Newsletter

Amerika Bikin Ketar-ketir, IHSG Bisa Happy Weekend?

Feri Sandria, CNBC Indonesia
10 December 2021 06:17
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia/ IHSG, Senin (22/11/2021)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia/ IHSG (CNBC Indonesia/Muhammad sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ditutup menguat pada penutupan perdagangan Kamis (9/12/2021), di tengah kabar baik seputar varian virus corona (Covid-19) Omicron yang tidak memicu 'tsunami' pasien baru. Ini artinya dalam empat hari perdagangan pekan ini IHSG selalu ditutup di zona hijau.

Indeks bursa saham acuan nasional tersebut ditutup menguat 0,61% ke level 6.643,93. Sepanjang perdagangan kemarin, IHSG tidak sedikit pun menyentuh zona merah. IHSG bergerak di rentang 6.643,93 sebagai level tertingginya dan di 6.602,877 sebagai level terendahnya.

Data perdagangan mencatat nilai transaksi kemarin cenderung menurun menjadi Rp 15,2 triliun. Sebanyak 304 saham menguat, 227 saham melemah, dan 146 lainnya mendatar.

Investor Asing tercatat kembali melakukan aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp 106 miliar di pasar reguler. Tetapi di pasar tunai dan negosiasi, asing tercatat kembali melakukan pembelian bersih (net buy) sebesar Rp 2,7 triliun, sehingga jika ditotal, maka asing melakukan net buy sebesar Rp 2,6 triliun.

Asing tercatat melepas tiga saham dengan kapitalisasi pasar besar (big cap) di atas Rp 100 triliun kemarin, yakni saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dan saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM).

Sementara dari pembelian bersih, asing tercatat mengoleksi dua saham big cap, yakni saham PT Astra International Tbk (ASII) dan saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI).

Selain kinerja apik IHSG, nilai tukar rupiah juga kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot. Dengan demikian, rupiah sukses membukukan hat-trick alias penguatan 3 hari berturut-turut.

Namun, di kurs tengah Bank Indonesia (BI) rupiah malah melemah tipis. Berdasarkan data dari BI, kurs tengah atau Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) turun 0,02% ke Rp 14.351/US$ kemarin.

Sementara itu, di pasar spot, rupiah hanya menguat 0,03% ke Rp 14.350/US$. Padahal di awal perdagangan kemarin rupiah sempat melesat 0,38% ke Rp 14.300/US$.

Meski menguat tipis, kinerja rupiah kemarin bisa dikatakan lumayan baik, sebab beberapa mata uang utama Asia mengalami pelemahan kemarin. Sentimen pelaku pasar yang membaik membuat rupiah mampu menguat dalam tiga hari terakhir.

Rupiah sebagai mata uang emerging market dengan imbal hasil tinggi sangat sensitif dengan sentimen pelaku pasar global.

Ketiga indeks utama Wall Street terkoreksi pada hari Kamis setelah sebelumnya mampu membukukan kenaikan tiga hari berturut-turut. Trader dan Investor mengambil jeda dari reli rebound dan mengalihkan perhatian mereka ke data inflasi yang akan dirilis malam ini atau Jumat pagi waktu setempat.

Dow Jones Industrial Average merupakan indeks dengan kinerja terbaik setelah mengakhiri sesi perdagangan di 35.754,69, kehilangan kurang dari satu poin atau hanya melemah 0.00016%. S&P 500 turun 0,72% menjadi 4.667,45 dan Nasdaq Composite turun 1,71% menjadi 15.517,37. Meski demikian, ketiga indeks tersebut masih di jalur yang tepat akan untuk kenaikan harga mingguan.

Perdagangan saham berbalik arah dari keuntungannya beberapa hari terakhir yang didorong oleh keyakinan bahwa varian omicron dari Covid terlihat lebih ringan daripada bentuk sebelumnya.

"Kami pikir Covid masih menjadi narasi utama bagi investor," kata Greg Bassuk, CEO AXS Investments kepada CNBC Internasional."Jadi kami pikir investor tidak hanya mengambil nafas, tetapi banyak mata beralih ke data ekonomi untuk mengukur ke mana The Fed mungkin melangkah dalam hal potensi tapering yang lebih cepat dan lebih besar."

Beberapa saham terkait perjalanan, yang memimpin pasar lebih tinggi sepanjang minggu, melemah pada Kamis. Saham Carnival dan Norwegian Cruise Line turun sekitar 1,6%. United Airlines turun 1,7%. Saham pemesanan perjalanan Expedia dan Booking Holdings masing-masing kehilangan 1,5% dan 1,7%. ETF Invesco Dynamic Leisure & Entertainment turun 1,2%. Meskipun demikian, semua masih di jalur untuk mengakhiri minggu lebih tinggi.

Secara terpisah, saham American Airlines turun 0,4% setelah perusahaan mengatakan akan mengurangi jadwalnya karena masih menunggu pengiriman Boeing Dreamliner. Saham Boeing juga turun 1,6%.

Saham Rent The Runway anjlok 4,1% setelah melaporkan kerugian yang membengkak dan lebih rendah dari pertumbuhan pelanggan pra-pandemi untuk kuartal terakhir. Pembuat kendaraan listrik Lucid sahamnya ambruk 18,3% setelah perusahaan mengumumkan proposal penawaran US$ 1,75 miliar dalam obligasi konvesi senior.

Pasar sudah mengharapkan pembacaan inflasi yang tinggi, dengan beberapa ekonom memproyeksikan kemungkinan bahwa angka utama termasuk makanan dan energi bisa melebihi 7%.

Kondisi tersebut dapat menimbulkan risiko bahwa Federal Reserve akan bergerak lebih cepat dari yang sudah diantisipasi. Pejabat Fed diperkirakan akan bereaksi terhadap ledakan inflasi dengan mengumumkan minggu depan bahwa bank sentral akan mulai menarik kembali bantuan ekonominya.

Langkah pertama adalah mempercepat pengurangan pembelian obligasi bulanan bank sentral, dengan pasar mengharapkan The Fed menggandakan pengurangan menjadi US$ 30 miliar. Itu bisa membuka jalan bagi kenaikan suku bunga segera setelah musim semi 2022 dan menandai poros kebijakan Fed terbaru di bawah Ketua Jerome Powell.

Pada hari Kamis, Departemen Tenaga Kerja AS baru saja melaporkan klaim awal untuk asuransi pengangguran berjumlah 184.000, dibandingkan dengan 211.000 yang diperkirakan oleh ekonom yang disurvei oleh Dow Jones.

Secara umum, sentimen soal perkembangan pemberitaan soal Covid-19 Omicron masih akan mewarnai pergerakan pasar hari ini, begitu juga dengan keberlangsungan tapering yang dilakukan oleh bank sentral AS.

Kepala Eksekutif Pfizer Inc. Albert Bourla pada hari Selasa menyebutkan bahwa Omicron tampaknya lebih menular tetapi menyebabkan penyakit yang tidak terlalu parah. Meskipun dia kembali menekankan bahwa lebih banyak pekerjaan perlu dilakukan untuk mengetahui dengan pasti.

Studi terbaru dari vaksin Pfizer/BioNTech menunjukkan vaksin tersebut menghasilkan antibodi penetralisir yang jauh lebih sedikit terhadap Omicron, akan tetapi defisit ini dapat dibalikkan oleh booster. Pfizer-BioNTech menyebutkan bahwa dosis ketiga vaksin kerja sama mereka tampaknya mampu memberikan perlindungan yang kuat terhadap varian omicron.

Omicron yang membutuhkan suntikan tambahan, menyebabkan kekhawatiran akan pemulihan pandemi. WHO menyebutkan kondisi tersebut dapat mengancam pasokan ke negara-negara di mana kebanyakan orang masih belum divaksinasi.

WHO mengatakan pemberian dosis primer harus menjadi prioritas, dengan beberapa negara kaya mempercepat suntikan dosis ketiga sebagai tanggapan terhadap Omicron.

Sentimen positif akan pembatalan pelaksanaan PKKM level 3 dan angka kasus konfirmasi Covid-19 harian sepertinya masih akan membantu kinerja pasar hari ini. Meskipun survei Bloomberg menyebutkan ketahanan Covid-19 Indonesia berada di peringkat kedua terendah dari 53 negara yang diteliti, di atas Filipinan dan dua peringkat di bawah Malaysia.

Sentimen positif lain yang bisa diharapkan oleh investor adalah terkait aktivitas window dressing yang dilakukan oleh manajer investasi sepanjang bulan Desember untuk mempercantik portofolio yang dimiliki.

Jika melihat faktor musiman Desember - yang salah satunya didorong oleh aktivitas window dressing - maka kecenderungan IHSG mencatatkan koreksi terbilang sangat minim. Dalam 10 tahun terakhir, pada bulan Desember kinerja bulanan IHSG konsisten positif dengan rerata imbal hasil 3,23%. Biasanya kenaikan IHSG juga akan dilanjutkan ke awal tahun berikutnya dan fenomena ini dinamai January Effect.

Kabar baik lainnya adalah Senat AS telah menyetujui aturan baru yang diajukan DPR AS untuk memberikan satu kali kesempatan bagi Senat untuk menaikkan plafon utang, setelah 12 orang perwakilan partai Republik memilih memberikan suara yang sejalan dengan keinginan partai Demokrat.

Sebelumnya Menteri Keuangan AS Janet L. Yellen telah mengingatkan bahwa Amerika Serikat tidak akan mampu membayar tagihannya segera setelah 15 Desember jika Kongres tidak bergerak cepat, yang mana kondisi tersebut akan menjadi malapetaka pada AS dan ekonomi global.

Selain dari perkembangan Covid-19 Omicron, ada beberapa hal lain yang juga patut dipantau seperti adanya kemungkinan bagi The Fed akan mempercepat laju tapering dan diikuti dengan kenaikan suku bunga acuan yang lebih awal serta agresif.

Pemulihan ekonomi AS mendorong klaim pengangguran pekan lalu ke level terendah dalam 52 tahun, 18 bulan setelah pandemi mendorong enam juta pekerja AS untuk mengajukan pengangguran dalam satu minggu.

Penurunan yang stabil dalam pengajuan merupakan indikasi bahwa pengusaha enggan memberhentikan pekerja karena jumlah pekerjaan berlimpah, permintaan konsumen tinggi dan pool calon pekerja prospektif lebih rendah daripada sebelum pandemi.

Kondisi tersebut menjadi semakin penting saat ini karena Federal Reserve kemungkinan akan mengubah kebijakan moneternya terkait tapering jika situasi ekonomi AS dinilai sudah membaik dan mempersiapkan langkah normalisasi pertamanya.

Dikutip CNBC International The Fed minggu depan diperkirakan akan mempercepat pengurangan program pembelian obligasi, kemungkinan mengurangi pembeliannya sebesar US$ 30 miliar per bulan. Percepatan tersebut pada gilirannya dapat menjadi 'jalur utama' untuk kenaikan suku bunga, yang kini bisa dilaksanakan segera setelah Mei 2022, menurut harga pasar saat ini sebagaimana diukur oleh CME.

Sebelumnya The Fed resmi mengumumkan tapering pada November dengan laju US$ 15 miliar per bulan. Jika secara mendadak The Fed akan berubah jauh lebih agresif untuk mengetatkan kebijakan moneter, bisa jadi pasar bereaksi negatif.

Selanjutnya investor juga perlu tetap waspada dan memperhatikan kabar terbaru terkait inflasi AS. Pada perdagangan Kamis (9/12), ketiga indeks utama AS ditutup di zona merah karena investor masih menunggu data inflasi AS yang akan diumumkan malam ini.

Sentimen lain, meski tidak terlalu memberikan pengaruh signifikan adalah terkait kondisi pasar properti China, di mana Evergrande secara resmi mengalami gagal bayar.

Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:

Pidato Gubernur Bank Sentral Kanada (02.00 WIB)

Data Indeks Harga Produsen (PPI) Jepang November (06.50 WIB)

Laporan Survei Penjualan Eceran Indonesia Oktober (10.00 WIB)

Laju Inflasi Jerman November (14.00 WIB)

Tingkat Pengangguran Turki Oktober (14.00 WIB)

Pendapatan Domestik Bruto (GDP) Inggris Oktober (14.00 WIB)

Neraca Perdagangan Inggris Oktober (14.00 WIB)

Pidato Presiden Bank Sentral Eropa (16.05 WIB)

Data Cadangan Devisa India Desember (18.30 WIB)

Laju Inflasi Brazil November (19.00 WIB)

Laju Inflasi Amerika Serikat November (20.30 WIB)

Hari ini setidaknya terdapat lima agenda korporasi yang akan dilaksanakan mulai dari cum date dividen tunai hingga rapat umum tahunan. Berikut adalah daftar perusahaan yang akan melaksanakan agenda korporasi hari ini.

Cum date dividen tunai PT  Sumber Global Energi Tbk (SGER)

Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Triwira Insanlestari Tbk (TRIL)

Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Bakrieland Development Tbk (ELTY)

Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Panca Mitra Multiperdana Tbk (PMMP)

Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Capitalinc Investment Tbk (MTFN)

Terakhir, berikut adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:


(fsd/fsd) Next Article IHSG Sudah Bangkit Saatnya Rupiah Menguat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular