenderung melemah. Sebab saat pasar berada di dalam ketidakpastian, investor akan memilih obligasi yang lebih minim risiko.
Kini analis percaya tren koreksi berkepanjangan (bearish) itu mulai membuka ruang pembalikan untuk investor jangka panjang.
"Indeks S&P 500 sedang mendekati level tersebut dengan cepat yang secara historis mengindikasikan bahwa risiko pertumbuhan di masa depan sudah terfaktorkan di posisi sekarang," tutur analis Citi Scott Chronert dalam laporan riset, yang dikutip CNBC International.
Ahli strategi di RBC Capital Markets mengatakan bahwa S&P 500 berada di persimpangan jalan karena berjuang untuk menemukan titik terendah. Jika indeks mampu bertahan di 3.850, indeks bisa rebound.
(ras/luc)