Newsletter

Pasar Saham Global Terguncang Rusia, Hati-hati IHSG!

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
23 February 2022 06:10
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia pada perdagangan Selasa (22/2/2022) secara mayoritas ditutup negatif. Di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah ditutup melemah sedangkan harga obligasi pemerintah ditutup beragam.

Menurut data PT Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa kemarin, IHSG dibuka naik ke 6.879,819 dan kemudian ditutup di level 6.861,994 atau melemah 0,59%. Mayoritas saham merah yakni sebanyak 365 unit, sementara 176 lain menguat, dan 138 sisanya flat.

Data perdagangan mencatat nilai transaksi indeks pada Selasa kemarin naik tipis menjadi Rp 12,8 triliun. Investor asing kembali melakukan pembelian bersih (net buy) sebesar Rp 727 miliar di pasar reguler.

Dari bursa Asia, hampir seluruhnya mengalami koreksi di mana indeks Hang Seng Hong Kong memimpin pelemahan bursa Asia kemarin. Hanya indeks saham Filipina saja yang ditutup menguat pada perdagangan kemarin, yakni menguat 0,93%.

Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia pada perdagangan Selasa:

Sedangkan untuk mata uang Garuda, yakni rupiah pada perdagangan Selasa kemarin juga ditutup melemah.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,03% ke Rp 14.340/US$. Setelahnya rupiah sempat menguat 0,1% ke Rp 14.310/US$ sebelum berbalik melemah ke Rp 14.370/US$.

Di penutupan perdagangan kemarin, rupiah berada di Rp 14.361/US$, rupiah melemah 0,25% di pasar spot.

Tak hanya rupiah saja, mayoritas mata uang Asia melemah pada perdagangan kemarin. Hingga penutupan perdagangan Selasa, hanya yuan China, won Korea Selatan, peso Filipina, dan dolar Singapura yang mampu mengalahkan sang greenback

Berikut pergerakan rupiah dan mata uang utama Asia melawan dolar AS pada Selasa (22/2/2022).

Adapun untuk pergerakan harga SBN pada perdagangan kemarin ditutup bervariasi, menandakan bahwa sikap investor di pasar obligasi pemerintah juga cenderung beragam.

Di SBN bertenor satu, tiga, dan 10 tahun, investor cenderung melepasnya ditandai dengan pelemahan harga dan kenaikan imbal hasil (yield).

Sedangkan di SBN berjatuh tempo 15, 25, dan 30 tahun ramai diburu oleh investor ditandai dengan penguatan harga dan penurunan yield.

Adapun untuk SBN berjangka waktu 5 dan 20 tahun cenderung tidak berubah alias stagnan. Melansir data dari Refinitiv,SBN bertenor 5 tahun stagnan di level 5,338% dan SBN berjatuh tempo 20 tahun flat di level 6,91%.

Sedangkan untuk yield SBN bertenor 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara berbalik naik 0,9 basis poin (bp) ke level 6,503%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan Selasa (22/2/2022).

Eskalasi tensi konflik antara Rusia-Ukraina turut membuat para investor global kembali was-was. Hal ini terlihat dari kompaknya aksi jual (sell-off) di mayoritas bursa saham utama dunia pada perdagangan kemarin.

Investor terus memantau ketegangan geopolitik yang turut membuat pasar kembali bergejolak. Presiden Rusia, Vladimir Putin pada Senin malam waktu setempat mengumumkan telah mengakui kemerdekaan dua wilayah yang memisahkan diri dari Ukraina, yakni Donetsk dan Luhansk.

"Saya menganggap perlu untuk membuat keputusan yang seharusnya sudah dibuat sejak lama untuk mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk," kata Putin sebagaimana diwartakan CNBC International.

Putin juga mengerahkan pasukannya ke wilayah tersebut untuk "menjaga perdamaian".

"Dari laporan, saya pikir kita sudah dapat mengatakan bahwa Putin telah mengirim tank dan pasukan. Dari situ dapat disimpulkan bahwa invasi ke Ukraina telah dimulai," kata Menteri Kesehatan Inggris Sajid Javid dikutip CNBC International, Selasa (2/2/2022).

Meski demikian, Presiden AS Joe Biden belum menggunakan kata 'invasi' untuk langkah yang dilakukan Rusia.

Sebelumnya, AS langsung menanggapi langkah Putin tersebut. Jen Paski salah satu pejabat di Gedung Putih mengatakan Presiden AS, Joe Biden, akan menandatangani perintah eksekutif yang melarang investasi, perdagangan dan pembiayaan oleh warga AS atau sebaliknya dari wilayah Donetsk dan Luhansk.

Sanksi yang diberikan tersebut tentunya bisa memanaskan hubungan AS dengan Rusia, belum lagi negara-negara Eropa yang kemungkinan akan mengambil langkah serupa.

Sementara itu, duta besar China untuk PBB menyerukan semua pihak yang terkait dalam krisis Ukraina untuk menahan diri dan menghindari tindakan apa pun yang dapat memicu ketegangan.

Hal ini bisa membuat tensi geopolitik masih mengalami eskalasi yang membuat sentimen pelaku pasar makin memburuk.

 

Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street ditutup berjatuhan pada Selasa kemarin karena meningkatnya kembali ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina yang melemahkan sentimen pasar global pada pekan ini.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup ambles 1,42% ke level 33.596,609. S&P 500 merosot 1,02% ke posisi 4.304,71, dan Nasdaq Composite ambrol 1,23% menjadi 13.381,52.


 

Presiden AS, Joe Biden memberikan sanksi terhadap bank Rusia VEB dan bank militer Rusia, di mana hal ini terkait dengan utang negara Rusia dan individu kaya tertentu serta keluarga mereka. Inggris juga mulai menargetkan sanksi ekonomi terhadap lima bank Rusia dan tiga orang kaya terkait.

Langkah itu dilakukan oleh AS dan Inggris setelah Presiden Rusia, Vladimir Putin mengumumkan telah mengakui kemerdekaan dua wilayah yang memisahkan diri di Ukraina Timur yakni Donetsk and Luhansk. Putin juga mengerahkan pasukannya ke wilayah tersebut untuk "menjaga perdamaian".

Hal ini pun dapat berpotensi memudarkan langkah AS untuk mengambil jalur 'damai' melalui jalur diplomatik dengan Rusia.

"Situasi Rusia-Ukraina tetap sangat fluktuatif, ketegangan masih tetap tinggi, dan dalam jangka pendek itu akan tetap menjadi angin sakal pada saham global," kata Tom Essaye, pendiri Sevens Report, dikutip dari CNBC International.

Sebelumnya pada Minggu lalu Gedung Putih mengatakan bahwa ingin bertemu dengan Putin dalam upaya lain untuk mengurangi ketegangan antara Rusia-Ukraina melalui jalur diplomatik.

Sekretaris pers Gedung Putih, Jen Psaki mengatakan pertemuan puncak antara kedua pemimpin akan terjadi setelah pertemuan antara Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken dan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov yang rencananya akan dilaksanakan pada akhir pekan ini.

Konflik Rusia-Ukraina telah memberikan tekanan pada sentimen pasar global setidaknya dalam sepekan lebih. Pada pekan lalu, indeks Dow Jones ambles 1,9% S&P 500 ambruk 1,6%, dan Nasdaq Composite ambrol 1,8%.

Eskalasi konflik Rusia-Ukraina juga membuat harga minyak mentah acuan dunia melonjak pada perdagangan Selasa waktu setempat. Harga minyak jenis Brent pun melonjak 1,52% ke level US$ 96,84/barel, sedangkan harga minyak jenis West Intermediate Texas (WTI) melesat 1,32% ke US$ 92,27/barel.

Dari kabar korporasi AS, saham Home Depot anjlok 9% meski perseroan merilis kinerja keuangan kuartal I-2022 yang positif.

Sejauh ini, musim rilis kinerja keuangan sudah solid, di mana 400 konstituen indeks S&P 500 telah merilis kinerja keuangannya dan sebanyak 77,7% di antaranya telah melampaui ekspektasi pasar, jika mengacu kepada FactSet.

Dari sisi data ekonomi AS, IHS Markit melaporkan PMI manufaktur Negeri Paman Sam naik menjadi 52,5 pada Februari tahun ini, dari sebelumnya di angka 50,5 pada Januari lalu.

Investor di AS juga terus memantau perkembangan terkait kebijakan moneter bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), di mana The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunga beberapa kali mulai bulan depan.

Trader pun bertaruh bahwa ada peluang 100% kenaikan suku bunga The Fed setelah pertemuan 15-16 Maret, dengan ekspektasi miring ke arah pergerakan 0,25 poin persentase, menurut alat FedWatch CME Group.

Ekspektasi kebijakan moneter yang lebih ketat juga telah memberi tekanan pada pasar saham Negeri Paman Sam, terutama di sektor yang sensitif terhadap suku bunga seperti saham teknologi.

Potensi pengetatan kebijakan moneter The Fed juga telah membuat imbal hasil (yield) Treasury naik tajam pada awal tahun 2022. Yield Treasury 10 tahun kini berada di kisaran level 1,9% setelah sempat menembus di atas 2% pada awal tahun ini.

 

Pada hari ini, pelaku pasar masih akan memantau perkembangan terbaru dari konflik antara Rusia dengan Ukraina yang kembali memanas.

Terbaru, Presiden AS Joe Biden mengatakan bahwa Rusia telah memulai "invasi" ke Ukraina, dan dia mengumumkan sanksi besar-besaran terhadap bank utama Rusia VEB dan bank militer Rusia.

Sanksi tersebut akan melarang lembaga keuangan Amerika memproses transaksi untuk VEB dan bank militer Rusia. Hal ini akan secara efektif memotong bank dari transaksi yang melibatkan dolar AS.

Sanksi tersebut datang setelah parlemen Rusia menyetujui permintaan Presiden Rusia, Vladimir Putin untuk menggunakan kekuatan militer di luar perbatasan negara itu, sebuah perkembangan yang tampaknya dirancang untuk mengizinkan serangan yang lebih luas ke Ukraina.

Tak hanya memberikan sanksi terhadap bank utama Rusia, Biden juga akan menerapkan sanksi komprehensif terhadap utang negara Rusia.

"Kami telah memutuskan untuk memberikan sanksi terhadap pemerintah Rusia terkait pemberian utang dari Barat," kata Biden dalam sambutannya di Gedung Putih.

"Mereka (Rusia) tidak bisa lagi mendapatkan dana dari Barat dan tidak bisa memperdagangkan utang barunya di pasar kita, atau pasar Eropa juga," tambah Biden.

Selain sanksi terhadap VEB dan utang Rusia, Biden dalam beberapa hari mendatang juga akan memberikan sanksi kepada individu Rusia yang berhubungan erat dengan Putin.

Namun hingga kemarin, Biden sendiri tidak menggunakan kata "invasi" untuk menggambarkan pengerahan militer Rusia di dua wilayah yang memisahkan diri di Ukraina timur.

Tak hanya di AS, Inggris pun juga menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap lima bank asal Rusia dan tiga orang terkaya asal Rusia. Menteri Kesehatan Inggris, Sajid Javid menilai invasi Ukraina telah dimulai meski Biden belum memilih kata "invasi."

Perdana Menteri (PM) Inggris, Boris Johnson dihadapan anggota parlemen House of Commons mengatakan bahwa tahap pertama sanksi terhadap bank utama Rusia menyasar ke Rossiya, IS Bank, General Bank, Promsvyazbank dan Black Sea Bank.

Langkah-langkah tersebut juga akan memberikan sanksi kepada tiga individu Rusia dengan "kekayaan bersih yang sangat tinggi", seperti Gennady Timchenko, Boris Rotenberg, dan Igor Rotenberg.

"Orang-orang yang bersangkutan akan melihat aset mereka di Inggris dibekukan dan dilarang bepergian ke negara itu," kata Johnson.

"Semua individu dan entitas Inggris juga akan dilarang berhubungan dengan mereka," tambah Johnson.

Eskalasi konflik Rusia-Ukraina juga membuat harga minyak mentah acuan dunia melonjak pada perdagangan Selasa waktu setempat. Harga minyak jenis Brent pun melonjak 1,52% ke level US$ 96,84/barel, sedangkan harga minyak jenis West Intermediate Texas (WTI) melesat 1,32% ke US$ 92,27/barel.

Tak hanya minyak saja, beberapa harga komoditas energi juga kembali melesat, di mana hal ini dapat memperparah tingkat inflasi global karena kenaikan harga komoditas energi.

Selain dari ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina yang masih terjadi, pasar juga masih memantau perkembangan terkait pengetatan kebijakan moneter The Fed.

Mengacu kepada perangkat FedWatch milik CME Group, investor di AS bertaruh adanya 100% kemungkinan bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga acuan setelah pertemuan pada 15 dan 16 Maret nanti.

Selain itu, pasar bakal memantu data inflasi beberapa negara yang akan dirilis pada hari ini, utamanya di kawasan Eropa.

Uni Eropa dan Singapura akan merilis data inflasi dari sektor konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) periode Januari 2022 pada hari ini. Terkhusus di Uni Eropa, IHK berpotensi naik tipis menjadi 5,1% pada bulan lalu.

Sedangkan di Indonesia, data pertumbuhan kredit pada periode Januari 2022 juga akan dirilis pada hari ini.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  1. Rilis data indeks keyakinan bisnis Korea Selatan periode Februari 2022 (04:00 WIB),
  2. Rilis data indeks harga upah Australia kuartal IV-2021 (07:30 WIB),
  3. Rilis data uang beredar M2 Indonesia periode Januari 2022 (10:00 WIB),
  4. Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (10:00 WIB),
  5. Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (tentatif),
  6. Rilis data indeks harga konsumen (IHK) Singapura periode Januari 2022 (12:00 WIB),
  7. Rilis data pertumbuhan kredit Indonesia periode Januari 2022 (14:30 WIB),
  8. Rilis data indeks harga konsumen (IHK) Zona Euro periode Januari 2022 (17:00 WIB).

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (2021 YoY)

3,69%

Inflasi (Januari 2022 YoY)

2,18%

BI-7 Day Reverse Repo Rate (Februari 2022)

3,5%

Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2022)

4,85% PDB

Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (2021 YoY)

0,3% PDB

Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (2021 YoY)

US$ 13,5 miliar

Cadangan Devisa (Januari 2022)

US$ 141,34 miliar

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular