Newsletter

Ada Tanda Rusia-Ukraina Damai, IHSG Siap Melaju Kencang?

Feri Sandria, CNBC Indonesia
30 March 2022 06:30
Russia Ukraine Two Speeches Analysis
Foto: Kolase foto Presiden Rusia Vladimir Putin (kiri) dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy (Russian Presidential Press Service and Ukrainian Presidential Press Office via AP)

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah upaya perundingan damai antara Rusia Ukraina dan penguncian yang terjadi di Shanghai, pasar keuangan Indonesia mencatatkan kinerja negatif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,54% di level 7.011,69 pada perdagangan Selasa (29/3/2022) kemarin.

Sebelum terkoreksi, IHSG sejatinya sempat tembus ke level all time high (ATH) atau level tertinggi sepanjang masa di 7.072,78. Di sesi II, IHSG makin ambles. Namun meski tertekan, asing masih mencatatkan beli bersih (net buy) jumbo Rp 1 triliun.

Saham yang paling banyak diborong asing adalah saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) dan PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dengan net buy Rp 307 miliar dan Rp 150 miliar. Saham yang paling banyak dilepas asing adalah saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dengan net sell Rp 43 miliar dan Rp 37 miliar.

Sementara itu, bursa Asia-Pasifik mayoritas ditutup menguat pada perdagangan kemarin. Indeks Hang Seng Hong Kong ditutup melonjak 1,12% ke level 21.927,63, Nikkei Jepang melesat 0,92% ke 28.200,43, ASX 200 Australia menguat 0,7% ke 7.464,3, Straits Times Singapura naik tipis 0,06% ke 3.433,9, dan KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,42% ke posisi 2.741,07.

Sementara yang bernasib sama dengan IHSG adalah indeks Shanghai Composite China yang ditutup melemah 0,33% ke level 3.203,94. Kota itu sendiri tengah melakukan penguncian wilayah. 

Kekhawatiran perlambatan ekonomi China akibat merebaknya Covid-19 membuat harga komoditas ikut terkoreksi termasuk minyak mentah, nikel dan tembaga. Hal ini terjadi karena permintaan dan konsumsi yang terancam akibat lockdown.

Di sisi lain, investor juga mulai khawatir akan ancaman resesi di AS yang semakin nyata. Kurva imbal hasil obligasi pemerintah AS (US Treasury) yang terbalik (inverted).

Kini selisih yield antara US Treasury untuk tenor 5 dan 30 tahun sudah negatif. Artinya imbal hasil jangka pendek lebih tinggi dari imbal hasil jangka panjang yang bisa menjadi salah satu indikator terjadinya resesi.

Dari dalam negeri, harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup melemah pada perdagangan kemarin. Mayoritas investor cenderung melepas SBN kemarin, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield) di hampir seluruh tenor SBN. Hanya SBN bertenor pendek yakni 1 tahun yang ramai diburu oleh investor, ditandai dengan penguatan harga dan penurunan yield.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara berbalik menguat 4,5 bp ke level 6,76%.

Mata uang RI juga ikut melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) dan melanjutkan kinerja negatif awal pekan kemarin.

Melansir data Refinitiv, rupiah sebenarnya membuka perdagangan dengan menguat 0,1% ke Rp 14.355/US$, sebelum berbalik masuk ke zona merah. Akan tetapi di penutupan perdagangan, rupiah berada di Rp 14.363/US$ atau melemah tipis 0,01% di pasar spot.

Pasar ekuitas AS kembali mencatatkan kinerja positif pada hari Selasa, memperpanjang kenaikan beruntun Wall Street karena para investor dan trade memantau negosiasi gencatan senjata di Eropa Timur dan kondisi terkini di pasar obligasi.

Dow Jones Industrial Average naik 338,30 poin (0,97%) ke level 35.294,29. S&P 500 naik 1,23% menjadi 4.631,60, sedangkan Nasdaq Composite naik 1,84% menjadi 14.619,64. Kinerja positif hari ini juga memperpanjang reli indeks DJIA dan S&P 500 yang telah naik dalam empat hari beruntun.

Indeks saham utama AS telah mengalami reli dalam beberapa pekan terakhir, membalikkan sebagian besar kerugian yang terjadi setelah awal invasi Rusia ke Ukraina. Investor tampaknya mulai tenang meskipun ada kekhawatiran lain termasuk terkait inflasi, penguncian baru di China dan Federal Reserve yang telah mulai menaikkan suku bunga untuk pertama kalinya sejak 2018.

Saham otomotif memimpin kenaikan, dengan Ford naik 6,5% dan GM naik lebih dari 4%.

Di bidang teknologi, Netflix naik lebih dari 3% dan Snap melonjak 4,5%. Saham Moderna naik 4,4% setelah regulator AS menyetujui suntikan booster vaksin Covid tambahan untuk orang berusia 50 tahun ke atas.

Investor terus mengawasi pasar obligasi, di mana imbal hasil untuk surat utang Treasury 5 tahun diperdagangkan di atas imbal hasil 30-tahun pada hari Selasa, sebuah inversi yang memicu kekhawatiran akan prospek resesi.

Selisih antara imbal hasil 2-tahun dan 10-tahun, yang dilihat para ekonom sebagai lebih memprediksi potensi resesi, juga menyempit mendekati batas inversi pada hari Selasa.

Jika pun kurva imbal hasil memprediksi resesi dengan tepat, kondisi tersebut bisa jadi baru terjadi lebih dari setahun lagi. Data historis tampaknya memberikan kepercayaan diri bagi investor.

Selanjutnya, tumbuhnya harapan untuk gencatan senjata Rusia-Ukraina tampaknya membantu sentimen investor pada hari Selasa. Wakil Menteri Pertahanan Rusia Alexander Fomin mengatakan Selasa bahwa negara itu akan "secara drastis" mengurangi aktivitas militer di dekat ibukota Ukraina, Kyiv.

Di pasar komoditas, minyak mentah Brent, patokan minyak internasional, turun sekitar 2% menjadi US$ 110,23 dari US$ 123,70 yang tercatat pada awal Maret.

Harga minyak naik setelah invasi Rusia ke Ukraina, ketika boikot Barat dan sanksi yang dikenakan pada Rusia mulai membebani pasokan di seluruh dunia. Gelombang penguncian Covid-19 di China diperkirakan akan mengurangi permintaan bahan bakar global, yang dapat membantu mendorong harga minyak turun lebih jauh dari level tertinggi baru-baru ini.

Sementara itu, Departemen Tenaga Kerja AS pada hari Selasa melaporkan 11,3 juta lowongan pekerjaan di Februari, turun sedikit dari rekor Januari dan Desember. Pengusaha sektor swasta memiliki 11,2 juta lowongan pada 18 Maret, menurut situs lowongan pekerjaan Indeed.

Di Eropa, saham pembuat mobil mendorong Stoxx Europe 600 naik 1,7% pada penutupan perdagangan kemarin. Kenaikan ini merupakan yang terbesar indeks dalam hampir dua minggu.

Hari ini ada beberapa hal yang wajib diperhatikan oleh para investor. Baik itu isu dari luar dan dalam negeri.

Pertama tentu saja terkait perang Ukraina-Rusia serta implikasinya bagi sektor ekonomi dan bisnis global. Hingga saat ini, perang yang sempat membebani pasar keuangan dunia tersebut kini mulai memasuki babak baru, dengan Rusia dan Ukraina mulai merundingkan upaya deeskalasi konflik.

Kemarin, untuk pertama kalinya dalam lebih dari dua minggu, negosiator Ukraina dan Rusia bertatap muka dan disambut secara pribadi oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Istanbul.

Usai pertemuan, wakil menteri pertahanan Rusia mengatakan bahwa negara pimpinan Vladimir Putin tersebut akan secara tajam "mengurangi aktivitas militer" di dekat Kyiv, ibu kota Ukraina, dan kota utara Chernihiv.

Rusia juga mengatakan siap untuk mengatur pertemuan antara Presiden Vladimir V. Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky setelah rancangan perjanjian damai antara Ukraina dan Rusia siap.

Sementara itu, para pejabat Ukraina untuk pertama kalinya menggarisbawahi potensi konsesi atas wilayah yang hampir pasti akan kalah dari Rusia. Mereka mengusulkan proses konsultasi dan negosiasi 15 tahun tentang status Krimea, semenanjung Ukraina yang dianeksasi oleh Rusia pada tahun 2014.

Sedangkan terkait kontrol atas wilayah Ukraina timur - Donbas, yang tidak lagi diakui Rusia sebagai bagian dari Ukraina, akan dibicarakan lebih lanjut ketika kedua pemimpin masing-masing negara bertemu.

Meskipun Rusia berjanji untuk "secara radikal" mengurangi operasi militer di dekat Kyiv dan Chernigiv, para pejabat Barat masih menyarankan dan mendesak agar tetap berhati-hati.

Saat ini, Amerika Serikat sedang mempersiapkan sanksi baru yang menargetkan rantai pasokan sektor industri militer Rusia demi mengikis kemampuan Moskow untuk menyerang Ukraina, ungkap wakil menteri keuangan Adewale Adeyemo, dilansir The New York Times Selasa (29/2) kemarin.



Sentimen utama lain adalah kabar buruk yang datang dari China. Negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut kembali akan melakukan karantina wilayah (lockdown) di kota Shanghai.

Kenaikan kasus Covid-19 membuat pemerintah China melakukan lockdown dengan membagi Shanghai menjadi dua menggunakan patokan Sungai Huangpu. Distrik di sebelah timur sungai, dan beberapa di baratnya, akan dikunci antara 28 Maret dan 1 April. Area yang tersisa akan dikunci antara 1 dan 5 April.

Sebagai negara utama tujuan ekspor, lockdown yang dilakukan China tentunya bisa berdampak ke negara perdagangan Indonesia yang sudah membukukan surplus 22 bulan beruntun.

Selanjutnya investor juga perlu memperhatikan volatilitas harga komoditas, yang kian hari semakin sulit diprediksi. Setelah cenderung melemah selama dua pekan sebelumnya, pekan lalu komoditas tambang, energi dan perkebunan kompak menguat.

Akan tetapi lockdown di China dan prospek damai antara Rusia dan Ukraina membuat harga minyak dunia kembali jatuh. Setelah ambles nyaris 7% pada perdagangan Senin, kemarin harga minyak dunia kembali menyusut 2%. Tidak hanya itu, komoditas tambang lain seperti nikel dan tembaga ikut melemah pada perdagangan kemarin di LME.

Dari negeri Paman Sam, investor hingga ekonom menyimak secara seksama pergerakan imbal hasil surat utang negara. Inversi yield obligasi Amerika Serikat yang terjadi memicu kecemasan akan potensi kembali munculnya resesi.

Inversi terjadi pada yield tenor 5 tahun (2,606%) dan tenor 30 tahun (2,591%). Kedua tenor ini terakhir kali mengalami inversi - yield tenor pendek lebih tinggi dari tenor panjang - pada 2006, yang mana dua tahun setelahnya dunia dilanda krisis finansial.

Riset dari The Fed San Francisco yang dirilis 2018 lalu mengungkapkan bahwa sejak tahun 1955, ketika inversi yield terjadi maka akan diikuti akan dengan resesi dalam tempo 6 sampai 24 bulan setelahnya. Sepanjang periode tersebut, hanya sekali saja inversi yoeld tidak memicu resesi (false signal).

Inversi yield Treasury tenor 2 tahun dan 10 tahun terakhir kali terjadi di Amerika Serikat pada 2019 lalu yang diikuti dengan terjadinya resesi, meskipun tidak dapat dielakkan bahwa pandemi covid merupakan kontributor utama resesi tersebut.

Inversi yield dan resesiFoto: WSJ
Inversi yield dan resesi

Sementara itu, para peneliti di The Fed akhir pekan lalu (25/2) mengeluarkan publikasi yang berpendapat bahwa kekuatan prediksi resesi yang akan datang oleh spread Treasuries 2 dan 10 tahun "mungkin [hanya sinyal] palsu," dan menyarankan acuan yang lebih baik adalah spread Treasuries dengan jangka waktu kurang dari 2 tahun.

Inversi yoeld Treasury terjadi karena Imbal hasil utang pemerintah AS jangka pendek meningkat secara cepat tahun ini, mencerminkan ekspektasi serangkaian kenaikan suku bunga oleh The Fed, dengan imbal hasil obligasi pemerintah dengan jangka waktu lebih panjang bergerak lebih lambat di tengah kekhawatiran pengetatan kebijakan dapat membebani ekonomi. .

Baru-baru ini pimpinan tertinggi The Fed telah menyebut bahwa kedepannya mereka dapat saja menaikkan suku bunga secara agresif hingga 50 bps bila benar-benar diperlukan.

Sementara itu Bank Indonesia masih mempertahankan suku bunga acuannya, setidaknya sampai Rapat Dewan Gubernur Selanjutnya. Meski demikian, Analis keuangan dan ekonom banyak yang memprediksi bahwa RI setidaknya akan melakukan dua kali kenaikan suku bunga dan paling cepat dilakukan pada kuartal kedua tahun ini.

Terakhir dari dalam negeri, Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa Bursa Efek Indonesia (BEI) Laksono W. Widodo akhirnya buka suara terkait rencana kenaikan tarif PPN untuk transaksi saham mulai 1 April 2022.

Laksono mengatakan PPN dipungut oleh Anggota Bursa (AB) atas komisi sebagai Dasar Pengenaan Pajak, sehingga besaran PPN yang harus dibayar oleh Investor bergantung pada nilai transaksi yang dilakukan oleh investor dan besaran komisi dari masing-masing AB.

Laksono beranggapan bahwa " kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% tidak terlalu berdampak bagi investor pemula atau investor retail, karena akan mengikuti (proporsional) dengan besaran nilai transaksi yang dilakukan oleh Investor."

Sebelumnya pemerintah juga baru saja menetapkan aturan Bea Meterai, di mana Trade Confirmation dengan nilai transaksi sampai di atas Rp10 juta dikenakan biaya Rp 10.000, sementara transaksi di bawah itu bebas dari Bea Meterai.

Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:

  • Data stok minyak mentah AS hingga 25 Maret (03.30)
  • Data penjualan ritel Jepang (06.50 WIB)
  • Pembacaan awal laju inflasi Spanyol Maret (14.00)
  • Pidato presiden bank sentral eropa/ECB (16.00 WIB)
  • Paparan sentimen dan data indikator ekonomi kawasan euro (14.00 WIB)
  • Pidato pejabat bank sentral Inggris (16.10 WIB)
  • Pembacaan awal laju inflasi Jerman Maret (19.00 WIB)
  • Rilis data pembukaan lapangan pekerjaan AS Maret (19.15)
  • Data penjualan ritel dan angka pengangguran Rusia Februari (23.00)

Hari ini setidaknya terdapat lima agenda korporasi yakni:

  • Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (IPCC)
  • Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906Tbk (SDRA)
  • Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Esta Multi Usaha Tbk (ESTA)
  • Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR)
  • Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (ADMF)

Terakhir, berikut adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:


(fsd/fsd) Next Article IHSG Sudah Bangkit Saatnya Rupiah Menguat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular