
Pasar Modal Diserbu Kabar Baik, IHSG Hari Ini Perkasa?

Secara umum, sentimen soal perkembangan pemberitaan soal Covid-19 Omicron masih akan mewarnai pergerakan pasar hari ini, begitu juga dengan keberlangsungan tapering yang dilakukan oleh bank sentral AS.
Pasar keuangan global kembali dirundung sentimen Covid-19 ketika muncul varian baru bernama Omicron dari Afrika Selatan yang disebut memiliki tingkat penularan lebih tinggi dari varian Delta.
Jika sebelumnya Omicron mampu membuat investor panik dan mengguncang pasar modal karena tingkat penularan yang tinggi, kini beberapa studi awal baru dan pernyataan dari petinggi medis mampu memberikan rasa aman.
Harapan bahwa jenis Covid-19 yang baru tidak akan berdampak parah pada perjalanan mobilitas - sehingga lockdown tidak dilakukan - serta kepercayaan konsumen telah mendorong kinerja positif pasar saham minggu ini. Sementara itu para ilmuwan dan pembuat vaksin masih terus bekerja menilai tingkat keparahan Omicron dan seberapa baik vaksin yang ada dapat bekerja melawannya.
Selasa (7/12) kemarin, Kepala Eksekutif Pfizer Inc. Albert Bourla mengatakan kepada peserta konferensi The Wall Street Journal's CEO Council Summit bahwa Omicron tampaknya lebih menular tetapi menyebabkan penyakit yang tidak terlalu parah. Meskipun dia kembali menekankan bahwa lebih banyak pekerjaan perlu dilakukan untuk mengetahui dengan pasti.
Selanjutnya sentimen positif yang bisa menjadi bahan bakar perdagangan hari ini adalah kondisi prima indeks utama Amerika di bursa Wall Street. Tercatat sepanjang pekan ini, investor terlihat sangat bergairah dengan ketiga indeks utama AS dalam dua hari beruntun ditutup menguat.
Dari dalam negeri sentimen positif datang dari pemerintah yang batal menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 3 selama periode libur natal dan tahun baru (nataru) di semua daerah.
Luhut Binsar Pandjaitan selaku Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional menyatakan penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia menunjukkan perbaikan yang signifikan dan terkendali pada tingkat yang rendah. Indonesia sejauh ini berhasil menekan angka kasus konfirmasi Covid-19 harian dengan stabil di bawah angka 400 kasus. Kasus aktif dan jumlah yang dirawat di RS menunjukkan tren penurunan dalam beberapa hari ke belakang.
Selanjutnya sentimen positif yang bisa diharapkan oleh investor, sepanjang bulan Desember ini adalah aktivitas window dressing yang mungkin akan dilakukan oleh manajer investasi untuk mempercantik portofolio yang dimiliki.
Jika melihat faktor musiman Desember - yang salah satunya didorong oleh aktivitas window dressing - maka kecenderungan IHSG mencatatkan koreksi terbilang sangat minim. Dalam 10 tahun terakhir, pada bulan Desember kinerja bulanan IHSG konsisten positif dengan rerata imbal hasil 3,23%. Biasanya kenaikan IHSG juga akan dilanjutkan ke awal tahun berikutnya dan fenomena ini dinamai January Effect.
Saham-saham yang menjadi sasaran window dressing bulan Desember adalah saham blue chip yang nilai kapitalisasi pasarnya besar sehingga bobotnya terhadap indeks juga besar.
Meskipun investor mulai relatif tenang akan isu omicron, bukan berarti varian tersebut benar-banar sudah tidak mengancam sama sekali. Secara global untuk ekonomi yang lebih luas varian ini dikhawatirkan dapat menekan pertumbuhan ekonomi dunia, seperti yang diungkapkan oleh Dana Moneter International (IMF).
IMF juga mengingatkan mengenai tekanan inflasi yang menghantui ekonomi global tahun depan serta potensi stagflasi yang mungkin dapat terjadi, akibat dari berbagai kebijakan moneter serta krisis yang tengah terjadi termasuk terkait rantai pasok dan varian omicron.
Selain dari perkembangan Covid-19 Omicron, ada beberapa hal lain yang juga patut dipantau seperti adanya kemungkinan bagi The Fed akan mempercepat laju tapering dan diikuti dengan kenaikan suku bunga acuan yang lebih awal serta agresif.
Sebelumnya The Fed resmi mengumumkan tapering pada November dengan laju US$ 15 miliar per bulan. Jika secara mendadak The Fed akan berubah jauh lebih agresif untuk mengetatkan kebijakan moneter, bsia jadi pasar bereaksi negatif.
Risiko lain juga datang dari AS adalah kelanjutan debt ceiling atau plafon utang AS. Setelah diperpanjang hingga awal Desember sekarang adalah momen penentuan.
Departemen Keuangan telah memperingatkan Kongres bahwa jika plafon utang tidak dinaikkan maka dapat menguras kemampuan pemerintah AS untuk memenuhi kewajibannya.
Kenaikan plafon utang tidak mengizinkan pengeluaran baru, melainkan mengizinkan pemerintah menerbitkan utang baru untuk membayar kewajiban saat ini, seperti tunjangan Jaminan Sosial dan pembayaran bunga.
Tidak menaikkan batas utang tepat waktu dapat memaksa Departemen Keuangan untuk menangguhkan pembayaran tertentu, dan mengirimkan gelombang kejutan ke seluruh ekonomi dunia.
Jika plafon utang AS tak segera dinaikkan maka AS berpeluang mengalami gagal bayar pada surat utang jangka pendeknya pada 21 Desember.
Adanya default ini bisa memicu terjadinya penurunan rating kredit AS yang membuat yield obligasi negara AS naik. Sebagai aset keuangan yang dianggap risk free, tentu saja ini bisa menjalar ke pasar keuangan global.
(fsd/fsd)