
Wall Street Cenderung Mixed, IHSG Lanjut Menguat?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia pada perdagangan Rabu (20/4/2022) kemarin ditutup beragam, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup cerah, sedangkan rupiah dan harga obligasi pemerintah kembali mengalami pelemahan.
Menurut data PT Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG ditutup menguat 0,39% ke level 7.227,36. IHSG pun berhasil kembali ke level psikologisnya di 7.200, setelah pada perdagangan Selasa lalu ditutup terkoreksi ke zona psikologis 7.100.
Nilai transaksi indeks kemarin mencapai sekitaran Rp 21 triliun dengan melibatkan 30 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,9 juta kali. Sebanyak 201 saham menguat, 332 saham melemah, dan 163 saham stagnan.
Investor asing pun kembali melakukan aksi beli bersih (net buy) hingga mencapai Rp 1,04 triliun di pasar reguler. Tetapi di pasar tunai dan negosiasi, asing tercatat menjual bersih sebesar Rp 206,6 miliar.
Dari Asia, bursa sahamnya secara mayoritas ditutup menguat. Hanya indeks Shanghai Composite China, Hang Seng Hong Kong, dan KOSPI Korea Selatan yang ditutup di zona merah pada perdagangan kemarin. Indeks Shanghai menjadi yang paling parah koreksinya, yakni lebih dari 1%.
Indeks saham Filipina memimpin penguatan bursa Asia kemarin, disusul oleh BSE Sensex India. Keduanya melesat lebih dari 1%.
Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia pada perdagangan Rabu kemarin.
Sedangkan untuk mata uang rupiah pada perdagangan Rabu kemarin ditutup melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Melansir data Refinitiv, sejak perdagangan dibuka, rupiah sudah melemah 0,03% ke Rp 14.340/US$ dan tertahan di zona merah sepanjang perdagangan kemarin. Rupiah sempat melemah hingga 0,17% sebelum mengakhiri perdagangan di Rp 14.355/US$, melemah 0,14% di pasar spot.
Sementara untuk mata uang Asia-Pasifik lainnya, secara mayoritas mengalami penguatan. Dari mata uang yang mengalami pelemahan, rupiah berada di posisi ketiga setelah yuan China. Sedangkan mata uang Asia-Pasifik yang pelemahannya paling parah terjadi di ringgit Malaysia.
Adapun mata uang dolar Australia memimpin penguatan dihadapan sang greenback pada perdagangan kemarin.
Berikut pergerakan rupiah dan mata uang utama Asia-Pasifik melawan dolar AS pada Rabu kemarin.
Sementara di pasar surat berharga negara (SBN), secara mayoritas kembali mengalami pelemahan harga dan kenaikan imbal hasil (yield) pada perdagangan kemarin.
Investor ramai memburu SBN berjangka pendek yakni tenor 1 tahun dan 3 tahun, ditandai dengan turunnya imbal hasil (yield) dan penguatan harga. Sedangkan SBN berjangka menengah hingga panjang cenderung dilepas oleh investor.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 1 tahun melemah 5,8 basis poin (bp) ke level 2,937%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo 3 tahun turun 1,7 bp ke level 3,744%.
Sementara untuk yield SBN bertenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara kembali naik meski kenaikannya cenderung tipis, yakni naik 0,1 bp ke level 6,978%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan Rabu kemarin.
Sebelumnya Bank Indonesia (BI) memperkirakan ekonomi nasional pada 2022 tumbuh lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. Perkiraan BI kini adalah 4,5-5,3% dari yang sebelumnya 4,7-5,5%.
Selain BI, Bank Dunia (World Bank) juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,6-5,1% untuk tahun ini.
Proyeksi yang lebih rendah disebabkan dampak perang Rusia-Ukraina yang membuat inflasi melonjak. Pemangkasan proyeksi juga mempertimbangkan naiknya ketidakpastian global serta terganggunya rantai pasok global.
Sementara itu, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2022 dari 5,6% menjadi 5,4% pada 22 Maret 2022 lalu karena adanya ancaman downside risk dari varian baru Covid-19 serta pengetatan kebijakan moneter.
IMF juga merevisi proyeksi inflasi Indonesia menjadi 4% pada akhir 2022 dari sebelumnya 3,5% sebagai imbas meletusnya perang Rusia-Ukraina.
Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street ditutup bervariasi pada perdagangan Rabu waktu setempat, di tengah rilis kinerja emiten di Negeri Sam tersebut yang variatif.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) berhasil ditutup melesat 0,71% ke level 35.160,789. Namun untuk indeks S&P 500 dan Nasdaq ditutup di zona merah. S&P 500 turun tipis 0,06% ke level 4.459,45 dan Nasdaq ambruk 1,22% ke posisi 13.453,07.
Jatuhnya indeks Nasdaq terjadi mengikuti ambruknya saham Netflix hingga 35%, setelah melaporkan kehilangan 200.000 pelanggan pada kuartal I-2022.
Berita tersebut memicu koreksi saham penyedia streaming lain seperti saham Disney yang ditutup ambruk 5,6%, saham Roku anjlok 6,2%, saham Warner Bros Discovery ambrol 6% dan saham Paramount longsor 8,6%.
Hal ini membuat investor di AS takut untuk membeli saham teknologi lain sebelum adanya rilis pendapatan. Saham Tesla ditutup ambruk 5%, setelah perusahaan produsen mobil listrik tersebut membukukan kenaikan pendapatan sebesar 81% pada tahun 2021. Saham Amazon dan Salesforce masing-masing ambles lebih dari 2%.
Di sisi lain, saham Procter & Gamble melesat 2,7% dan membantu mengangkat indeks Dow Jones setelah melaporkan hasil yang lebih baik dari perkiraan dan menaikan pendapatan setahun penuhnya.
Selain Procter & Gamble, saham IBM juga mampu menopang indeks Dow Jones, di mana sahamnya melonjak hingga 7,1%, setelah melaporkan kinerja keuangan yang baik.
Sekitar 12% perusahaan yang menjadi konstituen indeks S&P 500 telah merilis kinerja keuangannya, dengan 80% di antaranya membukukan laba bersih di atas ekspektasi, sebagaimana direkam oleh FactSet.
"Perusahaan yang telah merilis kinerja keuangannya pada tahun lalu sejauh ini menyoroti permintaan yang kuat di seluruh industri, terlepas dari tekanan inflasi dan rantai pasokan," kata Ross Mayfield, analis strategi investasi di Baird, dikutip dari CNBC International.
Selain masih memantau perilisan kinerja keuangan emiten, pasar juga masih memantau pergerakan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) tenor 10 tahun yang mulai mengalami penurunan setelah sempat melonjak dan mencapai lebih dari 2,94%, menjadi level tertinggi sejak Desember 2018.
"Ada rasa lelah memantau kenaikan suku bunga acuan dan inflasi," tutur Sylvia Jablonski, Direktur Investasi Defiance dikutip dari CNBC International.
Jablonski juga mencatat bahwa konsumen masih kuat, dengan adanya pengeluaran dan penghematan sebesar US$ 2 triliun, dan perusahaan terus menunjukkan kekuatan dalam kekuatan harga dan neraca mereka.
Pada hari ini, investor akan memantau beberapa sentimen, di mana salah satunya yakni pergerakan bursa saham Wall Street yang cenderung beragam kemarin.
Jatuhnya indeks Nasdaq pada perdagangan Rabu kemarin terjadi setelah emiten layanan streaming Netflix melaporkan kehilangan 200.000 pelanggan pada kuartal I-2022. Hal ini membuat sahamnya ambruk hingga 35% dan menjadi pemberat indeks Nasdaq.
Tak hanya menjadi pemberat Nasdaq, ambruknya saham Netflix juga membuat investor cenderung berhati-hati kembali memburu saham-saham teknologi, utamanya saham-saham streaming. saham Disney, Roku, Warner Bros Discovery, dan Paramount pun longsor.
Pada kuartal II-2022, Netflix memperkirakan kehilangan pelanggan berbayar global sebesar 2 juta. Terakhir kali Netflix kehilangan pelanggan yang cukup besar yakni pada Oktober 2011.
Netflix sebelumnya mengatakan kepada pemegang saham bahwa mereka mengharapkan untuk menambah 2,5 juta pelanggan selama kuartal pertama tahun 2022. Analis memperkirakan jumlah itu akan mendekati 2,7 juta. Selama periode yang sama tahun lalu, Netflix menambahkan 3,98 juta pengguna berbayar.
Namun meski Nasdaq ambruk, indeks Dow Jones kembali cerah pada penutupan perdagangan Rabu kemarin waktu AS, ditopang oleh saham IBM dan Procter & Gamble, setelah keduanya melaporkan kinerja keuangan yang baik pada tahun 2021.
Di lain sisi, yield Treasury tenor 10 tahun pada perdagangan kemarin terpantau melemah, setelah sempat melonjak dan mencapai lebih dari 2,94%, menjadi level tertinggi sejak Desember 2018.
Turunnya yield Treasury tenor 10 tahun terjadi di tengah pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2022 dan 2023 oleh Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) dan Bank Dunia (World Bank).
Pada 2022, IMF meramal ekonomi dunia diperkirakan hanya mampu tumbuh 3,6% lebih rendah dari yang sebelumnya diramal 3,8%. Untuk 2023, akan menjadi lebih buruk karena ekonomi diperkirakan hanya tumbuh 0,8%-0,2%.
Buruknya ramalan tersebut disebabkan oleh perang Rusia dan Ukraina yang hingga kini belum ada tanda-tanda penyelesaian.
Padahal, kedua negara tersebut berperan besar pada perekonomian dunia, terutama dalam pasokan minyak dan gas bumi. Ini sekaligus memberikan pengaruh terhadap sederet harga komoditas internasional yang kini sudah melonjak. Perang juga berdampak pada kenaikan harga pangan internasional.
Situasi ini akhirnya turut mengerek inflasi di berbagai negara. IMF memperkirakan inflasi pada negara maju mencapai 5,7% dan 8,7% pada negara berkembang untuk 2022.
Negara maju dan berkembang dengan fiskal yang kuat, akan mampu memberikan subsidi atau bantalan untuk menjaga daya beli masyarakat. Akan tetapi, negara lain dengan fiskal terbatas tak mampu berbuat banyak.
Sebelumnya pada Senin lalu, World Bank juga telah menurunkan perkiraan pertumbuhan globalnya untuk tahun ini hampir satu poin persentase penuh dari 4,1% menjadi 3,2%.
Di lain sisi, perang Rusia dan Ukraina diyakini akan makin memanas ke depan. Hal ini diutarakan Kementerian Pertahanan Amerika Serikat (AS) Rabu kemarin.
Pentagon menyebut serangan Rusia yang kini berpusat di Ukraina Timur, Donbass, adalah awal dari operasi yang lebih besar. Donbass sendiri adalah pusat milisi pemberontak pemerintah Kyiv.
"Kami pikir serangan ini adalah awal dari operasi ofensif yang lebih besar yang direncanakan Rusia untuk dilakukan," kata pejabat Kemhan AS yang berbicara dengan syarat anonim untuk berbagi rincian baru dari penilaian Pentagon tentang perang, dikutip CNBC International.
Pejabat itu menambahkan bahwa AS telah mengamati beberapa serangan darat. Termasuk beberapa tembakan jarak jauh dan pemboman artileri.
Ia juga mengatakan bahwa belum semua pasukan Rusia telah dikerahkan kembali ke pertempuran di Ukraina. Masih ada yang akan diapason ke beberapa unit.
Sementara itu, beberapa data ekonomi yang tak kalah penting akan dirilis pada hari ini. Salah satunya yakni data inflasi Uni Eropa pada Maret 2022 dari sisi konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK).
Konsensus Tradingeconomics memperkirakan IHK Uni Eropa pada bulan lalu akan kembali melonjak menjadi 7,5% secara tahunan (year-on-year/yoy) dan menjadi 2,5% secara bulanan (month-on-month/mom). Sedangkan IHK inti Uni Eropa diprediksi meningkat menjadi 3% (yoy).
Tak hanya di Uni Eropa saja, data inflasi pada bulan lalu juga akan dirilis di Korea Selatan, tetapi inflasi ini dari sisi produsen (producer price index/PPI).
Selain inflasi di Uni Eropa dan Korea Selatan, data klaim pengangguran AS mingguan untuk periode pekan yang berakhir 17 April juga akan dirilis pada hari ini.
Pasar memperkirakan ada 182.000 klaim yang diajukan pada pekan lalu, lebih rendah dari pekan sebelumnya yang sebesar 185.000 klaim.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rilis data inflasi (producer price index/PPI) Korea Selatan periode Maret 2022 (04:00 WIB),
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT BTPN Syariah Tbk. (10:00 WIB),
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan dan Luar Biasa PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. (11:00 WIB),
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Bank BTPN Tbk. (14:00 WIB),
- Rilis data inflasi (Indeks Harga Konsumen/IHK) Zona Euro periode Maret 2022 (16:00 WIB),
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Adhi Karya Tbk. (16:00 WIB),
- Rilis data klaim pengangguran Amerika Serikat pekan yang berakhir 17 April 2022 (19:30 WIB),
- Rilis data awal keyakinan konsumen Zona Euro periode April 2022 (21:00 WIB).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan Ekonomi (2021 YoY) | 3,69% |
Inflasi (Maret 2022 YoY) | 2,64% |
BI-7 Day Reverse Repo Rate (April 2022) | 3,5% |
Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2022) | 4,85% PDB |
Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (2021 YoY) | 0,28% PDB |
Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (2021 YoY) | US$ 13,46 miliar |
Cadangan Devisa (Maret 2022) | US$ 139,13 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/luc) Next Article Hari Penentuan Tiba: AS Akan Buat Dunia Menangis atau Ketawa?