Jakarta, CNBC Indonesia - Neraca perdagangan Indonesia diperkirakan masih membukukan surplus pada Januari 2022. Namun surplus itu mengecil karena impor yang tumbuh tinggi.
Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode Januari 2022 pada 15 Februari 2022. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan nilai ekspor bulan lalu naik 37,18% dari Januari 2021 (year-on-year/yoy).
Sementara impor diperkirakan tumbuh tinggi, mencapai 53,98% yoy. Hasilnya, neraca perdagangan tetap surplus tetapi 'hanya' US$ 314 juta.
Meski masih surplus, tetapi berkurang dibandingkan Desember 2021 yang mencapai US$ 1,02 miliar. Surplus di bawah US$ 1 miliar kali terakhir terjadi pada Mei 2020.
Sejatinya tanda-tanda penurunan neraca perdagangan ini sudah terlihat dalam rilis cadangan devisa. Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa per akhir Januari 2022 sebesar US$ 141,3 miliar. Turun US$ 3,6 miliar dari bulan sebelumnya.
"Penurunan posisi cadangan devisa pada Januari 2022 antara lain dipengaruhi oleh kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah dan berkurangnya penempatan valas perbankan di Bank Indonesia antara lain sebagai antisipasi kebutuhan likuiditas valas sejalan dengan membaiknya aktivitas perekonomian," sebut keterangan tertulis BI.
Kalimat "antisipasi kebutuhan likuiditas valas sejalan dengan membaiknya aktivitas perekonomian" bisa diartikan bahwa dunia usaha sedang berburu valas untuk kebutuhan impor demi memenuhi permintaan domestik yang meningkat. Saat konsumsi masyarakat naik, wajar jika impor juga naik, apakah itu bahan baku, barang modal, atau barang konsumsi.
Halaman Selanjutnya --> Permintaan Meningkat, Impor Melesat
Berbagai data yang sudah dirilis sebelumnya memberi konfirmasi akan hal itu. Di sisi dunia usaha, ekspansi terlihat di data Purchasing Managers' Index (PMI).
Pada Januari 2022, skor PMI manufaktur Indonesia ada di 53,7. Indeks di atas 50 menunjukkan dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. PMI manufaktur Indonesia berada d atas 50 selama lima bulan beruntun.
"Permintaan terhadap produk manufaktur Indonesia meningkat ke posisi tercepat dalam tiga bulan terakhir pada Januari 2022. Produksi meningkat dalam tingkat yang tajam. Tidak hanya di dalam negeri, permintaan ekspor pun meningkat," sebut keterangan tertulis IHS Markit.
Sementara di sisi rumah tangga, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode Januari 2022 berada di 119,6. Ini adalah yang tertinggi sejak Januari 2020, sebelum pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) meneror Tanah Air.
IKK menggunakan angka 100 sebagai titik mula. Kalau sudah di atas 100, artinya konsumen optimistis memandang prospek perekonomian saat ini hingga enam bulan mendatang.
Halaman Selanjutnya --> Jokowi Larang Ekspor Batu Bara
Saat impor melesat karena tingginya permintaan domestik, ekspor justru mengalami sedikit kendala. Sepanjang bulan lalu, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan larangan ekspor batu bara selama sebulan.
Di tengah jalan, pemerintah memang membuka 'keran' ekspor bagi perusahaan yang sudah mematuhi kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO). Namun tetap saja ekspor batu bara Indonesia turun lumayan drastis.
Mengutip catatan Refinitiv, ekspor batu bara Indonesia sepanjang Januari 2022 adalah 1,19 juta ton. Ini menjadi yang terendah sejak Agustus tahun lalu.
Padahal batu bara adalah salah satu komoditas andalan ekspor Indonesia. Selama 2021, nilai ekspor bahan bakar mineral (yang didominasi batu bara) mencapai US$ 32,84 miliar, meroket 90,3% dibandingkan 2020. Nilai ekspor US$ 32,84 miliar itu menyumbang 14,98% dari total ekspor non-migas.
"Larangan ekspor batu bara menciptakan ketidakcocokan (missmatch) pasokan dan permintaan valas," tulis Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahan Sekuritas, dalam risetnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA