Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) diperkirakan masih mempertahankan suku bunga acuan. Di tengah ancaman perlambatan pertumbuhan ekonomi, BI sepertinya belum perlu terburu-buru mengetatkan kebijakan moneter.
Gubernur Perry Warjiyo dan kolega dijadwalkan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi November 2021 pada 17-18 November 2021. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate tetap bertahan di 3,5%, terendah dalam sejarah.
Seiring dengan ekonomi yang mulai pulih karena melandainya pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), bank sentral di sejumlah negara sudah menaikkan suku bunga acuan. Korea Selatan menjadi negara besar Asia pertama yang menaikkan suku bunga acuan pada Agustus 2021 lalu, menjadi kenaikan pertama dalam hampir tiga tahun terakhir.
Namun sepertinya Indonesia belum perlu menempuh langkah serupa dalam waktu dekat. Pasalnya, perekonomian Tanah Air masih dibayangi risiko.
Halaman Selanjutnya --> Indonesia Siaga Gelombang Ketiga Virus Corona
Pandemi virus corona di Indonesia memang semakin terkendali. Akan tetapi, belum saatnya berpuas diri. Sebab bukan tidak mungkin kasus positif harian bisa melonjak lagi.
Virus corona akan lebih mudah menular ketika terjadi peningkatan intensitas kontak dan interaksi antar-manusia. Sayangnya, inilah yang saat ini sedang terjadi.
Apple melaporkan indeks mobilitas masyarakat Indonesia dengan mengemudi ada di 113,87 pada 15 November 2021. Indeks di atas 100 menunjukkan tingkat mobilitas sudah kembali ke level sebelum pandemi. Kalau melihat kemacetan yang kembali mewarnai jalan-jalan di Jakarta dan berbagai kota lainnya, maka sepertinya memang itu yang terjadi.
Sedangkan Google dalam Covid-19 Community Mobility Report menyebut tingkat kunjungan warga tempat perbelanjaan ritel dan lokasi rekreasi pada 13 November 2021 sudah 3% di atas normal. Seperti jalanan, mal juga memang terpantau sudah ramai lagi.
Bulan depan, musim liburan Hari Natal-Tahun Baru (Nataru) akan datang. Seperti tahun-tahun sebelumnya, mobiitas masyarakat cenderung meningkat pada momentum ini. Oleh karena itu, tidak heran Presiden Joko Widodo (Jokowi) selalu memberi wanti-wanti akan risiko gelombang ketiga serangan virus corona.
Apabila gelombang ketiga betul-betul datang (amit-amit jabang bayi), maka pemerintah sudah pasti bakal kembali mengetatkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Kita semua tahu bagaimana dahsyatnya dampak PPKM Darurat pada Juli 2021 lalu. Ekonomi Indonesia pada kuartal III-2021 hanya bisa tumbuh 3,51%, padahal kuartal sebelumnya bisa tumbuh 7,07%.
"Dengan risiko serangan gelombang ketiga virus corona yang bisa menghantam perekonomian, bank sentral tentu akan waspada. Ekonomi yang masih rapuh membutuhkan dukungan sebanyak mungkin," sebut Kunal Kundu, Ekonom Societe Generale, dalam risetnya.
"Kebijakan fiskal dan moneter yang akomodatif kemungkinan masih berlanjut untuk mendukung momentum pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun ini. Namun jika bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) mempercepat kenaikan suku bunga acuan, BI mungkin akan mengkaji ulang arah kebijakan moneternya. Terutama jika tahun depan tekanan inflasi sudah mulai terasa," tambah Radhika Rao, Ekonom DBS, dalam risetnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA